[22]

153 25 15
                                    

Sekali lagi, surat dari Sang Pembunuh.

Lagi-lagi, seorang anak kecil diminta mengantarkan surat itu kepada Sang Ketua Partai.

Sang Penulis merupakan tipikal orang yang cerdas. Anak-anak yang memiliki hunian di sekitar mansion Mitchell tidak hanya ada satu atau dua anak—mengingat tempat itu merupakan tempat yang ramai penduduk. Setiap surat diberikan kepada anak-anak yang berbeda. Tetapi, menurut kesaksian mereka tetap sama. Yakni, orang yang meminta mereka menyerahkan surat—atau mungkin kotak coklat itu—adalah seorang lelaki. Mereka tidak tahu lebih lanjut karena meraka adalah anak-anak dan mereka tidak memiliki ketertarikan untuk memperhatikannya. Mereka hanya diberi upah cokelat dan permen. Selain itu, tidak ada CCTV atau kamera pengawas lain yang merekam Sang Pengirim Surat. Dia bertindak di area buta kamera pengawas. Dapat dipastikan bahwa orang itu sudah mengenali lingkungan sekitar sana atau mungkin dia sudah mengawasi serta merencanakan gerak-geriknya dengan matang.

Tuan Yuzak benar-benar tidak habis pikir sekarang. Dia tidak bisa mengandalkan anak-anak buahnya serta tim kepolisian. Mereka tampak pecundang karena satu orang pembunuh. Siapa pun itu, dia adalah sosok yang memiliki kecerdasan yang cukup tinggi dan dia mampu mengamati suasana sehingga sampai sekarang jejaknya tidak dapat diendus.

Setelah membaca tulisan itu, Tuan Yuzak membuka bagian lain yang dimaksudkan di dalam suratnya. Sama seperti biasanya, suratnya berada di dalam sebuah kotak coklat yang ditali dengan pita merah. Sekarang, di dalam kotak itu tidak hanya ada surat saja. Melainkan sebuah kotak lain yang lebih kecil.

Tuan Yuzak mengambil kotak tersebut. Dia membukanya.

Dalam beberapa detik, dia langsung melemparkan kotak itu ke lantai.

Jantungnya seolah berhenti berdetak. Napasnya tersengal-sengal. Sebuah pemandangan yang mengerikan terekam dalam indra penglihatannya.

Sepotong lidah.

Tidak ada petunjuk lain yang menjerumus ke pemilik lidah. Tetapi, Tuan Yuzak tahu betul bahwa itu merupakan lidah putri sulungnya—Vivian. Dan sekali lagi, dia terlambat menyadari bahwa Vivian tidak ada di meja makan malam tadi. Walau sebenarnya itu tidak terjadi satu dua kali, tetapi harusnya Tuan Yuzak menyadari bahwa seluruh anggota keluarganya terancam saat itu.

Pria tua itu menjerit sehingga membuat anak-anak buahnya langsung memasuki ruangan.

"Cepat panggilkan polisi Ramon Hayes. Cepat!" Tuan Yuzak memerintah.

Beberapa anak buahnya langsung mengangguk dan menjalankan perintah. Beberapa pelayan yang bekerja di mansion itu juga memasuki ruangan setelah menyadari ada keributan. Mereka melihat sebuah lidah di atas lantai. Tanpa dijelaskan, mereka sudah tahu itu lidah manusia dan milik siapa.

Mereka berlarian. Dan salah satunya berpapasan dengan Ilya di jalan lorong. Lantas Ilya bertanya dan pelayan menjelaskan; tentang lidah dan Vivian.

Ilya mengembuskan napas panjang. Sudah dia duga bahwa seluruh anggota keluarganya akan mati. Jadi, dia tidak terkejut dan itu tidak akan mempengaruhi jantungnya. Dia sedih? Oh, tentu. Siapa yang tidak sedih setelah tahu bahwa kemungkinan besar ibunya telah mati secara mengenaskan dan lidahnya terpotong. Tetapi sekali lagi, Ilya tidak terkejut. Dia juga tidak menitihkan air-matanya. Hanya berekspresi biasa dan segera beranjak ke tempat di mana kakeknya berada.

Dalam ruangan itu, ada kakeknya yang masih syok duduk di atas kursi. Sementara para anak buah dan para pelayan berusaha menenangkannya dengan memberinya segelas air putih.

"Pergilah," kata Ilya memerintah.

Mereka memandang Tuan Yuzak sejenak. Tuan Yuzak manggut-manggut. Mengiakan permintaan Ilya dan membuat yang lain pergi. Lantas, dalam ruangan besar itu hanya tersisa Tuan Yuzak dan Ilya.

The Killer [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang