Ztwins - 26. Zayn

124 11 2
                                    

Ztwins - Saya terima nikahnya ....
.
.
^^^^

"Om, tunggu!" Keberuntungan bagi Zayn subuh ini, jika biasanya ia tidak pernah melihat Romi dari manapun, sosok mereka bak ditelan bumi setelah hari itu, namun pagi ini Zayn berhasil memergoki pria paruh baya yang hendak pergi bekerja, di jam lima pagi, dimana orang-orang masih bersantai di rumah.

Romi hendak masuk ke mobil begitu saja dengan gerakan buru-buru, namun Zayn lebih cepat mencekal tangannya, membuat gerak tubuhnya berhenti ketika pintu mobilnya terhenti.

"Izinkan saya bicara sebentar, Om." Zayn berbicara dengan tenang, berdiri tegak di hadapan Romi yang mengalihkan pandangan, enggan menatapnya.

Zayn melepas cekalan tangannya dari tangan Romi perlahan, menetralkan napasnya sejenak sebelum mulai bicara. "Saya izin menikahi Indira pagi ini, Om. Jika Om berkenan menjadi wali di pernikahan kami, di KUA jam sembilan pagi. Indira sangat mengharapkan kehadiran Om dan Tante."

"Saya tidak peduli!" Romi membalasnya tak peduli dan memilih memasuki mobilnya.

Zayn membiarkan itu, ia tidak menahannya lagi dengan tindakan, namun perkataannya mampu menghentikan gerakan Romi sekali lagi. "Putri Om akan menjadi milik saya."

Zayn menyunggingkan sebelah sudut bibirnya tipis, sangat tipis. "Saya permisi," katanya sebelum berlalu dengan satu anggukkan singkat, meninggalkan Romi yang masih terdiam di tempatnya.

Zayn pulang ke rumah. Tadi ia baru pulang dari masjid untuk salat subuh berjamaah, bersama Zavin dan sang Ayah juga. Dua laki-laki itu ia minta untuk pulang lebih dulu, saat ia menghampiri Romi tadi.

Di rumah itu, sudah digelar karpet permadani di ruang tamu depan untuk acara syukuran setelah akad nikah dilaksanakan nanti. Di salah satu sisi tembok juga sudah terpasang dekorasi minimalis untuk acara foto-foto keluarga sederhana, hanya untuk dokumentasi agar bisa ditunjukkan pada keturunan mereka, jika mereka bertanya.

Di rumah itu juga sudah berkumpul keluarga Zayn dari pihak Ayah dan Bundanya. Mulai dari Kakek-Nenek yang beryukurnya masih lengkap, lalu Om dan Tantenya, ditambah sepupu-sepupunya.

Zayn melepas kopiah hitamnya, kemudian melemparkan diri duduk di sebelah Zia, Tante bungsu dari pihak Bundanya.

"Ish, Bang! Berat tau!" gerutu Zia sembari berusaha mendorong kepala Zayn yang bersandar di pundaknya. "Mama ... Abang, nih!" Zia merengek pada Ibunya, yang juga Nenek dari Zayn.

"Nenek gue," sahut Zayn seraya bangkit dan berpindah duduk di tengah antara Zia dan Neneknya, bergelanyut pada wanita baya itu.

"Ish, nyebelin banget sih jadi orang!" cerocos Zia tak terima ketika Zayn mendorong tubuhnya untuk menyelinap.

"Tante, gak boleh begitu, Tante," ledek Dzul, adik pertama Aira.

Zia lantas mendelik sebal. "Diam, Paman! Aku masih muda, panggil aku Aunty." Memasang wajah ternistakan.

"Gak cocok deh, bagusan Bibi aja," timpal Wira, adik kedua Aira, yang membuat Zia mengerucut sebal karena hampir semua di ruangan itu tertawa.

"Dah, lah, kita tuh gak sefrekuensi ya, gak usah sok asyik!" Gadis kecil itu memilih berlalu ke dapur, dimana kakak-kakak perempuannya sedang sibuk memasak.

Reynan, saudara kembar Reyhan ikut terkekeh melihat pemadangan itu. "Ada-ada aja."

"Lo beneran mau nikah, Jen?" Dia Fauzan, putra tunggal Reynan yang usianya terpaut satu tahun lebih tua dari si kembar. "Ckckck, nekat banget punya titisan ibu kunti semuda ini."

"Hush, kalau ngomong!" Reyhan menegurnya dengan tatapan tajam ke arah keponakannya.

Fauzan menyengir. "Tapi bener, 'kan, Om? Apa lagi Mami," katanya sambil melongok ke arah dapur, takut jika tiba-tiba ibu kunti yang dimaksud tiba-tiba berdiri di belakangnya dan menarik telinganya hingga terlepas, tidak lucu.

Ztwins (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang