Chapter 16 : What's Kill Emerald?

4K 454 40
                                    

Ema benci Kaisar. Tapi Ema jauh lebih benci terjebak bersama Kaisar dalam situasi seperti saat ini. Canggung iya, jengkel juga iya, bahkan menyalahkan diri sendiri pun juga sudah wanita itu lakukan dalam hati.

Harusnya Ema tidak menyalakan ponselnya dan membuat Kaisar mudah melacaknya. Salahkan dirinya yang kadang buta jalan dan butuh beberapa kali pembayaran online.

Sekarang Ema dan Kaisar tengah duduk bersisian di bangku kayu yang berada di belakang panti asuhan. Tidak jauh di depan mereka ada pagar berduri yang cukup tinggi untuk membatasi antara taman belakang dan juga tebing di bawah sana. Meski begitu pemandangan pegunungan kehijauan, jalanan berliku khas dataran tinggi di bawah sana serta langit cerah yang mulai cenderung terik tetap terlihat memukau.

Gue nggak siap! Ema menggeleng. Tahu-tahu saja dia berdiri, lalu berjalan mendekati pagar berduri. Ternyata setelah bertahun-tahun bahkan kondisi tersudutkan seperti sekarang tetap membuatnya enggan membuka luka lama. Padahal luka itu sebenarnya belum sembuh dan masih rawat jalan.

"Sulit ya?"

Tiba-tiba saja suara Kaisar yang terdengar dekat itu menyentak Ema. Sontak dia berbalik. Hanya saja gerakannya yang terlalu mendadak menjadikannya oleng.

Beruntungnya Kaisar yang berada tepat di depannya itu dengan sigap melingkarkan kedua tangannya di pinggan Ema. Selama sepersekian detik mata mereka beradu.

"Hati-hati," bisik Kaisar dan Ema hanya mengangguk kaku.

Perlahan Kaisar membantu Ema kembali berdiri tegak. Pria itu tersenyum kecil. "Niat gue samperin lo ke sini bukan buat kehilangan asisten pribadi, Emerald. Jadi pastiin jangan bikin badan lo ketusuk itu pagar berduri apalagi sampai jatuh ke tebing. Oke?"

"Bapak sih ngagetin saya." Ema tidak mau disalahkan. Lebih tepatnya itu cara termudah baginya menutupi rasa gugup yang mendadak datang.

"Sori, sori." Kaisar terkekeh. "Bisa kita balik ke topik tentang lo, Emerald? Sesulit itukah lo cerita tentang apa yang terjadi selama ini?"

Ema kembali terdiam. Matanya sekali lagi menatap lekat-lekat Kaisar. Sebelum kemudian, sikap pengecutnya datang untuk sekian kalianya.

"Nggak ah, nggak jadi." Ema menggeleng. "Lagian kenapa saya harus cerita kehidupan saya ke bapak sih? Nggak, nggak."

Kaisar mengernyitkan kening. "Lo masih nolak cerita di saat gue udah berhasil nemuin lo di sini, Emerald? Well, kalau lo tanya alasan apa yang bikin lo harus cerita, pertama ... lo tadi bilang mau bicara sama gue. Kedua, nggak capek simpen semuanya sendirian? Kayaknya lo nggak mungkin ngeluh sama Raknan apalagi melihat kondisinya. Ketiga, ya anggap aja kalau lo mau cerita ke gue, mental health lebih baik, omelan berkurang, hubungan kerja kita jauh lebih menyenangkan. So, I'm the best option."

Seketika Ema mendengkus keras. Dia kira Kaisar menemaninya, mendatanginya, bahkan mau mendengar ceritanya karena pria itu baik. Pada akhirnya hanya demi kenyamanan pria itu sendiri.

"Oke." Ema mengangguk. Dia sudah memutuskan untuk berani menceritakan kisah menyedihkannya, tapi khusus pada Kaisar saja yang notabenenya adalah bosnya langsung saat ini. "Tapi karena saya nggak tahu mulai dari mana, bapak aja yang tanya biar saya jelasin."

"Kalau gitu jangan nggak jawab ya," paksa Kaisar. "Mungkin pertanyaan pertama gue sama kayak tadi, lo dan Raknan apakah related dengan Hadi dan Berlian Amaranggana?"

Bukannya langsung menjawab, Ema malah tertegun. Setelah bertahun-tahun dua nama itu disinggung oleh seseorang. Rasa rindu yang menggebu-gebu dia rasakan. Matanya jadi mulai berkaca-kaca.

Kaisar tak mengatakan apa pun. Hanya saja pria itu malah menyodorkan sapu tangan kepada Ema. Meski bingung, tapi tetap diterima karena memang butuh.

"Ya," jawab Ema setelah emosinya mulai mereda. "Mereka ... orang tua saya, Pak. Saya anak pertama, lalu Rakna."

BIG & BOSS (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang