Chapter 49 : The Angry Boss

2.3K 309 26
                                    

Lingkar bawah mata Kaisar menghitam. Bukan hanya tidak bisa tidur nyenyak semalaman, tapi dia harus bolak-balik ke kamar mandi. Namun, tidak untuk buang air kecil ataupun buang air besar. Seperti saat ini, dia hanya duduk di pinggir bak mandi sambil memikirkan apa yang sedang terjadi pada dirinya.

Hampir 30 tahun dia hidup dalam kemewahan; rumah besar, uang tidak terhingga, perjalanan dan wisata kelas satu, para pegawai yang melayani kegilaannya 24 jam, anehnya semua itu tak lagi menarik minat Kaisar. Apalagi setelah dia merasakan hidup damai di rumah kecil di desa sana, dia jadi mulai membandingkan kamar tidur lamanya dengan kamar tidur barunya itu. Walau hanya beberapa hari, tapi seperti meninggalkan kesal berlebihan dalam kepalanya.

Kaisar mendadak tidak suka kamar tidur yang terlalu besar. Entah kenapa kamar tidurnya yang hanya 3x3 meter di desa sana terlihat lebih nyaman walau tak bisa menaruh satu set home theater lengkap ataupun memasang konsol gim-nya. Dia juga tidak suka kamar mandi luasnya ini karena terlihat sepi sekali. Tidak ada barang-barangnya yang bersebelahan dengan barang-barang Emerald. Tapi dari itu semua, jarak kamarnya dengan sang kekasih terlalu jauh di sini. Dia tidak suka.

"Emerald," bisik Kaisar.

Mendadak jantung Kaisar berdegup kencang hanya karena memikirkan kekasihnya itu. Rasanya ada yang sakit di dadanya. Dibohongi tidak pernah menyenangkan. Dibohongi dan dianggap bodoh ternyata jauh lebih mengerikan.

Kaisar memasukan tangannya ke dalam bak mandi. Kemudian, dimainkan air-air itu. Ingatan semalam berputar dalam benaknya.

"Please stay. Stay, Kai. Don't leave me."

Isakan pelan Emerald yang terdengar memilukan hati Kaisar. Hanya saja, pria itu tidak menampik ada rasa kesal yang memenuhi dadanya saat ini.

Tanpa sadar Kaisar berdesis. Diutarakan isi kepalanya sebisa mungkin. "Kalian pasti ketawain aku yang bodoh ini, kan? Udah nggak bisa bikin keputusan bijak terus nggak terlalu baik sampai-sampai diuji."

"Enggak! Sama sekali enggak!" teriak Emerald. Suaranya terdengar panik di sela-sela tangisnya. "Kai, Kai, denger. Aku sama sekali nggak kepikiran apa pun tentang kamu. Satu-satunya yang aku pikirkan cuma drama ini kelar. Karena aku nggak mau bohong lama-lama sama kamu. Hatiku juga sama perihnya, Kai."

"Kaisar." Suara lantang Mahesa membuat marah Kaisar semakin menjadi-jadi. Dia melirik sosok Papinya yang sudah berdiri di depan kursi kebesarannya itu. "Papi rasa kamu nggak seharusnya marah dalam situasi ini apalagi sampai bikin kekasih kamu nangis sambil mohon-mohon kayak gitu."

Ucapan Mahesa itu membuat Kaisar menoleh. Tangannya yang tadinya siap untuk membuka gagang pintu langsung batas. Fokusnya kini tercurah pada Papinya.

"Terus aku harus terima gitu dijadiin bahan drama?" teriak Kaisar tanpa sadar. "Pi, aku itu anak Papi. Nggak seharusnya aku dijadiin bahan lelucon!"

"Pikiran kamu berlebihan, Kai." Mahesa menggeleng. "Bahan lelucon mana yang bikin kamu tetap hidup enak walaupun kamu pilih hidup di desa? Lelucon di bagian mana yang bikin kamu akhirnya paham bahwa uang itu berharga? Dua ratus juta, penghasilan setahun seorang pemilik kebuh kopi. Sementara kamu dulu? Dua ratus juta hilang dalam sekali pesta. Lelucon bagian mana yang bikin otak bisnis kamu jalan bahwa kebun kopi nggak akan cukup menghidupi kamu ataupun Emerald, jadi kamu harus turun gunung demi cari uang tambahan. Sekarang bagian mana leluconnya di saat segala hal yang terjadi bikin kamu belajar banyak hal tentang kehidupan?"

Mulut Kaisar yang tadinya siap untuk mengomel sekarang mendadak keluh. Entah mengapa dia seperti ditampar oleh kata-kata yang Mahesa ucapkan. Dia tidak pernah berpikir tentang apa yang Papinya itu ucapkan beberapa saat lalu, sekarang dia memikirkannya. Jadi, selama beberapa hari ini, otak yang tidak berguna miliknya itu bekerja sebagaimana mestinya.

BIG & BOSS (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang