Ternyata tinggal serumah dengan Kaisar bukan berarti Ema terbebas dari pulang larut. Pukul sepuluh malam, dia baru saja turun dari taksi online. Ada mi ayam yang sudah kelewat dingin di tangan.
Tiba-tiba saja saat pulang kerja Ema diperintah Kaisar membeli mi ayam ke Bogor. Awalnya wanita itu menolak. Selain karena jauh sekali dan sudah malam, tapi di sekitar kantor juga ada banyak penjual mi ayam. Sialnya, bosnya itu terus mendesak seolah harus memakan mi ayam sialan ini sesegera mungkin.
Ema sudah memberi opsi menyuruh ojek online atau orang lain. Namun, Kaisar dengan sadisnya tetap memaksa wanita itu sendiri yang berangkat. Tidak ada alasan menolak–perjanjiannya Ema hanya boleh menolak perintah yang absurd atau kriminal, sedangkan membeli mi ayam sama sekali tidak masuk kedua kategori tersebut.
Jadi, wanita itu berangkat ke Bogor seorang diri. Sedikit tersesat, tapi akhirnya berhasil menemukan mi ayam sialan itu. Hanya saja karena memang ramai dan perjalanan panjang, tiga jam kemudian Ema akhirnya sampai juga di rumah Kaisar.
"Taruh mi ayam terus ke kamar dan tidur." Ema bergumam dengan lelah. Hanya saja perut yang keroncongan membuat wanita itu meringis. "Tapi makan mi instan dulu kali ya?"
Bagi Ema yang sudah beberapa tahun ini hidup sebatang kara di kosan, selelah apa pun dirinya dia wajib makan. Di dalam dirinya sudah ada bentuk pertahanan untuk terus makan dan makan karena dia tidak boleh sakit, wajib hidup, dan mengumpulkan banyak uang. Itulah kenapa dia jadi sering mengkonsumsi mi instan karena cepat, murah, dan mengenyangkan.
"Non."
Sebuah panggilan menyentak Ema. Tahu-tahu saja Bi Iyem sudah muncul di ruang tamu dan menyambutnya.
"Eh, Bi, ngagetin aja." Ema meringis. Tangannya mengulurkan bungkusan mi ayam titipan Kaisar. "Ini tolong, Bi, buat Pak Kaisar. Diangetin terus dihidangkan ke orangnya."
Bi Iyem mengangguk. Dia mengambil mi ayam yang Ema bawa.
"Non, udah makan belum?"
"Belum," aku Ema sambil menggeleng. "Ada makanan?"
"Ada." Bi Iyem tersenyum lebar. "Di halaman belakang sama Tuan Muda."
Kening Ema berkerut. Sebuah ingatan akan ajakan makan malam muncul di kepala. Wanita itu kira Kaisar salah kirim, jadi mengabaikan pesan itu. Apalagi perintah membeli mi ayam, Ema semakin yakin bahwa itu akal-akalan Kaisar untuk makan malam bersama orang lain.
"Non, kok malah ngelamun? Ayo!"
Belum sempat Ema merespons tiba-tiba saja tangannya ditarik kuat oleh Bi Iyem. Langkah wanita yang sepertinya sudah memasuki usia 50 tahunan itu kecil, tapi gesit. Jadi, mereka bisa sampai ke pintu penghubung rumah ke halaman belakang dengan cepat.
"Buka sendiri ya, Non."
Perintah Bi Iyem membuat Ema mengernyit. Namun, perut yang lagi-lagi keroncongan menjadikan wanita itu tak peduli. Tidak masalah makan malam berdua Kaisar karena dia hanya butuh makan saja. Titik.
Baru saja Ema membuka pintu tiba-tiba saja dentingan piano terdengar. Refleks, gadis itu melangkah sedikit memasuki area taman belakang.
Seketika Ema terbelalak menemukan apa yang dia lihat. Di samping kolam tiba-tiba ada sebuah meja dan sepasang kursi saling berhadapan. Di meja ada piring kosong dengan bunga dan lilin. Di sisi lain ada seorang chef yang sengaja dipanggil untuk memasakkan hidangan. Namun, dari itu semua yang membuat wanita itu bergidik ngeri adalah seorang pianis lengkap dengan piano besarnya di sudut lain kolam.
"What the–" Ema tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Dia hanya menggeleng-geleng. "Ni laki kesurupan apa?"
Sebenarnya Ema sudah bersiap mundur, lalu kabur. Namun, Kaisar sudah melihat dirinya. Pria itu berdiri begitu saja, lalu bergerak cepat mendekat.
![](https://img.wattpad.com/cover/358240145-288-k614596.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BIG & BOSS (TAMAT)
RomanceHidup Kaisar-Kai mendadak kacau saat dibangunkan seorang wanita berisi di dalam kamarnya. Wanita itu memperkenalkan diri sebagai Emerald-Ema. Tanpa persetujuan Kai, Ema sekarang menjadi asisten pribadinya yang super ikut campur. Segala hal mengenai...