Chapter 36 : The first night

632 15 0
                                    

Yang puasa bacanya pas malam hari aja ya!

***

Jantung Phoebe berdetak seribu kali lebih cepat kala Alvarez menutup pintu, menguncinya dan perlahan berbalik badan dengan gagah layaknya ksatria memandanginya sembari melepas tuxedo dan menjatuhkan ke lantai saat dia berjalan.

Jika boleh jujur sungguh Phoebe belum siap melakukan hubungan intim malam pertama seperti kebanyakan suami istri.

"Kau masih gugup?" Alvarez sudah mendekat. Jemarinya melepas kancing di pergelangan tangan sambil memandangi wajah cantik istrinya yang cemas.

Phoebe tidak bisa menjawab sebab takut jika berkata jujur akan menyakiti hati suaminya.

Seolah mempunyai bakat membaca ekspresi orang, Alvarez dalam diam pun sudah mengerti. Jari telunjuk pria itu mengangkat dagu Phoebe dan menempelkan bibir hanya sekilas mengecup bibir istrinya lembut, tidak lebih dan tidak menuntut. Lalu sudut bibirnya membentuk senyum menenangkan. "Tidak usah dipikirkan, istriku. Jika hari ini masih gugup kita bisa melakukan pada besok hari. Jika besok pun masih gugup, kita bisa melakukan di kemudian hari. Jika di kemudian hari masih belum siap juga... ya aku akan menunggu sampai kau siap istriku." bisik Alvarez.

Jika boleh jujur Alvarez merasa agak kecewa untuk yang kedua kalinya ditolak. Apa yang ditakutkan Phoebe sebenarnya?

Demi Tuhan pria itu memutuskan sepihak dan dadakan menikahi Phoebe memang sangat mencintai wanita itu yang sudah sah menjadi istrinya. Auranya dari dulu sudah terpancar kecantikan, kepintaran dan secara tidak langsung ketulusan hati Phoebe yang peduli pada orang terdekatnya, membuat Alvarez sesegera mungkin harus menikahi Phoebe tak perlu berlama-lama.

Toh Phoebe juga selama lima tahun ini tidak dekat dengan pria mana pun, selain Hans Padilla selaku CEO yang pria itu berdarah asli Denmark-Spanyol, telah memiliki kekasih hati yang pria itu belum berani melamar.

Alvarez juga merasa iri hati pada bedebah Ivan yang selalu mencuri kesempatan mengungkapkan perasaan dan mengajak Phoebe berkencan di tempat romantis. Namun ada kesenangan ketika pria itu ditolak sebab wanitanya masih mau melebarkan karir sebagai pengacara.

Dan saat kesuksesan wanita itu berhasil diraih, Phoebe masih berkeinginan lebih dan lebih, membuat Alvarez bertindak cepat. Dan keputusan yang diinginkan harus sesuai dengan perintah yang selalu tidak terbantahkan.

Satu hal yang Alvarez yakini adalah tidak mau membuang waktu lama lagi. Lima tahun sudah cukup baginya. Ia tidak mau kejadian orangtuanya terulang hanya karena saling menunggu. Salah satu dari mereka harus berani memulai.

Phoebe termenung di dalam gelombang pikiran yang terus memutarkan kata-kata manis Alvarez barusan. Panggilan 'Istriku' sungguh menggelitik perut seperti ada kupu-kupu sedang berterbangan di kebun bunga yang menghasilkan madu.

Ketika hendak Alvarez memutar badan, mau ke kamar mandi, Phoebe memegang erat pergelangan tangan suaminya membuatnya berputar kembali saling menatap intens.

Raut wajah kecewa Alvarez tidak berhasil ditutupi dan Phoebe dapat melihat itu semakin bersalah. "Aku bukan istri yang baik ya?" tanyanya serak dan parau, sembari jemarinya melepas kancing kemeja Alvarez mulai dari atas.

Gerakan itu spontan membuat jantung Alvarez bergemuruh. "Tidak apa-apa. Sudah kubilang padamu aku tidak akan memaksa jika kau belum siap."

"Maafkan aku." 

"Aku mencintaimu." balas Alvarez mengubah topik.

Phoebe belum menanggapi dan Alvarez menelan salivanya. Sejak dulu sampai sekarang ia bingung dan tak memahami perasaan Phoebe.

HIDDEN PASSION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang