Ztwins - Ngajak juga gak apa-apa sih
.
.
^^^Zayn sedang sibuk bermain game, duduk di sofa ruang keluarga, ketika Indira tiba-tiba datang dan merebahkan kepala di pangkuannya sembari melingkarkan kedua tangan di pinggangnya, sehingga wajah perempuan itu tepat menempel pada perutnya yang rata dan keras.
"Zayn?" panggil Indira yang teredam dalam di perut Zayn.
"Hm?" Zayn masih fokus pada ponselnya, memperhatikan jalannya game yang juga sedang dimainkan oleh temannya yang entah dimana keberadaannya, lalu menggunakan satu tangannya untuk memberi usapan singkat di kepala Indira, sebelum kembali fokus pada game itu.
Dirasa mendapat perhatian dari Zayn, Indira menundukkan sedikit kepalanya agar tidak menempel di perut Zayn yang terlapis kaos oblong putih, masih membiarkan kepalanya di atas paha sang suami yang terlapis celana hitam pendek selutut.
Tangannya kini bergerak memilin-milin kaos milik Zayn dengan jemari kecilnya. "Lo ... mau kuliah?"
Seketika gerak tangan Zayn pada layar ponselnya berhenti begitu saja, tak peduli lagi dengan jalannya game itu, kini ia menunduk dan memusatkan perhatiannya pada Indira. Ditutupnya ponsel itu dan ia lempar begitu saja pada bagain sofa lain untuk fokus mendengar dan berbicara pada wanitanya.
"Kenapa?"
Posisi tidur Indira masih miring menghadap perut Zayn, sehingga ia hanya melirik untuk melihat wajah Zayn yang ada di atasnya.
"Ya ... gak apa-apa, tanya aja." Jelas sekali senyumnya yang getir, mengingat nasibnya yang kini harus fokus dengan kehamilannya dan harus menerima fakta bahwa ia belum bisa masuk ke perguruan tinggi impiannya atau bahkan tidak akan pernah.
Zayn menatap ke depan, berpikir sejenak sambil mengusap-usap kepala Indira tanpa henti, sebelum menjawab, "Ng-gak."
"Kata siapa?" Reyhan datang dari arah dapur karena baru selesai membantu sang istri berkutat di sana. Ia duduk di single sofa dekat posisi Zayn duduk.
Indira semula ingin bangkit, namun Zayn menahan kepalanya dan meminta dia untuk tetap berbaring karena ia tahu akhir-akhir ini perempuan itu seringkali mengeluh sakit pinggang. Sehingga, yang dilakukan Indira sekarang hanya mengubah posisinya menjadi membelakangi Zayn dan menghadap Reyhan, membiarkan suaminya mengusap-usap pinggangnya kali ini.
Reyhan menatap dua remaja itu bergantian, lalu menghela napas diam-diam. "Zayn akan masuk kuliah tahun depan bersama kamu, setelah anak itu lahir."
Indira menoleh seketika ke arah Zayn, sebelum kembali menatap Reyhan dengan mata membulat ragu. "Tapi, 'kan--"
"Setelah anak itu lahir, Bunda yang akan membantu kamu mengurusnya, selama kamu kuliah. Bagaimanapun kamu tetap butuh pendidikan penuh, kamu berhak untuk meraih masa depan sesuai keinginan kamu. Kami tidak akan membiarkan peristiwa ini membuat kamu harus kehilangan masa depan yang sudah kamu susun sejak jauh-jauh hari. Tidak adil kalau sampai Zayn bisa tetap melanjutkan kehidupannya dengan baik-baik saja padahal jelas-jelas dia yang salah, sedangkan kamu korbannya justru harus mengabdikan diri mengurus anak-suami di rumah dan melupakan masa depanmu. Itu sama sekali tidak adil untuk kamu kalau sampai benar-benar terjadi. Kamu berhak atas mimpi-mimpimu, kami akan mendukung kamu penuh, asalkan kamu tidak lupa dengan tanggungjawabmu sebagai seorang ibu."
Mata Indira berkaca-kaca, ia pikir setelah peristiwa ini tidak akan ada yang peduli dengannya, dengan masa depannya, dengan cita-citanya yang berkeinginan menjadi seorang dokter. Tapi ternyata, ia beruntung, ia menemukan keluarga yang tepat dan mendukung penuh mimpinya, bahkan mungkin jauh lebih besar dukungannya dibandingkan dengan keluarganya sendiri yang menginginkan dia menjadi seorang pengusaha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ztwins (END)
General FictionFOLLOW SEBELUM MEMBACA! . . . #Gen1.1 Mereka adalah sama yang berbeda. - Ztwins ^^selamat membaca^^ Mei 2024