COMPLEMENT - 17

16.7K 1K 9
                                    

Haloo👋👋

Happy Reading 😊

Jangan lupa vote dan komentarnya yaa 🌟❣️

.

.

.

Kediaman gadis di sampingnya membuat Arash teringat racauan yang keluar dari mulut gadis tersebut tadi malam. Sewaktu Arash membawanya ke villa ini, Zea tidak sadarkan diri selama di dalam mobil. Sebelum Arash mencoba membangunkannya, gadis itu membuka matanya terlebih dahulu. Mulutnya mengoceh tiada henti ketika berjalan ke kamar. Tawaran Arash untuk menggendongnya ditolak.

"Maduu ... Andhis pulang sama siapa? Lo kasihan banget ya? Maaf ya madu lo harus angkut gue juga." Gadis yang menggelayuti lengan Arash itu menatapnya dengan mata yang sayu dan cekikikan sambil terus memanggilnya madu. Mungkin dia kira Arash adalah madu. Entah manusia mana yang dipanggil madu oleh gadis ini.

Arash sudah tidak sabar lagi membantu Zea berjalan sempoyongan seperti ini. Dengan cepat dia menyelipkan tangan kanannya di balik lutut gadis ini dan mengangkatnya. Menggendong Zea menuju kamar yang akan ditempati.

Gadis itu terkesiap ketika Arash mengangkatnya. "Eh, madu kok lo kuat banget? Madu? Ini beneran madu 'kan?" Tangan Zea menepuk-nepuk pipi Arash. "Andhis aja nggak pernah mau gendong gue. Dia selalu bilangnya nggak kuat." Arash tetap diam tidak menghiraukan ocehan gadis yang mabuk ini.

Arash menurunkan Zea di atas ranjang besar yang ada di kamar utama villa ini. Melepas heels dan juga ikat pinggang yang menempel di celana gadis itu. Lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh Zea hingga batas dada. Ketika baru akan berjalan untuk mematikan lampu utama, tangannya diraih dan digenggam erat oleh Zea. Gadis itu kembali membuka matanya.

"Madu ... " panggilnya lirih.

"Boleh nggak gue besok ikut lo dan Grisel?" tanyanya dengan tatapan penuh harap.

"Hem?" Arash hanya mengangguk lalu mendudukkan dirinya di pinggir ranjang.

"Gue nggak mau pulang sama Andhis. Andhis pasti akan maksa gue buat nemuin lelaki kenalannya Opa. Andhis pasti lebih nurut ke Opa dari pada sama gue. Gue enggak mau Madu. Gue enggak mau makan malam sama lelaki yang katanya Opa punya banyak kebun rempah-rempah itu. Gue enggak mau jadi istrinya tukang kebun. Gue juga takut kalau ketemu sama pria brengsek kaya Rengga lagi. Kejadian itu suka datang dalam mimpi. Gue nggak bisa tidur tenang Madu ... " rengek Zea dengan semakin erat menggenggam tangannya.

"Saya nggak akan biarkan kamu jadi istri siapa pun."

Zea menepuk paha Arash lumayan kencang sehingga membuat sang empunya mengaduh. "Kok lo masih formal aja sih Madu?"

"Sekarang sudah malam, lebih baik kamu tidur lagi, ya?"

"Bisa enggak lo tidur sini aja? Gue takut kalau tiba-tiba Andhis bawa gue pulang, Madu."

Arash mengangguk, "saya matikan lampunya dulu," ujarnya, lalu bangkit menuju ke saklar di dekat pintu kamar.

Mata Zea mengikuti pergerakannya. Gadis itu kembali memejamkan matanya setelah Arash membaringkan tubuh di sampingnya.

"Lo tambah gendut ya, Madu? Kerasa banget pergerakan ranjangnya pas elo naik."

***

Melihat makanan di piring Zea yang masih tersisa, Arash hanya diam saja memperhatikan. Dia akan menunggu sampai gadis itu menyelesaikan makannya.

COMPLEMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang