COMPLEMENT - 22

17K 1.1K 15
                                    

Haloo👋👋

Happy Reading 😊

Jangan lupa vote dan komentarnya yaa 🌟❣️

.

.

.



"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin ... "

"Maksud dokter?" Aryatama menyela ucapan Dokter Hakim.

Enggak. Enggak mungkin Arash ...

Zea menyenderkan bahunya ke tembok karena mendengar sepotong kalimat yang diucapkan dokter. Tubuhnya hampir limbung jika tidak ada dinding di sampingnya. Jantungnya hampir ikut berhenti berdetak jika ketakutan yang ada dalam pikirannya benar menjadi nyata.

Terdengar helaan napas dari Dokter Hakim.

"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan operasi ini. Dan alhamdulillah operasi berjalan dengan lancar. Namun, untuk saat ini pasien belum sadarkan diri dan masih dalam keadaan kritis. Tim dokter akan terus mengamati perkembangan pasien. Untuk sementara, pasien belum bisa di tempatkan di ruang rawat inap. Pasien akan segera dipindahkan ke ruang ICU."

Zea sedikit merasa lega. Namun, rasa khawatir dan ketakutannya masih tetap sama. Apalagi melihat ayah Arash mengelap sudut matanya dengan sapu tangan. Rasa takut yang Zea rasakan mungkin tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan ketakutan orang tua Arash. Terlebih lagi Arash merupakan anak tunggal, sama seperti dirinya. Pasti kedua orang tuanya benar-benar tidak siap jika harus kehilangan anaknya. Zea hanya bisa meminta pada Tuhan agar memberikan kesempatan untuk Arash bisa kembali bersama dengan keluarganya. Zea melihat kedua mata Aryatama memancarkan kesedihan mendalam yang membuatnya semakin merasa bersalah.


***


"Zea ... " Aryatama memanggil namanya dengan lirih.

"Iya, Om?"

"Sebaiknya kamu pulang, ya? Bukannya Om mengusir kamu. Tapi, ini sudah larut malam. Kalau kamu tetap di sini nantinya tidak bisa istirahat. Orang tuamu juga pasti khawatir anak perempuannya belum di rumah sampai selarut ini. Pak Sapto bisa mengantarkan kamu pulang, Nak."

Larut apanya Om? Ini hampir dini hari.

Zea menuruti saran dari ayahnya Arash. Gadis tersebut langsung berpamitan dan menyalami tangan Aryatama.

"Zea." Langkah Zea yang mengikuti Pak Sapto terhenti ketika mendengar Aryatama memanggilnya.

"Kamu besok akan kembali ke sini lagi 'kan?"

Zea termenung sejenak. Sejujurnya dia tidak ingin berurusan lagi dengan Arash. Tapi, mengingat kondisi pria itu yang belum sadarkan diri hingga kini membuatnya juga ingin tahu bagaimana perkembangan keadaan Arash. Terlebih kecelakaan itu terjadi ketika Arash bersama dengannya.

"Besok saya ada shooting, Om. Setelah shooting saya selesai, akan saya usahakan untuk ke sini."

Aryatama mengangguk dan tersenyum tipis mendengar jawaban Zea, "Arash pasti akan senang jika dia sadar, kamu juga ada di sini."

Senang? Untuk apa Arash senang? Zea bukan siapa-siapanya. Lalu, untuk apa ayahnya harus berbicara seperti itu? Tidak mungkin 'kan orang tuanya tahu jika Arash mengajaknya menikah belum lama ini? Apa ini memang rencana yang disusun keluarga Bahuwirya untuk bisnisnya? Tapi, Zea sama sekali tidak ada hubungannya dengan bisnis konstruksi. Bahkan, gadis itu tidak tahu menahu tentang hal tersebut. Pikiran Zea penuh dengan banyak pertanyaan. Mungkinkah Arash mendekatinya dengan tujuan untuk melobi papinya agar terhubung dengan orang pajak? Dilihat dari alasan yang diungkapkan Arash padanya memang tidak masuk akal. Jadi, hipotesa Zea jika Arash mendekatinya untuk melobi papi itu kemungkinan bisa benar.



COMPLEMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang