Ini adalah surat terakhirku. Sesuatu yang harusnya tidak aku kirimkan atau bahkan aku tuliskan. Tetapi kau pasti selalu bertanya-tanya mengapa dan bagaimana. Jadi, diriku yang lembut ini akan menjelaskannya dengan suka-rela dan bahasa yang mudah dimengerti oleh orang dungu.
Aku dan Julian telah mengenal sejak awal. Kami memiliki seseorang yang dapat menghubungkan kami. Tetapi, kedekatan kami dimulai setahun lalu.
Tidak seperti Ilya, Tuan. Julian itu adalah anak yang dungu karena tidak pernah belajar. Dia suka sekali mabuk dan terlibat dengan kecelakaan-kecelakaan kecil. Puluhan kali para guru menyuruhnya merapikan rambutnya yang seperti sangkar burung itu. Tetapi, dia enggan. Alhasil, itu adalah penampilan paling buruk yang pernah kulihat seumur hidupku.
Julian yang bodoh itu dapat didekati dengan mudah. Nilai-nilai tugasnya hampir semuanya merah. Lantas, dia harus menghabiskan waktu di perpustakaan sekolah untuk mengerjakan ulang. Dari sanalah, aku menawarinya untuk mengerjakan tugas-tugasnya karena aku senang mengerjakan sesuatu. Aku meyakinkan padanya bahwa aku adalah sosok yang cerdas dan Julian akan mendapatkan banyak keuntungan apabila aku mengerjakan tugas-tugasnya. Jadi, Julian mengiakannya. Dia menyuruhku mencobanya sekali. Pada akhirnya, nilainya bagus. Dia berterima-kasih. Mulai dari saat itulah, Julian sering meminta bantuanku mengerjakan tugas-tugasnya. Anggap saja, di sini aku berperan seperti Dokter Alferd dan Julian seperti Alice yang malang. Karena kebaikan-kebaikanku padanya, Julian jadi segan denganku. Dia menghormatiku.
Julian sering-kali mentraktirku makanan-makanan di restoran bintang lima untuk ucapan terima-kasihnya. Suatu ketika, dia mengajakku makan bersama Tuan Gial dan Si Bajingan Alferd itu. Julian mengatakan pada mereka bahwa aku adalah temannya yang telah banyak membantu. Si Bajingan Alferd pun mengucap terima-kasih kepadaku karena telah menyelesaikan masalah-masalah keponakannya yang dungu—sebab dia sendiri sesungguhnya menyayangi Julian.
Jadi, karena Julian-lah aku juga dapat mengenal Si Bajingan Alferd.
Di hari pembunuhan, aku pergi ke mansion Alferd. Sebelum itu, aku sudah mendapatkan informasi dari Julian bahwa di sana hanya ada Alferd seorang karena dia ingin ketenangan. Pelayan akan datang di pagi hari dan kembali di sore hari. Lihat, bahkan langit memihakku!
Kala itu, aku menemui Alferd. Aku tahu dia agak heran mengapa aku tiba-tiba ada di sana. Tetapi, kukatakan alasan bahwa ini tentang Julian yang membuat ulah di sekolahan. Dan apabila kepala sekolahan tahu, maka akan gawat. Dibandingkan melapor pada Gial—yang tampak gila—lebih baik aku melapor kepada Dokter Alferd yang tampaknya lebih mengerti Julian dibanding ayahnya sendiri.
Saat itu, Dokter Alferd mempersilakanku untuk masuk. Dia agak heran atas mengapa aku membawa sebuah ransel besar. Dan aku mengatakan bahwa aku adalah mahasiswa IT yang memerlukan banyak kelengkapan. Selain itu, dia juga bertanya-tanya mengapa aku menggunakan sarung tangan lateks. Dan aku menjawab bahwa aku sedang alergi dan tidak mendapatkan sarung-tangan lain di hunianku. Walau terdengar aneh, dia berusaha untuk mewajarinya.
"Jadi, ada apa tentang Julian?" tanyanya. "Oh, ya, kau ingin minum sesuatu?"
Lihat, Si Bajingan itu berusaha ramah padahal aku tahu dia tidak senang aku ada di sana.
Aku menggeleng. "Tidak."
"Kenapa? Kurasa ini akan menjadi obrolan yang panjang."
"Aku takut kau memasukkan misoprostol dan mifepristone di dalam soda."
Dokter Alferd langsung berdiri ketika dia mendengar kalimat itu terlontar dari bibirku. "Apa-apaan itu?!"
Aku tahu, dia langsung memahami maksudku. Aku menyindir tentang Alice di hadapannya. Aku pun berdiri serta mengeluarkan martil dari dalam ranselku yang tampak berat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Killer [END]
Mystery / Thriller[SANG PEMBUNUH] 18+ PLAGIAT DILARANG MENDEKAT ❗ *** Blurb : Dokter Alferd merupakan dokter yang tampan dan berkarisma. Tetapi, itu semua pudar ketika dia ditemukan tewas secara mengenaskan di huniannya. Dirnada "Nada" Atlicia Hayes merupakan putri d...