43. Dendam (2)

86 19 0
                                    

Juan memberontak dari genggaman tangan pria yang membawanya pergi. Dia berusaha melepaskan diri, tetapi jumlah orang yang melawannya tak sebanding dengan dirinya yang hanya satu orang. Pria itu mendapatkan satu pukulan di wajah, bersamaan dengan tubuhnya yang diikat paksa di halaman rumah Juna.

"B*jingan! Keluar kau s*alan! Apa sebenarnya mau pria itu!" gerutu Juan.

Juan berteriak, dan satu pukulan kembali melayang pada tubuhnya. Pria itu tak memiliki pengawal yang menjaganya, apalagi jumlah para pengawal yang bertambah seiring berjalannya waktu. Mereka memberikan beberapa pukulan untuk memenuhi perintah Juna, hingga akhirnya wajah Juan yang terbiasa dihiasi senyuman, menjadi berubah total.

Sudut bibir Juan mengeluarkan cairan merah. Pipinya dihiasi luka lebam, bersamaan dengan goresan yang ada tangannya. Pria itu menurunkan sudut bibirnya sembari mengepalkan tangannya kuat-kuat. Dia baru mengakhiri gerutuannya, ketika pimpinan dari orang-orang yang memukulinya datang dengan senyuman lebar.

Orang itu langsung berjalan ke arah Juan tanpa rasa bersalah sedikit pun. Dia menunjukkan wajah yang sama dengan Juan, tetapi ekspresi dan keadaan mereka jauh berbeda. Juna berkata, "Ceroboh dan b*doh. Kau datang ke wilayah musuh tanpa persiapan yang matang."

"Bagaimana bisa kau masuk dan menerobos rumahku, tanpa pengawalmu itu?"

"Kau pikir aku akan berbaik hati melayanimu di rumahku sebagai tamu?"

" Jika itu maumu, maka ini yang kau dapatkan," jelas Juna dengan mata memelotot.

Juan berdecih, tanpa mempedulikan luka di sudut bibirnya. Pria itu menatap tajam ke arah Juna, kemudian berkata, "Apa yang kau inginkan?! Kenapa kau tiba-tiba datang dan mengacaukan keluargaku?!"

Juna berjalan ke arah Juan, kemudian menjulurkan sebuah belati ke depan leher Juan. Niat awalnya adalah memberikan sapaan rasa sakit di leher Juan, akan tetapi Juna tak mau Juan m*ti begitu saja, tanpa merasakan penderitan bertahun-tahun yang dia rasakan.

"Apa yang kuinginkan adalah melihatmu tersiksa. Sangat tersiksa, sampai dirimu ingin mengakhiri hidupmu sendiri," jelas Juna.

Juan menarik dan mengeluarkan napas panjang. Setelah itu, dia berkata, "Aku tak pernah tahu jika aku memiliki saudara sepertimu. Tapi jika kau melibatkan istriku dalam dendammu padaku, aku tak akan tinggal diam."

Juna tertawa kemudian mendorong kepala Juan ke tembok, sembari menunjuk kepala sang adik. Dia berbisik, "Memangnya apa yang bisa dilakukan oleh pria manja sepertimu? Melindungi diri sendiri saja tak bisa, apalagi melindungi istrimu."

"Lagi pula Eisa mengatakan, jika dia mau tinggal bersamaku dan tak ingin kembali padamu lagi."

"Kau sudah memiliki Giselle bukan? Aku sudah berbesar hati membuat wanita itu kembali padamu, sekaligus membiarkan kalian memiliki anak bersama. Jadi, tidak perlu mempedulikan apa yang sudah menjadi milikku sekarang," jelas Juna.

Juan mengumpat, dan membalas, "B*jingan! Ibu berharap kau bisa kembali ke rumah, dan bertanggung jawab atas kesalahan yang kau buat! Tapi ternyata? Kau tak menyesalinya sedikit pun, dan memanfaatkan semua ini untuk mendesakku menanggung buah kesalahanmu sendiri!"

Juna memberi satu pukulan lagi, dan kali ini hidung Juan mengeluarkan tetesan cairan merah. Setelah itu, Juna menangkup wajah Juan, dan mengarahkan wajah pria itu untuk menatap sorot mata kebencian yang dimiliki Juna.

Juna menjawab, "Untuk apa aku menyesalinya? Tindakanku tak separah ayah dan ibumu yang menjual anaknya untuk membayar utang. Kau tidak pernah tahu rasanya menjadi budak dalam status anak angkat."

"Sementara kau? Dengan enaknya hidup tenang, nyaman dan penuh perlindungan ayah ibu. Sekarang, aku akan menorehkan luka yang sama padamu, sampai kedua manusia itu mengerti penderitaanku," ucap Juna dengan senyuman lebar.

Juna pikir, Juan akan kembali menggerutu. Namun, kali ini Juan menundukkan kepala. Pria itu menatap cairan merah yang ada di sepatunya, baru kemudian mendongak dan memberitahu Juna, "Baiklah. Kau bisa melampiaskan rasa dendammu padaku. Aku bisa menerimanya. Tapi, lepaskan istriku. Dia sedang mengandung, dan membutuhkan perawatan. Lagi pula, dia tak terlibat dalam dendammu padaku."

Juna berdecak, dan berkata, "Kau lihat tadi? Wanita itu begitu senang tinggal di sini, karena aku tahu apa saja yang dia sukai. Di sini dia tak terkekang, sementara di rumahmu? Dia harus menerima kenyataan sebagai ibu hamil yang bahkan tak dia rencanakan sebelumnya."

"Tak perlu khawatir pada istrimu. Aku akan merawatnya dengan baik," lanjut Juna yang malah membuat Juan tertawa meremehkan.

Juan berkata, "Aku tak percaya pada ucapanmu."

"Bagaimana bisa aku mempercayai orang yang sudah melenyapkan ayah dan kakak istriku? Apa Eisa sudah tahu, jika kau pelaku pelenyapan keduanya?" tanya Juan.

•••

MAMAFIA  [Junhao] RepublishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang