Permintaan Eisa tak didengar para perawat. Mereka menarik Eisa untuk pergi dari depan ruangan Juan, dan tepat ketika tubuh Eisa tertarik pergi, pintu kamar Juan terbuka menampilkan Juan yang susah payah berjalan, dengan tangan kiri diperban. "Eisa!"
"Berhenti kalian! Jangan pernah berani menyentuh apalagi memaksa istriku untuk pergi!" teriak Juan.
Para perawat melepas tangannya pada Eisa, dan Eisa akhirnya berjalan sampai Juan menyambutnya dalam pelukannya. Juan mendekap Eisa dengan tangan yang masih dibalut perban. Pria itu mencoba menenangkan Eisa yang mulai menangis, kemudian menatap tajam ke arah kedua orang tuanya.
"Jika Eisa pergi dari rumah sakit, maka aku juga akan akan pergi. Jika kalian ingin Eisa berpamitan pergi dari rumah, maka aku juga akan melakukannya," jelas Juan.
Ibu Juan langsung memelototkan mata, dan berkata, "Juan, kau masih belum pulih, Nak! Cepat kembali, dan jalanilah perawatanmu!"
Juan berkata, "Aku bisa melakukannya di rumah baruku bersama Eisa. Jadi, jangan pernah berniat memisahkanku dengan Eisa."
"Lebih baik, kalian urus saudara kembarku, supaya dia tidak berulah dan kembali mencuri istriku!" gerutu Juan.
Dengan tubuh yang masih lemah, Juan menarik tangan Eisa untuk pergi dari hadapan kedua orang tuanya sendiri. Hal ini membuat Eisa memelototkan mata, dan berkata, "Juan, kau belum pulih! Jangan keras kepala, dan kembalilah ke ruanganmu!"
Juan berkata, "Tempat ini tidak baik untukmu dan juga anak kita. Aku bisa menyewa dokter ataupun perawat di rumah baru kita."
"Rumah baru?" tanya Eisa.
Juan mengangguk, dan menjawab, "Ya. Aku pernah menceritakannya padamu, bukan? Mulai detik ini, aku ingin hidup mandiri tanpa payung perlindungan dari orang tuaku."
"Kali ini, aku yang akan menjadi payung pelindung untuk keluarga kecil kita," jelas Juan.
•••
Juan meminta sopirnya untuk mengantarkan dirinya ke rumah baru, sekaligus merekrut para pekerjanya dan para perawat. Awalnya Eisa pikir Juan hanya menggertak orang tuanya saja. Namun, ketika Juan membawanya ke sebuah rumah besar, dengan halaman luas yang membuat Eisa tak bisa berkata-kata.
Juan segera dirawat oleh para perawat, sementara para pelayan lain terburu-buru memeriksa keadaan Eisa. Mereka membantu Eisa berganti baju, sekaligus memberi Eisa makan dan obat untuk kesembuhan anaknya. Baru setelah itu, Eisa masuk ke kamar Juan yang kini beristirahat penuh, setelah menitipkan istrinya pada semua pelayan dan perawat.
"Juan benar-benar berusaha keras memenuhi ucapannya, sedangkan aku? Apa yang bisa aku lakukan untuk membalas budi pada Juan?" tanya Eisa.
Eisa diam-diam mengusap lembut rambut Juan. Wanita itu merindukan pria yang ada di depannya, sampai tak sadar ketika jemarinya terus mengusap lembut rambut Juan, dan Juan semakin tenggelam ke alam mimpi. Eisa tak sadar, bola matanya mulai dilapisi cairan bening.
Setelah memastikan, Juan tertidur pulas, akhirnya Eisa memustukan untuk pergi meninggalkan Juan. Dia tak ingin mengganggu Juan dengan tangisannya, tetapi Juan tiba-tiba bangkit dan duduk di ranjangnya, sembari menahan pergelangan tangan Eisa. "Beristirahatlah bersamaku di sini. Memangnya kau ingin tidur di mana?" tanya Juan.
Eisa berkata, "Aku... aku takut mengganggu waktu istirahatmu. Lebih baik---"
"Kamar sebelah belum dibersihkan. Jadi, tidurlah bersamaku di sini. Setelah beristirahat, besok aku akan meminta ceritamu," ucap Juan.
Eisa ingin menolak, dan Juan tiba-tiba mendekatkan wajahnya pada perut sang istri. Pria itu memberi kecupan di perut Eisa, hingga Eisa tersenyum dan meneteskan air matanya. Juan berbisik, "Aku merindukanmu dan anak kita. Lihat ini, mereka tumbuh besar tanpa pengawasanku selama berminggu-minggu."
Akhirnya Eisa menerima tawaran Juan untuk tidur di sampingnya. Wanita itu mendekat ke tubuh Juan, sebelum akhirnya menutup kelopak matanya. Eisa merindukan perasaan dan debaran dadanya, ketika berada di samping Juan. Dia merindukan suara lembut, dan usapan Juan yang membuat dirinya merasa nyaman.
"Aku juga," bisik Eisa.
Bisikan Eisa membuat Juan tersenyum, dan mendaratkan bibirnya di kening sang istri. Dia mendekap Eisa sembari berkata, "Aku senang mendengarnya. Meskipun, aku sempat merasa cemburu, melihatmu berciuman dengan orang yang mirip denganku. "
Eisa langsung menggelengkan kepala, dan menjelaskan, "Itu... tidak seperti yang kau lihat! Pria itu memaksaku untuk melakukannya, jika tidak... dia... dia... dia mengancam akan menyakiti anak kita."
Juan mengusap lembut rambut sang istri. Dia membalas, "Aku tahu. Lagi pula, ini salahku sendiri yang tak bisa menjaga dirimu. Maafkan aku. Kau pasti tertekan, ini salahku."
Eisa membalas, "Tidak, ini salahku juga. Harusnya aku tidak membiarkan pria itu menyentuhku. Apalagi, wajahnya mirip denganmu, aku sempat berpikir kau yang melakukannya, tapi... saat aku melakukannya... aku... aku merasa tidak senyaman melakukannya denganmu."
Ucapan Eisa memancing Juan untuk menarik Eisa semakin dekat ke tubuhnya. Pria itu menyentuh dagu Eisa, kemudian merambat ke bibir sang istri. Juan berkata, "Membayangkannya membuatku cemburu lagi, tapi aku senang mendengarmu lebih suka melakukannya denganku."
Eisa tersenyum, dan akhirnya menjauhkan jemari Juan pada bibirnya. Tanpa diminta, Eisa memajukan wajahnya dan mendaratkan bibirnya tepat di bibir Juan. Wanita itu memberinya satu kecupan kecil, sembari berkata, "Maaf sudah membuatmu cemburu."
Pergerakan Eisa membuat Juan tak tahan untuk menarik wajah Eisa dan kembali menyatukan bibir keduanya. Padahal, Juan masih belum pulih sepenuhnya, tetapi ketika bibirnya bertemu dengan Eisa, Juan kehilangan rem pengendali dirinya. Dia menyelusup masuk ke mulut Eisa yang terbuka menerima undangannya saling merasa.
Pangutan Juan yang memburu, membuat Eisa tersenyum dan menikmati setiap rasa rindu yang Juan coba sampaikan. Pria itu membuat Eisa nyaman, meskipun gerakannya lebih menggebu dari biasanya. Dia mengusap lembut pipi sang istri, sebelum melepas bibirnya hanya untuk menarik dan mengeluarkan napas.
"Bagaimana sekarang? Apa kau masih suka?" tanya Juan.
Eisa mengangguk, dan Juan tersenyum puas. Pria itu kembali memeluk Eisa sekuat tenaga, kemudian kembali menyatukan bibir keduanya. Sampai kelopak matanya tertutup, dengan tangan yang saling menggenggam tangan satu sama lain. Eisa berani bersumpah, jika sentuhan dan perhatian Juan, adalah sebuah berkah yang tak akan pernah bisa dia lupakan begitu saja.
"Aku benar-benar merindukanmu," bisik Eisa, tepat di telinga Juan.
Juan mengusap lembut pipi Eisa. Dengan napas terengah-engah, dia menurunkan jemari tangannya ke leher Eisa, kemudian mendarat di kancing pertama baju sang istri. "Eisa, usia kandungan anak kita sudah trimester kedua, apa tidak masalah jika aku melepas rinduku padamu malam ini? Aku janji, akan pelan-pelan."
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
MAMAFIA [Junhao] Republish
FanfictionCita-cita Eisa adalah menjadi seorang mafia disegani seperti sang Ayah. Namun, dia malah mengandung anak dari pewaris manja, yang sering dirisak saudaranya. Karena Eisa mengandung sebelum menikah, Eisa akhirnya diusir sang Ayah. Sementara orang yang...