COMPLEMENT - 16

18.4K 1.1K 3
                                    

Haloo👋👋

Selamat bermalam minggu teman-teman

Happy Reading 😊

Jangan lupa vote dan komentarnya yaa🌟❣️

.

.

.

Sinar mentari pagi menembus dinding kaca. Menyilaukan mata gadis yang baru saja terbangun dari tidurnya dengan mengerjapkan mata. Gadis itu bangkit dari tidurnya dan menyenderkan tubuhnya pada headboard. Memegang kepalanya karena merasakan pusing. Tak hanya itu, dia juga merasakan mual dan ingin segera mengeluarkan isi perutnya. "Shit," umpatnya pelan yang masih bisa didengar oleh pria yang sedari tadi memperhatikannya.

Huuk

Gadis itu segera membekap mulutnya dan menyibak selimut untuk turun dari ranjang. Dan betapa kagetnya dia kala matanya bertemu tatap dengan pria yang kemarin sore menemuinya di kedai es krim.

Ya, pria itu adalah kolega Kak Marco. Pria yang mengirimkan mobil ke rumahnya, pria yang terus menerus menanyakan jadwalnya pada agensi, dialah Arash.

"Hai ..."

Sapaan dan senyuman dari pria yang duduk di depannya seketika menghentikan tangan Zea yang akan menyuap es krim kelapanya. Matanya membulat menatap pria itu. "Kamu?"

"Hai, Zea Arundati. Bagaimana kabar kamu setelah plesiran selama dua bulan?"

Senyumannya membuat Zea merinding. Zea menoleh ke area kasir—di mana Andhis berada untuk memilih jajanan tradisional untuk mereka—namun, manusia yang dicarinya tidak ada. Pandangannya menyapu ke seluruh kedai es krim tersebut tapi, tetap tidak ada. Ketika Zea baru saja berdiri untuk menghindar dari pria ini, tangannya dicekal. Ditarik untuk duduk kembali.

"Asisten kamu sudah pergi lebih dulu."

"Maksudnya?"

"Iya, dia sudah tidak ada di sini."

Zea mengepalkan kedua tangannya di paha, "lo bawa Andhis kemana?"

"Tidak kemana-kemana. Dia akan tetap aman bersama sekretaris saya. Saya hanya ingin berbicara serius berdua dengan kamu."

Pria itu mencondongkan tubuhnya ke depan. Zea terkesiap memundurkan tubuhnya. "Mau ngapain lo? Gue bakalan teriak kalau sampai ujung kuku lo berani nyentuh kulit gue!" Pria itu hanya tersenyum menanggapi ancaman Zea. Tangan kirinya terulur untuk menarik topi lebar berwarna putih yang digunakan Zea untuk menutupi wajah gadis itu. Pria itu menundukkan kepalanya hingga wajah mereka sepadan dengan jarak kurang dari sepuluh sentimeter. Zea menahan napasnya karena jarak yang terlalu dekat. "Tetaplah bernapas, Arundati! Di seberang jalan sana ada wartawan yang mencuri foto kamu. Tahan sebentar saja!"

Tempat yang dipilihnya memang berada di luar kedai. Tepatnya berada di pelataran kedai yang luasnya tidak seberapa. Kedai yang menyediakan berbagai macam olahan dari bahan dasar kelapa ini memang memiliki luas yang lumayan sempit. Namun, pengunjungnya tidak pernah sepi. Pilihan tempat duduknya memang memudahkan seseorang untuk mengambil potretnya sebab, berada di pinggiran jalan raya.

COMPLEMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang