Baru kali ini Kaisar suka dengan rumah kecil, minimalis, dan berada jauh dari pusat ibu kota. Entah dia suka karena di dalam rumah ini dia bisa duduk menikmati senja dengan segelas kopi seperti sekarang sambil menonton matahari tenggelam langsung dari sofa rumahnya. Atau karena ada sosok Emerald yang terlihat gusar mondar-mandir di sekitaran dapur. Mungkin pria itu akan menjawab, dua-duanya dia suka.
Kaisar juga sebenarnya suka keramaian dan malam-malam panjang dengan musik dan minuman. Namun, ketenangan berdua yang Emerald hadirkan dalam rumah ini membuat kedamaian tersendiri. Dia suka juga. Bahkan tidak membayangkan akan mati bosan karena hiburannya hanyalah kekasihnya itu.
"Babe, this is good!" puji Kaisar. Dia melirik Emerald. Lagi dan lagi wanitanya itu mondar-mandir di dapur. Saking kecilnya rumah ini, ruang tamu bersebelahan langsung dengan dapur. Hanya ada satu kamar mandi yang terlihat dan dua pintu lain di kanan kiri yang sepertinya adalah pintu kamar.
"Kaisar, kita–"
"Bentar." Tiba-tiba saja Kaisar menghentikan ucapan Emerald. Perhatiannya teralihkan pada kopernya yang tergeletak di dekat sofa ruang tamu.
Dengan segera Kaisar berdiri dari tempat duduknya. Dia menoleh pada Emerald dan bertanya, "Kamar kamu di sebelah mana?"
Kening Emerald berkerut. Namun, dia tetap merespons seraya menunjuk ke sisi kanan rumah. "Kanan."
Kaisar mendengkus geli. Kepalanya geleng-geleng. "Ya Tuhan, Babe. Kenapa sih kamu suka banget kamar di sebelah kanan? Fine, I know you're always right. Aku tidur di kamar sebelah kiri. Nanti kalau kita udah sah, baru aku tidur di kamar kamu."
Ucapan Kaisar itu membuat Emerald mengangah. Namun, pria itu tidak memedulikannya. Karena dia langsung sibuk menarik kopernya untuk dimasukan kamar.
Hanya saja saat Kaisar akan kabur dan menghilang di kamar barunya, tahu-tahu saja lengannya ditarik. Dengan pasrah pria itu digiring oleh Emerald, lalu didudukan di sofa.
"Kenapa, Babe?"
"Sejak kamu di rumah ini sampai sekarang kita belum ngobrol sama sekali. Kamu tahu itu nggak sih?" Suara Emerald terdengar gusar. Satu tangannya berkacak pinggang. Dia bergerak tak menentu di depan Kaisar dan meja kopi.
"Aku barusan ngajak kamu ngobrol tentang kamar." Jawaban Kaisar memang terdengar polos dan bodoh, tapi pria itu hanya sedang menggoda Emerald. Dia tahu benar apa maksud kekasihnya ini.
"Bukan itu, Kaisar. Tolong pinternya dipakai dulu sekarang," balas Emerald sambil mendengkus geli. "Fine, kalau gitu aku yang ungkat topik duluan. Pertama-tama kenapa kamu bisa nemuin aku? Kayaknya aku seyakin-yakinnya udah putus kontakku ke kamu. Bahkan Bu Mariyam dan anak-anak tahunya aku balik ke Jakarta, bukan tetap tinggal di satu area sama mereka."
"Oh, itu." Kaisar terkekeh. Matanya melirik ke arah luar rumah, tepatnya mobil Mercy merah muda yang dia berikan pada Emerald. "Gampang aja, Babe. Mobil kamu itu ada fitur pelacak yang langsung terhubung sama satelit, ya sistem anti maling sebenernya. Fitur itu aku pasang di ponsel baru di rumah. Sengaja nggak aku kasih ke kamu ponselnya karena aku ngerasa aku butuh suatu hari buat cari kamu kalau kamu tiba-tiba hilang. Jadi ya, mobil kamu yang bawa aku ke sini, Babe."
Mata Emerald memelotot. "Jangan-jangan kamu sengaja suruh aku bawa mobil itu biar kamu bisa tahu ke mana aku berada ya, Kaisar?"
"Nggak, aku nggak inget fitur itu sampai aku balik dari Paris gara-gara kamu ilang," aku Kaisar.
Bibir Emerald mengerucut. "Harusnya aku nggak terima mobil itu kalau bisa kamu temuin dengan mudah."
Kaisar mendesah napas panjang. Perlahan dia bangkit dan bergerak mendekati Emerald. Direngkuhnya wanita itu erat-erat. "Nyerahlah, Babe. Aku udah di sini sekarang. Aku udah pilih buat lanjut berjuang sama kamu. Jadi tolong hargai keputusanku dengan pilih aku balik."
KAMU SEDANG MEMBACA
BIG & BOSS (TAMAT)
RomanceHidup Kaisar-Kai mendadak kacau saat dibangunkan seorang wanita berisi di dalam kamarnya. Wanita itu memperkenalkan diri sebagai Emerald-Ema. Tanpa persetujuan Kai, Ema sekarang menjadi asisten pribadinya yang super ikut campur. Segala hal mengenai...