Chapter 8 : A Heartwarming Moment

4.6K 508 53
                                    

Kayaknya gue bakal mati.

Pikiran itu terus berputar di kepala Kaisar. Napasnya agak tersengal karena menahan perih di lengan atasnya. Keringat membanjiri kening dan pelipis. Bahkan tubuhnya lemas sampai-sampai pria itu memilih untuk memeluk Emerald erat-erat.

Ternyata sebagai seorang wanita berbadan besar, Emerald cukup empuk dan nyaman untuk dibuat sandaran. Aroma tubuhnya juga wangi, sepertinya dia menggunakan wewangian bunga-bunga.

Kayaknya kalau tiap malam ceweknya seempuk ini nyenyak sih tidur gue. Seketika Kaisar memelotot dengan pemikirannya sendiri. Dia sedang sekarat, tapi malah memikirkan Emerald yang tidak-tidak.

"Pak, bapak baik-baik aja, kan?"

Suara Emerald memaksa Kaisar sedikit mendongak. Mata Hazel itu langsung bersirobok dengan mata gelapnya. Ada kekhawatiran yang tak pernah Kaisar lihat sebelumnya di mata asisten pribadinya itu.

"Ya," jawab Kaisar lemah. "Apa gue bakal mati ya, Emerald?"

"Jangan asal!" Emerald mendengkus keras. "Kita udah sampai rumah sakit dan saya yakin sebentar lagi bapak udah bisa ngomel-ngomel."

Kaisar meringis. Dia berbisik lirih, "I wish."

Setelah mengatakan itu, Kaisar merasakan mobil yang ditumpangi berhenti. Tak lama pintu di dekatnya terbuka. Entah siapa langsung menarik badan Kaisar turun. Emerald sendiri sepertinya berbicara dengan para medis di dekatnya.

Kepala Kaisar agak berputar. Langkahnya lambat menuju ke salah satu ranjang yang perawat tunjuk. Kemudian, mendudukinya. Dia tidak berani berbaring sekalipun ingin. Takut saja jika dia tidur, maka lukanya akan menggesek permukaan tempat tidur yang kasar. Itu pasti menyakitkan.

"Pak, dokternya udah datang."

Emerald muncul bersama dengan seorang pria berumur. Ada jaket putih khas mereka yang pria itu kenakan.

"Emerald," bisik Kaisar. Tangannya berusaha menggapai Emerald. "Sini."

Tanpa membantah Emerald mendekat. Tangan Kaisar bergerak dengan sendirinya meraih tangan asistennya itu untuk dia genggam.

"Kita bersihin dulu lukanya ya, Pak," ucap dokter. "Darahnya banyak banget."

Kaisar hanya mengangguk.

Ketika luka dibersihkan entah suara berapa kali Kaisar mendesis kesakitan. Dia juga berkali-kali meremas tangan Emerald kuat-kuat. Pria itu benar-benar tidak tahan dengan sakit.

"Dok, tangan saya nggak akan diamputasi, kan?" tanya Kaisar lirih.

"Aman, Pak. Nggak dalam lukanya, tapi tetep harus dijahit ya."

Refleks Kaisar menoleh. Matanya memelotot. "Dijahit? Pake disuntik, Dok?"

"Iya, Pak. Kalau nggak disuntik, dikasih anestesi nanti sakitnya berkali-kali lipas pas dijahit."

"NGGAK MAU!" rengek Kaisar. Dia langsung menarik Emerald, lalu memeluk wanita itu. Dengan sengaja dia menyembunyikan kepalanya di lengan asistennya itu. "Gue takut jarum suntik. Nggak mau dijahit. Nggak mau disuntik."

"Terus bapak mau kehabisan darah dan bener-bener mati?" tanya Emerald. Nada suaranya terdengar gemas.

"Ya nggak mau!"

"Ya udah nurut disuntik!" balas Emerald dengan galak. "Badan doang gede, jarum kecil aja takut. Kalau mau sakitnya kelar, mau nggak mati ya nurut disuntik."

Kaisar cemberut. Tidak bisa membantah Emerald karena asistennya itu benar.

"Udah, Dok. Ini udah bisa disuntik."

BIG & BOSS (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang