Extra Chapter I

296 12 0
                                    

Apa yang diucapkan Alvarez ternyata berlaku juga untuk Phoebe membuka lowongan pekerjaan di konsultasi hukumnya. Ia menegaskan hanya wanita dewasa yang boleh dipekerjakan. Tidak ada laki-laki di area kantor bahkan yang bertugas membersihkan ruangan dan satpam yang menjaga gerbang juga perempuan yang terlatih bela diri.

"Jika tidak ada pria di kantorku, kau juga harus memecat seluruh karyawan wanitamu yang jika berdandan sudah mau melebihi lenong."

Alvarez mengulum senyum tipis ketika mobil sudah berhenti di bangunan bergaya Amerika kontemprorer. Seperti yang diucapkan dulu bahwa ia mengizinkan Phoebe mendirikan layanan firma hukum, konsultasi hukum gratis bagi yang membutuhkan bukan sekadar omong kosong. Segala desain grafis dan interior dikepalai oleh pria yang tidak mau membenani pikiran Phoebe.

Tugas utama Phoebe hanya menjaga dirinya baik-baik dan tidak boleh lelah. Jika ada keinginan lain, Alvarez sebenarnya tak mau istrinya bekerja. Semua kebutuhan rumah tangga dan keinginan wanita itu berlibur atau menghabiskan hartanya tak masalah.

Persoalan warisan Sean sudah memikirkan matang-matang untuk semua anak kandungnya termasuk Alesha. Semua harta benda dalam bentuk uang, saham dan aset dibagi sama rata 25%. Tidak ada yang iri dengki walaupun Alvarez mendapat keuntungan lebih besar sebab warisan keluarga turun menurun— Williams Corporation— dilimpahkan seutuhnya di tangan Alvarez.

Alvaro tidak peduli perihal uang. Baginya menjadi dokter saraf adalah impiannya. Selain itu Amanda tak lagi menuntutnya ini dan itu setelah harta bendanya habis sebelum menikah sudah terkuras habis diberikan semua miliknya atas nama Amanda Cassie.

"Aku gugup." kata Phoebe gugup ketika mau turun. Ia mengamati dari balik kaca jendela banyak orang sudah memasuki aula yang dihias cantik bagian luar dalam. Jantungnya bergedup takut karena harus berpidato di depan orang-orang penting di pembukaan konsultasi hukumnya.

"Lihat aku, sayang." Alvarez dengan suara rendah dan serak bergerak tangannya menelengkan pipi Phoebe supaya menatap ke arahnya.

Ketika tatapan mereka beradu di udara penuh cinta, Alvarez berkata dan tersenyum. "Ingat bahwa ini salah satu mimpimu. Kau sudah hebat tanpa diriku dan tidak perlu khawatir. Dengan tamu datang saja sudah menghargai yang punya acara. Kau, Mrs. Williams."

Phoebe masih gelisah dan Alvarez terus memberi semangat tanpa henti. "Bahkan bintang-bintang malam yang saat ini berkilauan di langit cemburu karena kalah saing dengan istriku."

"Kenapa?" Seketika senyum Phoebe mendadak berubah lebih tenang.

"Karena malam ini kaulah yang menjadi pusat perhatian alam semesta. Because you're the star tonight." jawab Alvarez tak mengada-ngada.

Lalu Phoebe melemparkan diri mau dipeluk oleh suaminya. Dan saat tangan besar mengusap punggungnya, dia berkata lirih. "Rasanya aku ingin mencium bibir merah meronamu. Tapi sadar jika ini acara penting. Aku tak mau merusak riasan yang sudah kau siapkan."

Merasa dirinya sudah tenang, Phoebe turun dari mobil ferarri kesayangan suaminya dengan decak kagum yang luar biasa. Wanita itu tak pernah terlibat langsung turun melihat pembangunan urusan tetek bengek bangunan kantornya. Dia memang tidak pernah memantau proyek saat pembangunan berlangsung. Tetapi Alvarez sebelum memutuskan ini dan itu selalu memberikan informasi sketsa yang mau dibangun di lahan kosong. Saat itu Phoebe lebih suka membeli bangunan yang sudah jadi dan hanya mendekor dalam ruangan saja. Namun Alvarez dengan pertimbangan matang-matang bersikeras membuatnya dari nol dan peletakkan batu pertama pun mau tak mau menjadi prosesi yang Phoebe ikuti. Sisanya semua dekorasi dan lain-lain ia bekerja dengan arsitektur handal.

Dan tidak butuh lama, lima bulan dengan mempekerjakan hampir seratus orang buruh bangunan kantor yang menggambarkan seperti pemiliknya. Lahan yang tadinya berumput berubah menjadi gaya yang modern dan juga sederhana. Bangunan kontemporer tersebut menampilkan banyak kaca, denah lantai yang terbuka, dan desain yang inventif.

Dari tempat yang sudah disiapkan, wartawan sudah siap mengarahkan kamera siap tertuju pada wanita cantik berbalut dress merah sampai lutut dengan lengan panjang menutupi lengannya yang membengkak dan juga perutnya yang membesar dan lebar.

"Cantiknya kakak ipar." Puji Alexa yang sudah duduk di deretan bangku depan sambil membawa buket bunga yang sudah disiapkan untuk Phoebe.

Alvarez yang tak menemani dan duduk di samping Alexa pun menoleh. "Kau juga cantik, adik manis. Keturunan Williams tidak ada yang buruk rupa, kau lihat mami dan daddy." ujarnya sambil tersenyum.

"Kakak, please jangan lakukan itu. Aku tidak mau rambutku tergeser satu helai pun sebelum sesi pemotretan di mulai." Dulu Alexa yang sudah beranjak besar kaget atas perbedaan usia dengan kakaknya yang sangat jauh. Ia mencegah pergelangan tangan Alvarez yang mau mengusap rambutnya.

"Pemotretan akan membuatmu dikenal bahwa kau putri bungsu di keluarga Williams? Kau sudah siap menjadi santapan wartawan dan fotomu akan dipajang di media bahkan majalah? Keesokan harinya jika kau bersekolah akan menjadi incaran untuk pamoritas teman-temanmu."

Bocah sebelas tahun itu mengangguk. "Aku tidak peduli. Tampil terkenal dan dikagumi banyak orang sepertinya menyenangkan." ujarnya senang hingga memperlihatkan senyum lebar. "Seperti mendiang kakak Alesha. Aku suka saat dia berakting di depan televisi. Dia panutanku."

Lalu Alvarez tak membalas lagi dan hanya menghela napas.

Semoga Alexa menjadi versi lebih baik. Menjadi Alesha tidak buruk-buruk amat. batin Alvarez.

"Mari kita sambut yang punya acara, Mrs. Phoebe Williams."

Lalu arah pandang tamu undangan benar-benar tertuju pada wanita cantik yang berjalan ke depan mimbar yang disediakan, tanda pembawa acara sudah memasuki puncak.

"Selamat malam para hadirin." Phoebe tersenyum memperlihatkan giginya yang putih berkilau dan terusun rapi, berdiri di balik mimbar untuk pertama kalinya dilihat orang banyak bahkan penjuru dunia dari balik televisi. Sengaja diliput supaya orang-orang yang membutuhkan bantuan hukum tahu masih ada segelintir orang yang memihak kalangan tertentu.

"Saya tak percaya impian remaja ingin membangun sebuah konsultasi hukum bisa tercapai berkat dorongan suami saya tercinta, Alvarez Williams." Tatapan Phoebe sengaja hanya memandangi suaminya supaya tidak gugup diawal.

"Sebenarnya dari kalian pasti berpikir, aku mengambil situasi yang menguntungkan dari menantu keluarga Williams. Pasti tamu yang datang awal mulanya tidak ada yang tahu bahkan mengenalku sebagai pengacara. Mungkin ada beberapa juga mengenal wajahku tampak tak asing ketika namaku disanjung naik saat membela Alesha Montano ribut dengan suaminya. Kurasa media bisnis dan gosip sudah tahu walau masalah itu tertutup karena menyangkut putra presiden." lanjut Phoebe sudah mulai lancar dan bergerak mencari ibunya yang duduk di deretan bangku kedua bersama dengan mertuanya sambil memegang tisu di bawah kelopak mata.

Tapi Phoebe tak mau menangis di hari indahnya. "Terima kasih untuk yang sudah hadir malam ini. Sebagai wanita beruntung dan bersinar malam ini, aku senang bisa berjumpa dengan suamiku pertama kali di Moskow, tepatnya saat pintu lift terbuka."

"Terima kasih juga sudah menganggu cuti kerjaku," Phoebe meneruskan. "Sepertinya tahun ini kau tidak akan merayakan malam natal di klub lagi. Jika dipikir-pikir itu menyedihkan, dan natal-natal selanjutnya kau tidak lagi menjadi pria menyedihkan, sebab ada calon buah hati kita dan istrimu."

Dari layar televisi kecil, Phoebe dapat melihat sorotan kamera tengah menyorot Alvarez yang memakai tuksedo warna merah gelap senada dengan gaun yang dipakai Phoebe, memberikan senyum lugas sambil bertepuk tangan.

"Mungkin aku tidak perlu berlama-lama lagi karena semakin lama berdiri betisku kram. Wajar kehamilanku sudah besar tak seharusnya nakal dengan memakai heels. Tapi aku tak mau menjadi jelek dan kampungan di acaraku sendiri." Phoebe terkekeh pelan. Semua hadirin pun juga tertawa.

"Oke, tak lagi basi-basi, konsultasi hukum yang kuberi nama IPWS Legal Consultant sudah bisa didatangi bagi yang membutuhkan bantuan hukum besok pagi." Phoebe menekan tombol merah dan suaranya menghasilkan bunyi sirine tanda pembukaan kantor dibuka.

IPWS singkatan inisial dari Ivan Phoebe Saliba Williams dijadikan satu kesatuan. Phoebe bisa sejauh ini juga belajar hukum pertama kali setelah lulus kuliah menghadapi klien dari Ivan. Reputasi mereka memang buruk tapi bagaimanapun juga Phoebe tidak bisa lupa bahwa darah lebih kental dari air.

"Layanan konsultasi IPWS, tak perlu sungkan dan jangan menyerah pada kebenaran yang dipegang. Datanglah ke kantor kami semua masalah bisa dihadapi karena ada solusi. Kami akan mewakili suaramu."

****

HIDDEN PASSION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang