Chapter 28 : Hope

280 14 0
                                    

Begitu Alvarez dan Alvaro tiba sampai tujuan apa yang dicemaskan sebelumnya benar-benar terjadi. Kegundahan yang melanda pikiran dan hati membuat keduanya tak menentu kini, sebab rumah kecil sederhana yang ditempati Phoebe terlihat dari sudut manapun sangat berantakan dan penuh kekacauan.

Keadaan perkarangan rumah wanita itu dipenuhi pecahan pot-pot bunga dan hampir semua anak buah Alvarez tergeletak dengan darah tergenang di mana-mana. Mungkin semua sudah tewas tertembak peluru yang ikut berserakan. Kedua langkah kaki si kembar bersamaan bergerak turun, berjalan melangkahi salah satu mayat dengan tangan mulai merogoh punggung mengambil pistol yang terselipkan di celana yang selalu dibawa-bawa, berjaga-jaga ada musuh menyerang.

"Apa yang terjadi?" tanya Alvarez sembari berjongkok begitu merasakan ada yang mencengkeram kakinya.

"Kenapa bisa begini?" Dengan cepat Alvarez bertindak meraih kepala dan mengecek denyut leher salah satu anak buahnya yang masih bernyawa namun melemah.

Anak buah Alvarez berjerih payah membuka mulut sembari tangannya menekan perut yang sepertinya tertembak sebab dia terus menggenggam area sana. Alvarez bisa melihat darah terus mengucur deras dari balik jaket hitam yang dikenakan, dan anak buahnya mungkin sedang berusaha menghentikan pendarahan tersebut. Pria malang ini mencoba bertahan hidup semampunya.

"Maafkan... kami.... tak bisa ... melakukan tugas dengan... baik..." Suara anak buah Alvarez terdengar tersenggal-senggal bersamaan dengan cairan batuk darah yang mulai keluar mengotori kaos putih bosnya.

"Siapa yang melakukan ini, Barlie?" tanya Alvaro gusar, ikutan berjongkok sembari matanya mengamati sekitar lebih tepatnya mencari sosok Amanda.

"Entahlah... kami tidak tahu... sepertinya dia penembak jitu yang handal... sebab dia ... memakai penutup kepala dan menembaki kami dari jarak kejauhan yang... sedang berjaga-jaga di sekitaran." kata anak buah yang bernama Barlie ini secara lirih tak mempunyai tenaga lagi. Napasnya sudah kembang-kembis dan rasanya mulai kehilangan fungsi. Pasokan oksigen tak lagi didapatkan.

Tiga detik kemudian Barlie kembali memuntahkan cairah darah kental sangat banyak keluar dari mulutnya dan perlahan menutup mata untuk selama-lamanya.

"Sungguh bukan kau yang melakukan ini?" Alvarez memandang lurus Alvaro seraya menghela napas pasrah, meletakkan kepala Barlie pelan-pelan ke tanah.

"Jangan tanyakan ini padaku," kata Alvaro tak terima dituduh. "Apa kau sedang mencurigai keluargamu, sedangkan wanita sialan Rusia itu berdarah Saliba yang mampu memanipulasi orang! Ingat bahwa darah lebih kental dan kombinasi penjahat bisa saja lebih dominan pada diri Phoebe. We never know."

Alvarez hanya terdiam malas berdebat.

"Sialan dalam keadaan mencekam seperti ini harusnya kau jangan menuduhku, bahkan keluarga besar kita pun tidak mungkin ada kaitannya. Jangan termakan omongan yang diucapkan dia di bandara." Alvaro menunjuk-nunjuk tidak habis pikir.

"Bandara? Memang apa yang kubicarakan? Pembicaraan yang kubicarakan dengan wanita itu banyak." Alvarez menyipitkan mata curiga.

"Jika kau mencurigai keluarga besar kita itu tandanya kau tolol tidak mengenal setiap anggota keluarga kita. Baik itu de Rojas dan Williams memiliki prinsip yang sama. Genderang perang yang kuajukan dulu hanyalah dalih supaya kau bisa memilih pasangan yang tepat. Sekarang kau bisa lihat sendiri, kan, wanita itu benar-benar pembawa malapetaka. Sekarang anak buahmu! Besok siapa lagi, hah?" geram Alvaro berdesis menatap tajam manik cokelat kembarannya, sembari mulai menegakkan tubuhnya berdiri, dan meneruskan kakinya menuju pintu berukiran bambu kuno yang sudah lapuk dimakan rayap.

Alvaro sanggup bisa merobohkan gubuk jelek yang ditempati si wanita Rusia sialan itu hanya dengan tambang dalam beberapa tarikan kencang. Rumah kecil wanita itu bisa dibilang hampir mirip dengan gubuk sawah pertanian yang biasa Alvaro lihat di pedesaan. Seharusnya jabatan kerja sebagai seorang pengacara tidak bisakah dia memperbaiki rumahnya dihuni selayaknya manusia? Sebegitu iritkah dia sampai penampilannya pun saat dikantor membuatnya sakit mata! Begitulah kala Jasper memberi foto kegiatan wanita Rusia sialan itu.

HIDDEN PASSION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang