"Istrimu ada di rumahku. Dia ingin meninggalkanmu, dan tak ingin kembali lagi ke rumahmu. Jadi, jangan cari dia."
Tulisan yang ada di kertas malah semakin membuat jantung Juan berdetak kencang. Pria itu meremas kertasnya menjadi bagian-bagian lebih kecil, sebelum menggenggamnya kuat-kuat. Di pikiran Juan muncul bayangan-bayangan perbuatan yang sudah dilakukan Juna. Entah apa tujuan akhir yang Juna harapkan, tetapi Juan tak bisa mempercayai secarik kertas tanpa pengakuan langsung dari sang istri.
"S*alan, apa yang sebenarnya orang itu pikirkan?!" tanya Juan yang semakin mengepalkan tangannya.
Juan tak bisa membuang-buang waktu hanya untuk diam, tanpa kepastian yang jelas. Pria itu kembali mengerahkan semua bawahannya untuk mencari sang istri. Meskipun akhirnya, Juan dipanggil sang ibu untuk datang ke rumah sakit, dan menemani Giselle.
Sejujurnya, Juan enggan untuk berdekatan dengan Giselle, karena takut sang istri akan cemburu lagi. Namun, karena sang ibu mengatakan akan menceritakan soal kejadian masa lalu, akhirnya mau tak mau Juan pergi ke rumah sakit untuk mencari tahu tempat tinggal Juna saat ini.
Ketika Giselle sudah tertidur pulas di ruang pasien, ibu Juan keluar dari ruangan dengan mata bengkak dan tatapan sayu. Wanita itu mengajak Juan untuk duduk di depan ruangan Giselle, dan menjelaskan foto yang Juan dapat dari Eisa. "Ya, kau benar. Kau memang mempunyai saudara kembar. Namanya Juna. Dia lahir sebelum dirimu."
"Kenapa dia tak ada bersama kita? Ke mana dia selama ini? Kenapa baru sekarang dia muncul?" tanya Juan.
Dari tatapan dan nada bicara sang ibu, Juan tahu jika ibunya sebenarnya tak ingin menceritakan kisah ini. Namun, mau ditutup-tutupi pun, Juan tetap ingin mencari tahu. Mau tak mau, sang ibu menelan ludahnya sendiri, dan melanjut dengan mata berkaca-kaca, "Saat ayahmu masih hidup serba kekurangan, kami berutang pada mafia luar yang terkenal bengis."
"Karena ayahmu dan ibu tak bisa melunasi utang, para mafia itu mengancam akan menghabisi nyawa kami. Tapi, karena keegoisan dan ketakutan kami, kami malah memberikan Juna sebagai jaminan."
"Lalu setelah itu... ayahmu mencari-cari uang, tapi setelah mendapatkannya dan ingin membayar utang... para mafia bengis itu mengatakan jika mereka sudah menjual org*n tubuh Juna kecil pada orang lain."
"Ibu dulu percaya saja, dan menganggap Juna sudah tiada. Lalu ayahmu memutuskan untuk memulai hidup baru, melupakan dan menyembunyikan kehidupan suram kami di masa lalu," jelas ibu Juan dengan mata yang mulai meneteskan air.
Juan merasakan lututnya bergetar hebat, ketika mendengar cerita sang ibu. Pria itu meneguk ludahnya sendiri, sembari mengurut keningnya. Selama ini, Juan hidup nyaman dan terlindungi, sehingga dia menjadi pribadi yang hangat dan perhatian. Akan tetapi Juna? Anak itu sejak kecil, dijadikan jaminan dan bahkan dikatakan sudah tiada. Juan tak bisa menebak, penderitaan apa saja yang Juna rasakan, sampai tumbuh menjadi pria pendendam seperti ini.
"Juna dikatakan sudah tiada, tapi sekarang dia muncul dengan bawahan yang sangat banyak. Sepertinya, para mafia itu tidak menjualnya, tapi membesarkannya sampai menjadi pria pendendam seperti ini," tebak Juan.
Ibu Juan menundukkan kepala, sembari mengusap air di matanya. Dia menggenggam erat tangan Juan, lalu berkata, "Maafkan ibu, karena menyembunyikan hal ini. Ibu hanya tak mau, masa lalu itu kembali membuat kehidupan kita terganggu. Tapi ternyata, setelah disembunyikan pun, kebenaran tetap terbongkar pada waktunya. Ibu salah."
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
MAMAFIA [Junhao] Republish
FanficCita-cita Eisa adalah menjadi seorang mafia disegani seperti sang Ayah. Namun, dia malah mengandung anak dari pewaris manja, yang sering dirisak saudaranya. Karena Eisa mengandung sebelum menikah, Eisa akhirnya diusir sang Ayah. Sementara orang yang...