COMPLEMENT - 9

20.6K 1.2K 6
                                    

Halo semuaaaa
Gimana kabar kalian?
Semoga kalian semua selalu diberikan kesehatan yaaa

Happy Reading 😊
Jangan lupa vote dan komentarnya ya teman-teman

.

.

.


Sudah lebih dari setengah jam sejak Zea keluar dari mobilnya. Dan sampai sekarang belum juga ada tanda-tanda adik sepupunya itu akan kembali. Satriya sudah mencoba menghubungi ponselnya namun tidak aktif. Sedangkan anaknya di rumah sudah merengek menanti kepulangannya. Putra semata wayangnya itu tidak akan bisa tidur sebelum melihat dengan mata kepalanya sendiri jika sang ayah ada di rumah.

"Jeff... Anak Papa yang pintar, kamu bobok dulu ya, sayang? Nggak usah tungguin Papa, Jeff bobok dulu sama Mama. Nanti kalau Papa udah pulang pasti Papa akan tidur di kamar Jeff, okay boy?" Jeffrey menggelengkan kepalanya dengan bibir mengerucut. Balita itu tidak mau menuruti perintah yang diucapkan sang ayah.

Satriya menghela napasnya, dan kembali dibujuknya sang putra agar segera tidur karena waktu sudah menunjukkan pukul 21.35. "Jeffrey nggak kasihan sama Mama? Mama dari tadi udah nguap terus itu. Jeffrey tidur ya, Nak? Tidurnya dipeluk sama Mama dulu, nanti gantian dipeluk Papa." Usahanya untuk membujuk Jeffrey agar segera tidur sia-sia. Bocah tiga tahun itu kembali menggelengkan kepalanya dan tetap meminta sang ayah untuk segera pulang.

Bella mengarahkan layar ponselnya tepat di depan wajah, "Mas, coba deh kamu susulin ke atas. Siapa tahu kalau sakit manajernya Zea parah. Anak kamu nggak bakalan tidur kalau kamu belum ada di sini," saran Bella pada suaminya karena sang adik yang sedari tadi tidak bisa dihubungi.

"Aku coba ke atas ya? Jeffrey, kamu kalau udah mulai ngantuk bobok dulu ya sayang. Nggak usah tunggu Papa pulang. Papa mau susulin Aunty Zee dulu ya sayang? Bye-bye Jeffrey-nya Papa." Satriya mengakhiri panggilan videonya dengan salam dan cium jauh yang dilayangkannya pada sang putra.

Mengikuti saran dari istrinya, Satriya keluar dari mobil menuju resepsionis yang ada di lobi apartemen guna menanyakan di lantai berapa unit manajer adiknya berada. Entah kenapa dari tadi perasaannya tidak tenang. Mengingat tadi sewaktu di restoran adiknya itu sudah bertingkah mencurigakan karena ingin cepat-cepat pergi dari sana seperti menghindari kejaran orang.

"Ya? Satriya?" Satriya menghentikan langkahnya, menoleh ke belakang mencari tahu siapa gerangan yang memanggil namanya.

"Bro, apa kabar? Udah jadi bos besar ya lo sekarang?" Ternyata itu adalah Reno—teman SMA-nya dulu. Mereka berdua berpelukan singkat layaknya lelaki pada umumnya.

"Lo tinggal di sini Ren?"

"Yoi, Bro. Ngomong-ngomong lo ngapain ke sini? Tinggal di sini juga?"

Satriya menggeleng, "gue nungguin Zea. Dia lagi anterin obat buat manajernya."

"Zea penyanyi itu 'kan?" tanya Reno memastikan. Sedang Satriya hanya menjawabnya dengan gumaman. "Gue beberapa kali pernah lihat dia sama manajernya. Kebetulan unit gue sama manajernya Zea satu lantai." Satriya menepuk pundak Reno, "ck, kenapa nggak bilang dari tadi?" beonya. "Ya elo-nya nggak tanya."

"Tolong Bro anterin gue ke unitnya Andhis!" Pinta Satriya. "Gue hubungin Zea dari tadi nggak bisa. Anak gue di rumah udah ngerengek minta dikelonin."

"Anak apa bini, Bro?" tanya Reno sambil menaik turunkan alisnya.

"Anak dululah baru bininya." Keduanya tergelak dan berjalan memasuki lift.




***




COMPLEMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang