[45]

166 18 0
                                    

Benar saja, Tuan Yuzak mengerahkan anak-anak buahnya untuk mencari Alice. Dia ingin mengintimidasi Sang Pembunuh dengan cara menangkap Alice. Lagipula, Sang Pembunuh sudah tidak memiliki senjata lagi sekarang. Tuan Yuzak bisa melukai Alice untuk itu. Sebab, dia berfikir semua permasalahannya berasal dari Alice. Baginya, Alice juga pantas untuk mati.

Tuan Yuzak mengerahkan anak-anak buahnya untuk mencari Sofiya Eshaal itu di huniannya yang terletak di atas bukit Jalan Dahlia. Tetapi, hunian itu kosong. Anak-anak buah Tuan Yuzak sudah mengobrak-abrik hunian itu. Tetapi, tidak ada tanda-tanda siapa pun yang ada di sana.

Lantas, mereka mencari Sofiya di kediaman lama Mark yang ditempati oleh Leslie pula. Mereka menggeledah dengan brutal walau para tetangga melihatnya. Mereka seolah tidak peduli lagi. Yang mereka pedulikan adalah mendapatkan sosok Sofiya. Hanya saja, hunian itu juga kosong. Tidak ada Sofiya atau pun Leslie. Keduanya—sebenarnya beserta Alexander—menghilang begitu saja.

Acara penggeledahan oleh para preman itu disaksikan oleh Erick pula. Dia ada di sana—awalnya berniat untuk memata-matai rumah Leslie dan berharap menemukan Leslie atau pun Alexander di sana. Tetapi, dia malah melihat rumah itu diobrak-abrik oleh preman-preman anak buah Tuan Yuzak.

Erick berada di dalam mobilnya. Dia sudah mengirimkan ratusan pesan kepada Alexander. Tetapi, tidak ada balasan. Media sosialnya juga mati—termasuk milik Leslie. Dia tidak memiliki cara untuk menghubungi Sofiya. Ketiganya benar-benar sengaja pergi melarikan diri. Dan asumsi Erick, mereka bertiga memang tahu bahwa mereka sedang diincar.

Erick pun mengatakan penggeledahan itu kepada Nada lewat ponsel.

Setelah itu, dia pergi dari sana dan pulang ke rumahnya.

***

Di rumah, dia langsung disambut oleh ibunya. Erick tidak mengatakan apa pun. Dia tampak kesal dan mengambil sekotak susu di kulkas—lantas menutup pintu kulkas itu dengan keras. Dia menenggak sekotak susu itu dengan kasar.

Hal tersebut membuat Ibu Erick keheranan. "Kau tampak kesal sekali belakangan ini? Ada apa denganmu?"

Erick mengembuskan napas kasar. "Ini soal Alexander. Dia menghilang. Ini salahmu. Harusnya, kau tidak merebut rumah itu darinya."

Ibu Erick terkekeh. "Salahku? Kita lebih berhak atas harta Faulkner karena dia kerabat kita. Memangnya, siapa Alexander?"

"Setidaknya, kau membiarkannya tinggal di rumah itu. Kau tahu, dia menjadi gelandangan. Tetapi sekarang, dia menghilang," kata Erick dengan kesal. "Bagaimana kita bisa mempertanggung-jawabkan hal ini?"

Ibu Erick lagi-lagi terkekeh. "Biarkan saja. Anak itu memang gila sejak awal."

Erick terdiam sejenak. Dia menyadari bahwa ibunya ini seperti nenek sihir yang jahat.

Akan tetapi, secara tiba-tiba pula Erick menyadari bahwa teman-teman Alexander di gedung tua mengatakan bahwa Alexander kemungkinan pergi ke rumah kerabatnya. Erick penasaran siapakah kerabat yang dimaksud. Jadi, dia menanyakannya kepada ibunya.

"Ngomong-ngomong, apakah Faulkner itu memiliki kerabat lagi?" tanya Erick.

"Kita kerabatnya," kata Ibu Erick.

"Maksudnya selain kita dan kerabat-kerabat yang lain. Maksudnya, seseorang yang memiliki hubungan langsung dengan Tuan dan Nyonya Faulkner kecuali kita atau... orang yang memiliki hubungan langsung dengan Joseph—ayah kandung Alexander, mungkin?"

"Oh itu? Siapa, ya? Kau pernah mendengar bahwa Joseph memiliki dua anak lelaki? Itu bukan anaknya yang satunya. Dia menemukan dan merawatnya. Istilah bagusnya; mengadopsinya."

"Oh, ya, Nyonya Faulkner pernah mengatakannya saat dia masih hidup. Joseph memiliki dua anak. Pertama adalah Alexander yang kemudian dia adopsi dan yang satu lagi entahlah. Dia memungutnya dari jalan?"

The Killer [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang