Eisa membiarkan Juna membawanya entah ke mana. Pandangannya kosong, bibirnya terkunci rapat, dan tak ada niat menolak kabur dari bimbingan Juna. Entah kenapa, untuk saat ini Eisa hanya ingin termenung tanpa harus memikirkan hal lain. Meskipun sebenarnya, ada bagian kecil dari dirinya, yang masih ingin mengetahui hubungan Juna dan sang suami.
Juna membawa Eisa pergi jauh ke sebuah bangunan tinggi, yang tak Eisa kenali adanya. Pria itu mempersilakan Eisa masuk seperti tamu, tapi tak membiarkan Eisa pulang seperti tahanan. Di dalam otak Juna, muncul pikiran-pikiran untuk memanfaatkan Eisa yang ternyata sangat mudah dibawanya ke rumah. Sementara Eisa sendiri, tak merasa dirinya sedang diculik.
"Kau menangis dan berjongkok di depan reruntuhan. Apa kau masih waras?" tanya Juna, sembari mengambil dua gelas dan botol minuman berwarna merah.
Satu gelas tersaji di depan Eisa, sementara satu gelas lagi berada dalam genggaman Juna. Pria itu mempersilakan tahanannya untuk mencicipi minumannya di depan. Namun, Eisa sendiri hanya duduk dan menyandarkan tubuhnya ke sofa.
Keheningan memenuhi tempat mereka saat ini berada. Juna sibuk menggoyang-goyangkan cairan dalam gelas, sembari menunggu Eisa. Sementara Eisa sendiri hanya bisa menutup mulut, dengan pandangan berpaling ke arah lain. "Bukan urusanmu," gumam Eisa.
Perhatian Eisa buyar, tak menganggap keberadaan Juna saat ini begitu berarti untuknya. Juna yang merasa terbaikan tersenyum kecut, kemudian menaruh gelas minumannya di atas meja. Dia berdiri dari sofanya, dan berjalan ke arah Eisa sembari memberitahu, "Ada peraturan yang harus kau terapkan, ketika menginjakkan kakimu ke wilayahku."
"Yang pertama menuruti apa yang kumau, yang kedua mendengarkan apa yang kuucapkan...."
Juna menyentuh dagu Eisa, pria itu memaksa Eisa untuk menatap ke arahnya. "Dan yang ketiga, fokus kepadaku. Hanya padaku," peringat Juna.
Keempat mata bertemu, dan Eisa bisa mengenali mata yang persis seperti sang suami. Sayangnya, Eisa tak bisa menemukan pandangan tulus, dan kasih sayang yang tersimpan. Di kedalaman tatapan Juna, yang Eisa temukan hanyalah kesombongan dan dendam yang sudah menjamur, sampai terasa kuat lewat sentuhan paksa di dagu Eisa.
Tatapan mata Juna yang semakin menjadi tajam, Eisa terima sebagai lomba tatap mata. Wanita itu ikut menajamkan matanya, tanpa rasa sedikit pun. Entah kenapa, saat dia berada di dekat Juna, dia tak merasakan getaran yang sama seperti yang biasa dia rasakan ketika Juan menyentuhnya. Bahkan, detak jantungnya pun terbilang normal, tanpa harus berdetak kencang karena tersipu.
"Kau sepertinya butuh perhatian, baiklah aku akan mencoba memperhatikanmu," bisik Eisa tetapi pandangan matanya masih tak tertarik.
Juna melepas pegangan tangannya pada Eisa. Pria itu mengurut keningnya lalu berdiri tegak dengan senyuman kecut. Dia menebak jika Eisa benar-benar mempunyai hubungan dekat dengan orang yang baru saja dia bunuh. Oleh karena itu, Eisa tampak seperti orang yang m*ti rasa tanpa semangat hidup.
Namun, bukannya menjauhi orang yang tak memiliki rasa, Juna malah semakin ingin memiliki istri saudara kembarnya sendiri. Pria itu mengambil gelas, dan meminum cairan merahnya sampai habis. Setelah itu, dia mendekat ke arah Eisa, dan mendorong bahu Eisa untuk menempel ke sofa.
"Terserah mau kau berpikir apa tentangku, tapi yang pasti setelah menginjakkan kaki ke sini. Kau harus menyerahkan dirimu padaku. Jadi milikku, dan tinggalkan Juan. Setelah itu, aku akan memberikan apa pun yang tak bisa Juan berikan untukmu," peringat Juna.
Ucapan Juna tepat di hadapannya, membuat Eisa terbatuk beberapa saat. Eisa mengernyitkan kening, apalagi ketika aroma minuman favoritnya dulu, menjadi bau yang menusuk hidungnya. Wanita itu mencoba menahan Juna supaya tidak mendekat ke arahnya, dengan dorongan pada dada Juna. "Berhenti, jangan mendekat lagi."
Penolakan Eisa membuat Juna berdecak. Padahal, Juna mendapatkan Giselle hanya dengan rayuan palsu. Namun, karena Eisa sudah mengetahui identitas aslinya, Juna tak bisa merayu Eisa dengan cara biasanya. Lalu Juna tak mau membuang-buang waktu, ketika istri saudaranya sendiri berada dalam wilayahnya.
Dia memaksa Eisa mendongak, dan mempersilakan tubuhnya untuk dirasakan lebih dari aroma saja. Namun, ketika Juna hampir mendaratkan bibirnya pada leher Eisa, hal yang tak biasanya terjadi di hadapannya sendiri. Eisa memuntahkan isi perutnya pada dada Juna, sampai Juna memelototkan mata dan berdiri untuk menjauh dari sumber masalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAMAFIA [Junhao] Republish
FanfictionCita-cita Eisa adalah menjadi seorang mafia disegani seperti sang Ayah. Namun, dia malah mengandung anak dari pewaris manja, yang sering dirisak saudaranya. Karena Eisa mengandung sebelum menikah, Eisa akhirnya diusir sang Ayah. Sementara orang yang...