COMPLEMENT - 43

8.5K 665 12
                                    

Haloo👋👋

Happy Reading 😊

Jangan lupa vote dan komentarnya yaa 🌟❣️

.

.

.



Zea sangat menyesali pertanyaan yang keluar dari mulutnya beberapa menit lalu. Mengapa juga dia harus bersikap impulsif hanya karena merasa ada yang salah jika Arash begitu saja meninggalkannya setelah sekian minggu tidak berjumpa. Akibat dari satu pertanyaan yang dicetuskannya membuat penyanyi wanita itu harus berada di mobil bersama Arash menuju bandara dengan gaun yang masih dikenakannya pada acara resepsi tadi.

Semalam Zea memang tidak bisa tidur sebab memikirkan bagaimana dirinya akan menjalani kehidupan seterusnya. Gadis itu meragukan keputusannya sendiri. Apakah memang sudah tepat jika dia memilih untuk tidak menikah? Dan apabila memilih untuk menikah, apakah suaminya nanti bisa menerima dia? Apa traumanya bisa terobati seiring dengan berjalannya waktu? Zea juga sudah menghubungi dokternya untuk membuat janji temu. Dia tidak ingin hidupnya terus dipenuhi dengan bayangan kejadian menyakitkan malam itu. Dia ingin hidup dalam kedamaian dan normal seperti sediakala.

"Kita udah sampai, Arunda." Pria yang duduk disebelahnya tersebut baru mengeluarkan kata setelah sekitar satu jam lebih terdiam dan sibuk dengan komputer tablet yang dipegangnya. Arash juga tadi sempat melakukan panggilan telepon yang cukup lama dengan pegawainya. Zea tidak tahu sama sekali apa yang dibicarakan oleh pria tersebut. Sepertinya memang ada hal mendesak yang mengharuskannya untuk ikut turun langsung. Zea juga baru tahu ke mana tujuan mereka setelah mendengar pembicaraan Arash ditelepon.

Zea menghela napasnya. "Ar, lo jangan mulai gilanya ya. Gue nggak mau ikut lo ke IKN. Lo nggak lihat gimana tampilan gue sekarang? Kalau sampai di dalam nanti ada wartawan yang notice ada gue, dia bisa ngikutin sampai ke sana, Ar. Udah deh lebih baiknya gue balik lagi ke resort. Lo nggak perlu khawatir, gue bisa balik sendiri naik taksi."

Arash menggeleng tegas. "Kita perlu bicara. Aku nggak m-"

"Pak, Bu, mobil di belakang udah klakson dari tadi. Lebih baik kita turun sekarang." Fredy menyela ucapan atasannya. Hal tersebut membuat mereka mau tidak mau harus turun dari mobil. Zea berdecak tidak suka, namun gadis itu akhirnya tetap ikut turun dan berjalan mengikuti langkah Arash yang menggandengnya menuju ruang tunggu VIP bandara.

Mereka ditinggal berdua duduk di salah satu sofa yang ada di sana. Zea tidak tahu entah ke mana perginya sekretaris Arash. Zea juga baru menyadari jika koper mereka sudsh tidak ada.

"Kamu bisa ganti terlebih dulu, Arunda. Pesawat kita baru siap sekitar dua puluh menit lagi."

"Ayo, saya antar kamu ke toilet."

Zea memutar kedua bola matanya. "Lo nyuruh gue ganti apa? Pakai daun? Koper kita udah dibawa pergi sama sekretaris lo."

Pria itu menoleh ke sekitar dan baru menyadari jika koper mereka sudah tidak ada. "Aku coba telepon Fredy untuk bawa koper kamu ke sini."

Tidak lama setelah melakukan panggilan telepon dengan sekretarisnya, Arash kembali memusatkan atensinya pada gadis yang duduk di sampingnya. "Maaf Arunda, koper kita sudah masuk ke bagasi. Perjalanan kita enggak akan lama kok. Bukan masalah besar 'kan jika kamu tetap memakai ini?"

COMPLEMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang