COMPLEMENT - 13

12.9K 809 3
                                    

Haloo👋👋

Selamat menunaikan ibadah puasa untuk kalian semua umat muslim yang menjalankan😁

Happy Reading 😊
Jangan lupa vote dan komentarnya yaa

.

.

.

“Gimana salon lo? Udah buka?” ucap Zea mengulang lagi pertanyaannya yang belum dijawab oleh Andhis.

Andhis menggeleng, “gue ‘kan udah pernah bilang sama lo babe. Gue mau buka salon itu berdua sama lo. Grand openingnya ya nungguin elo comebacklah babe.”

“Itu ‘kan salon punya lo, Dis. Ngapain nungguin gue? Duit juga duit elo.”

“Ya ‘kan lo mau gue jadiin brand ambassador Zea. Sekalian promosiin juga biar rame.”

“Gue nggak mau ya kalau gratisan. Lo yang paling tahu berapa budget gue,” ucap Zea dengan menyeringai.

Toyoran pelan dilayangkan Andhis ke kepala Zea, “dasar mata duitan lo! Sama temen sendiri nggak mau bantuin. Nggak tahu apa kalau gue udah libur hampir dua bulan.”

Zea kembali menoyor balik kepala sahabatnya, “lo pikir gue juga nggak libur? Gue juga butuh duit oon. Orangnya emang temen. Tapi, duitnya enggak ya!”

“Halah, lo nggak kerja juga udah dapat uang jajan berlebih ‘kan dari bokap lo?”

Kali ini Zea menggeplak kepala Andhis lumayan keras, “kalau gue nggak kerja lo juga nggak ada kerjaan goblok! Dasar oon!”

“Iya juga ya?” kata Andhis dengan kepala mengangguk-angguk. Andhis mengingat sesuatu lalu memutar tubuhnya sembilan puluh derajat menghadap penuh Zea. “Zee, mobil yang waktu itu kok masih ada di garasi? Bukannya mau dibalikin sama Om Abi?” Zea tetap menghadap ke depan dan mengendikkan bahunya. Dia juga tidak tahu menahu tentang mobil itu. Papinya pernah bertanya apa Zea tahu siapa pengirim mobil itu. Tapi, setelah Zea menjawab tidak tahu, papinya sudah tidak pernah lagi mempertanyakan tentang mobil itu. Bahkan, Zea juga tidak tahu jika papinya sempat ingin mengembalikan mobil itu.

“Lo beneran nggak tahu siapa pengirimnya, Zee?” Andhis tidak percaya akan apa yang pernah Zea katakan. Dalam hatinya yakin sekali kalau sebenarnya Zea tahu siapa pengirimnya. “Serius lo nggak tahu, Zee?” tanyanya lagi memastikan. Dan Zea masih saja bungkam. Mulut gadis itu tetap mengunyah kastengel tidak menghiraukan Andhis yang sedari tadi mencecarnya. “Mungkin nggak sih itu dari cowok yang di Ba—“ Andhis menghentikan ucapannya ketika Zea dengan tiba-tiba memalingkan wajah menghadapnya dengan mata melebar. Keduanya saling pandang. Tanpa mengatakan apa pun mereka tahu jika keduanya berpikiran sama.

Andhis berdeham lalu mengalihkan pandangan ke arah lain.

“Lo tahu sesuatu?” tanya Zea setelah kembali menghadap ke depan. Ketika Andhis menjawab tidak, Zea melirik sahabatnya. Dia sadar akan sikap Andhis yang seperti menutupi sesuatu. “Gue yakin lo tahu sesuatu.”

Andhis menarik napas lalu menghembuskannya, “sebenarnya gue nggak boleh bahas ini sama Bang Diran.” Lelaki gemulai itu menjeda ucapannya yang membuat Zea semakin penasaran. Zea mengguncang bahu Andhis, “apa yang nggak boleh dibahas? Cepet kasih tahu gue!”

Andhis menatapnya serius, “lo tahu siapa lelaki itu?”

“Arash. Namanya Arash ‘kan?” Seingatnya nama itu uang disebutkan oleh sekretaris dari pria tersebut malam itu. Zea menjawab pertanyaan Andhis dengan mengerutkan dahinya. Andhis menggelengkan kepalanya, “bukan itu maksud gue. Lo tahu nggak dia itu siapa?” Zea hanya tahu namanya. Selain nama lelaki tersebut yang diketahuinya tentang lelaki itu adalah profesinya yang merupakan seorang pengusaha. Sebab, Kak Marco waktu itu bilang kalau lelaki itu adalah kolega bisnisnya.

COMPLEMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang