Nada pulang ke rumahnya.
Berbeda dari suasana biasanya, di sana ada ayahnya. Tuan Ramon duduk melamun di ruang tengah. Televisi menyala; menampilkan talkshow yang menghadirkan beberapa polisi. Mereka membahas kasus pembunuhan yang terjadi belakangan ini. Termasuk kasus Dokter Alferd dan keponakannya, Julian. Lalu, mereka menyangkutkannya dengan hilangnya Liliya. Masyarakat berasumsi bahwa kasus ini merupakan serangan dari pihak yang tidak menyukai partai Tuan Mitchell.
Nada melewati ayahnya begitu saja. Tetapi, sebelum dia menaiki tangga dan hendak ke kamarnya, Tuan Ramon mengatakan sesuatu yang membuat Nada berhenti melangkah.
"Nada," panggilnya.
Nada benar-benar berhenti melangkah. Dia menoleh ke arah Tuan Ramon.
"Apa kau tahu dongeng Alice?" tanya Tuan Ramon.
Nada paham bahwa ayahnya menanyakan hal ini karena dalam surat yang dikirim Sang Pelaku, dia menyebut 'Alice'. Nada sendiri juga penasaran mengapa Sang Pelaku menyebutnya 'Alice'. Setahu Nada, 'Alice' adalah seorang gadis yang terjebak di negeri ajaib. Tetapi, menurut pendapat Nada, negeri ajaib itu hanyalah imajinasinya belaka dan dia sakit mental.
"Alice's Adventures in Wonderland," kata Nada. "Ada apa dengan itu?"
"Bagaimana Alice menurutmu?" tanya Tuan Ramon.
"Menurutku, dia gila karena wonderland itu hanyalah khayalannya belaka."
Tuan Ramon manggut-manggut.
Nada kemudian hendak melangkah lagi. Tetapi, kalimat Tuan Ramon kembali menghentikannya.
"Apa kau masih bersama Danya Ruth?" tanya Tuan Ramon.
"Ya," jawab Nada dengan santai.
"Sudah kubilang—"
"Sudah kubilang, aku tidak akan menjauhinya."
"Memangnya, apa yang kaulakukan dengannya? Apa kau melakukan... penyelidikan?"
"Untuk kali ini, tidak." Nada berbohong. Sebenarnya, dia tidak ingin berbohong. Tetapi, dia tidak ingin ribut dengan ayahnya. Dia tidak ingin ayahnya mencerocos karena dia bermain detektif-detektifan dengan Danya Ruth. Apalagi, jika nanti ayahnya bertanya dari mana dia mendapatkan informasi. Jika Nada yang emosi keceplosan menjawab dari Arman, maka Arman akan berada di dalam bahaya. Jadi, dia memutuskan untuk diam kali ini.
"Baguslah," kata Tuan Ramon. "Tetapi, aku benar-benar penasaran apa yang kaulakukan dengan Ruth itu."
"Kami hanya berteman. Kau tahu, aku tidak memiliki teman sama sekali."
Tuan Ramon manggut-manggut. Dia tahu, putrinya agak gila sejak kematian ibunya. Jadi, semua orang menjauhinya. Kehadiran Danya mungkin sedikit membuat Nada merasa senang karena memiliki sosok yang dapat dia sebut sebagai teman—atau mungkin lebih. Tetapi, di sisi lain, Tuan Ramon juga merasa tidak enak atas hal itu. Menurutnya, putrinya menyukai Danya. Dan Danya tidak setara dengan mereka. Apalagi, asal-usul Danya tidak jelas. Tuan Ramon pernah menyelidikinya—beberapa saat setelah memergoki Nada kabur ke rumah Danya. Pemuda itu hanyalah anak adopsi dari Nyonya Ruth. Dan kemudian Nyonya Ruth meninggal karena gantung diri. Selain itu, Daniel Ruth, namanya juga beberapa kali tercatat dalam laporan kepolisian karena perkelahian.
"Dia agak problematik karena sering berkelahi. Kau harus menghindari orang yang seperti itu," kata Tuan Ramon pada akhirnya.
"Kurasa, dia memiliki alasan untuk melakukannya." Nada mengembuskan napas kasar. Entah kenapa—mungkin karena perasaannya—dia selalu ingin membela Danya.
Tuan Ramon pun menjelaskan lagi. "Apa kau tidak tahu kalau... ibunya Danya Ruth itu mati karena gantung diri?"
Nada langsung menggeleng.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Killer [END]
Mystery / Thriller[SANG PEMBUNUH] 18+ PLAGIAT DILARANG MENDEKAT ❗ *** Blurb : Dokter Alferd merupakan dokter yang tampan dan berkarisma. Tetapi, itu semua pudar ketika dia ditemukan tewas secara mengenaskan di huniannya. Dirnada "Nada" Atlicia Hayes merupakan putri d...