Chapter 41 : The Hardest Options

2.2K 303 20
                                    

Hanya butuh satu rengekan panjang selayaknya anak umur lima tahun, maka Kaisar akan mendapatkan segala hal dari Mahesa. Cara itu selalu berhasil. Hanya pernah gagal sekali saat awal-awal Emerald masuk dan mengacaukan hidupnya.

Malam ini juga Kaisar akan mencoba cara anak kecil itu lagi untuk meluluhkan hati Mahesa. Dia tidak mau lama-lama berpisah dari Emerald, asisten pribadi sekaligus kekasih menggemaskannya. Wanita sempurna yang selalu nyaman dipeluk apalagi dicium. Tentu alasan untuk mempertahankan Emerald di sisinya bukan hanya kebutuhan gairah, tapi juga pekerjaan. Wanitanya itu adalah partner kerja terbaik dan Kaisar tak mau mencari orang lain untuk membantunya melewati kekacauan perusahaannya.

Kurang dari setengah jam perjalanan, Kaisar berhasil mendaratkan Ferrari merahnya di rumah orang tuanya. Agak sedikit melompat dia menuruni mobil, lalu berteriak-teriak, "Father!"

Kaisar terus bergerak memasuki rumah. Lagi-lagi dia kembali berteriak, "FATHER! FATHER!"

Tidak ada jawaban, respons fisik, bahkan salah seorang asisten rumah tangganya tampak tak ada yang mendekat. Mau tak mau Kaisar harus mencari keberadaan Mahesa di setiap sudut rumah tiga lantai ini.

Percobaan pertama adalah ruang makan. Ini masih belum genap pukul 20.00. Kebiasaan Mahesa adalah makan malam bersama keluarga setiap hari, jadi kemungkinan besar Papinya ada di sana bersama Mami dan adik perempuannya.

"Sh–t!" makian meluncur begitu saja dari mulut Kaisar saat menemukan ruang makan kosong. Bukan itu saja, bahkan tidak ada tanda-tanda ruangan ini digunakan untuk makan malam.

"Bibi, Bi, Bibi!" teriak Kaisar. Sialnya, tidak ada seorang pun yang muncul.

Agak sedikit gondok, Kaisar bergerak menuju pintu yang menghubungkan rumah utama dengan area asisten rumah tangga. Ketika menemukan salah seorang asisten rumah tangganya, Kaisar tanpa sadar merengek.

"Ih, Bibi." Kaisar mendengkus keras. Tangannya menyentuh lengan asisten rumah tangganya yang kebetulan juga pernah mengasuhnya saat masih kecil. "Aku dari tadi teriak-teriak kenapa nggak digubris sih? Kenceng loh."

"Maaf ya, Kaisar." Bibi meringis. "Tadi Tuan Besar nitip pesan kalau kamu pulang suruh cuekin aja. Mau kamu nangis, jejerit, bahkan koprol suruh abaikan aja. Ya, bibi nurut kan Tuan Besar yang gaji Bibi."

Kaisar cemberut. "Kok gitu?"

Bibir rumah tangganya itu mengedikkan bahu. Aksi mengabaikan Kaisar ternyata masih akan dilanjutkan karena Bibi mendadak berbalik dan siap pergi. Untungnya Kaisar kembali menahan gerakan wanita lima puluhan itu.

"Bibi ih, belum kelar!" protes Kaisar. "Terus sekarang Papi, Mami, sama Ratu ke mana? Kok meja makan kosong? Makan malam di luar?"

"Nggak, Kai. Abis Tuan Besar pulang, semua langsung berangkat ke Paris."

"HA?" Kaisar menganga. "Apa? Paris luar negeri?"

Bibi mengangguk cepat. "Katanya lagi ada fashion show di sana dan Ibu diundang, jadi berangkat deh. Nona Ratu juga sempet singguh masalah kangen makanan di Paris, nggak tahu apa namanya, Bibi lupa."

Sekali lagi Kaisar hanya bisa menganga. Dia bukannya terkejut seluruh anggota keluarganya tiba-tiba sudah berpindah negara, tapi dia terkejut karena pergerakannya secepat kilat hingga Kaisar kesusahan menangkap Mahesa.

"Bi, tau nggak kapan mereka pulang?" tanya Kaisar. Suaranya terdengar tenang karena kepalanya mendadak pusing.

"Nggak tau, Kai. Non Ratu bilang kalau pengen ke Inggris, jalan-jalan. Apa ke Swiss ya. Aduh lupa, nggak hafal."

"Fvck!" umpatan meluncur begitu saja dari mulut Kaisar. Kepalanya yang pusing sekarang bertambah jadi sakit. Keluarganya tidak akan pulang dalam waktu seminggu karena jika sudah berjalan-jalan di Eropa, dua minggu minimal baru kembali.

BIG & BOSS (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang