Pada akhirnya, cara paling cepat melupakan kesedihan adalah membuat hidup untuk tetap sibuk. Padahal Ema sudah berpikir, dia akan libur sebulan atau setidaknya paling cepat dua minggu sebelum kembali bekerja. Nyatanya, baru dua hari, dia memaksakan diri untuk keluar rumah.
Alasan Ema menyibukan diri, pertama dia kesepian dalam rumah barunya itu. Walau rumah itu hanya satu tingkat, tapi rasanya kosong saja. Tidak ada satu sudut pun dalam rumah itu yang mempunyai kenangan untuk dikenang. Alasan kedua, kesendirian membuatnya teringat akan Kaisar. Dia ingat kebersamaan mereka di Bandung. Bagaimana mereka berbagi tempat tidur dan menghabiskan mi bersama yang rasanyanya indah, tapi cukup menyakitkan untuk dikenang.
Tiba-tiba saja ujung kaki Ema terantuk sesuatu yang keras. Refleks, dia mengumpat lirih. Perhatiannya yang tadi tertarik pada perkebunan kopi di depannya langsung teralihkan ke jalanan setapak di bawahnya.
"Sakit!" rengek Ema. "Padahal sekitaran lagi bagus, ini malah kejebak harus pelototi jalanan."
Ema gondok. Daripada dia jatuh di jalan karena menabrak batu lagi, lagi baik dia hati-hati. Urusan melihat-lihat sekitar akan dia lakukan di rumahnya yang langsung menghadap ke kebun kopi.
Dengan gegas Ema bergerak menuju tujuan utamanya, Pak Dudung. Dudung merupakan ketua RT sekaligus orang yang mengontrol para pekerja di kebun kopi ini.
Kurang dari sepuluh menit kemudian, Ema berhasil sampai di rumah Dudung. Sebuah rumah satu lantai dengan teras yang luas dan beberapa tampah bambu dengan biji kopi yang sedang dikeringkan. Ada tulisan ketua RT di depan pintunya menunjukkan Ema tidak salah rumah.
"Permisi," panggil Ema seraya mengetuk pintu. "Pak Dudung. Permisi."
Tak lama seorang pria bertubuh gemuk dan sedikit pendek dari Ema muncul. Keningnya berkerut. "Iya, saya Dudung. Siapa ya, Neng?"
"Saya Ema, Pak. Sekarang saya pemilik kebun-kebun kopi ini."
Dudung langsung berbinar. Tangannya dengan santai menepuk pundak Ema. "Oala, Neng. Bapak kira bakal nongol nanti-nanti. Masuk, masuk. Bu, Ibu, Neng Ema datang, Bu. Ini pemilik kebun kopi yang baru."
Teriakan Dudung yang heboh membuat Ema meringis. Tangan wanita itu langsung mengibas. "Pak, nggak perlu repot-repot. Saya cuma datang pengen tau kondisi aja."
"Loh nggak bisa, Neng." Duduk bersemangat. "Gimanapun kan sekarang Neng ini yang punya sumber penghasilan orang-orang di kampung ini."
"Wah saya jadi merasa semangat biar kampung ini makin makmur, Pak." Ema terkekeh pelan. "Saya ke sini mau tanya-tanya masalah kopi-kopi di sini kayak berapa lama masa panen, distribusi ke mana, berapa harganya, dan lain-lainnya."
"Oh, saya punya datanya, Neng. Bentar ya."
Sambil menunggu Dudung yang masuk ke rumahnya, istri Pak Dudung datang untuk memberikan minum dan mengajak Ema mengobrol hal-hal sederhana.
Sampai akhirnya Dudung kembali dengan laporan yang Ema minta. Wanita itu membaca semuanya dengan seksama. Menurutnya perkebunan kopi miliknya ini sudah sangat baik hanya mungkin penghasilan warganya yang belum mencukupi target.
"Kayaknya saya banyak ide buat bikin penghasilan kampung kita ini makin banyak, Pak," ucap Ema seraya menutup laporan perkebunan kopi di pangkuannya.
"Saya, istri, dan seluruh orang di kampung nggak sabar ide-ide itu terealisasikan, Neng. Kami pasti bantu."
"Haruslah, Pak." Ema terkekeh. "Kan buat kesejahteraan kita semua."
Setelah itu Ema dan Dudung berbasa-basi singkat. Sebelum akhirnya, Ema pulang. Ternyata mengobrol dengan Dudung dan membaca laporan cukup menghabiskan banyak waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIG & BOSS (TAMAT)
RomanceHidup Kaisar-Kai mendadak kacau saat dibangunkan seorang wanita berisi di dalam kamarnya. Wanita itu memperkenalkan diri sebagai Emerald-Ema. Tanpa persetujuan Kai, Ema sekarang menjadi asisten pribadinya yang super ikut campur. Segala hal mengenai...