Ztwins - 3. Zavin

338 20 3
                                    

Ztwins - Zavin mau!
.
.
^^^

Zavin baru kembali dari masjid dengan koko putih, sarung dan peci hitam, serta sandal jepit hitamnya yang bergerak menggesek permukaan aspal di jalanan komplek perumahannya, ketika tatapnya menangkap sosok sang saudara kembar yang masih mengenakan seragam sekolahnya siang tadi, membonceng teman sekelas sekaligus tetangga rumah mereka, Indira.

Ia melihat setiap pergerakan dua remaja itu sambil menunggu Zayn menghampirinya yang kini menunggu di depan gerbang rumah yang sudah terbuka. Keningnya mengernyit samar ketika melihat Indira kesulitan turun dari motor sampai membuat Zayn harus turun lebih dulu dan bergerak membantunya dengan memegangi kedua lengannya.

Sesaat, keduanya menghilang dari pandangan Zavin karena masuk ke dalam rumah dengan Zayn memapah Indira yang berjalan pincang. Tak lama, Zayn keluar dan mengendarai motornya menuju rumah mereka, membuat Zavin segera membuka gerbang lebih lebar.

"Tumben pulang cepat?" tanya Zavin sesaat setelah menutup kembali pintu gerbangnya dan berjalan mendekati Zayn yang kini memasukkan motor ke dalam garasi yang berada di samping kiri rumah.

"Yang lain sudah balik," jawab Zayn dengan menyangklong tas di satu bahunya, lalu merangkul pundak Zavin untuk kemudian masuk ke dalam rumah bersama-sama.

"Dira kenapa?" Zavin membalas rangkulan Zayn dengan beberapa kali tepukan di pundaknya.

"Jatuh, bannya kena paku, terus ada batu."

"Ada yang parah?" Zavin melepas rangkulannya ketika Zayn pergi ke dapur dan ia berhenti di ruang tengah sambil membuka peci dan kokonya, menyisakan kaos oblong putih dan sarung hitam yang menempel ditubuhnya.

"Lutut sama pergelangan tangan sih yang lumayan. Luka-luka kecil, di telapak tangan, di jempol kaki juga karena dia gak pakai sepatu." Zayn kembali setelah membawa satu kaleng minuman soda dan duduk di sofa, bergabung dengan Zavin yang sudah mendudukkan diri lebih dulu. "Bokap pada kemana?" Pandangannya mengedar mencari anggota keluarga lain yang biasa akan menyambut kedatangannya dengan sindiran dan beberapa rentetan kalimat yang selalu membuatnya menyengir lebar-lebar.

Zavin mengedikkan bahu seraya menyalakan televisi dan memilah channel yang tengah menayangkan acara sepak bola dunia. "Tadi ada telepon, terus ada nyebut nama Tante Sisi gitu. Mungkin mereka ke rumah sakit?"

Zayn menganggukkan kepala mengerti, ikut memperhatikan televisi di hadapannya. "Besok pagi lo jemput Deeva lagi, bisa, 'kan? Gue malas ketemu Pak Botak." Pak Botak yang dimaksud adalah guru matematika di kelas mereka. Zayn sangat tidak suka dengan pelajarannya, juga gurunya. Terlebih, guru itu sangat tegas dan terkesan sangat ketus jika berhadapan dengan Zayn, dan itu selalu membuatnya malas berangkat sekolah jika ada jadwal mata pelajaran beliau.

Zavin yang semula fokus pada pertandingan sepak bola, pun kali ini menoleh ke arah saudara kembarnya yang dengan santai merebahkan diri di kepala sofa dan kakinya berselonjor di atas pahanya. "Ck, lo tuh sudah mau ujian akhir, Zayn! Kurang-kurangi kayak gitu. Setelah lulus nanti, lo bakal kangen sama omelannya, ucapan ketusnya, lirikan tajamnya, jeweran tangannya."

Zayn mendengus mendengar penuturan itu, lalu menutup mata dengan salah satu lengannya. "Gila kali gue kangen hal-hal yang buruk buat gue begitu?"

Zavin terkekeh pelan. "Ya siapa tau ya, 'kan?" Ia berdehem dengan pandangan fokus pada televisi. "Lagian, lo sudah mau lulus, Zayn. Sudah bukan waktunya lagi lo main-main sama sekolah. Sisa satu minggu sebelum ujian akhir, kita cuma tinggal nunggu hasil, habis itu kita bukan siswa sekolah lagi. Lo gak mau mengukir kenangan indah di akhir masa-masa kita jadi anak sekolah? Setelah lulus, kita bukan lagi anak-anak, Zayn. Kita akan jadi orang dewasa, kita akan mulai memasuki fase kehidupan yang sesungguhnya."

Ztwins (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang