Apartment Bryggen Guldsmeden, Copenhagen, Denmark
"Sir, kemarin sore Phoebe sudah menikah dengan Alvarez di Odense Cathedral. Tidak ada tamu hadirin yang lain. Benar-benar hanya kerabat. Keluarga Williams baru saja meninggalkan hotel di jam sepuluh pagi. Sedangkan de Rojas malam ini dijadwalkan akan menghadiri Fashion Week Copenhagen yang diadakan di Museum Seni Louisiana. Pergelaran karpet merah dimulai jam delapan malam. Kau tidak sakit hati tidak diundang dalam pernikahan Phoebe?"
Ivan tidak menanggapi pertanyaan murahan.
Lebih baik pria itu bertanya hal lain yang lebih penting. "Bagaimana dengan pasangan suami istri itu yang baru menikah?" tanyanya yang enggan berbalik menghadap anak buahnya yang masih harus melapor.
Bola mata nakalnya mengarah memandang lurus wanita-wanita seksi yang sedang berjemur santai di area kolam renang yang hanya memakai bra dan celana dalam berenda tipis menggoda, memamerkan bongkahan belahan bokongnya pun masih bisa terlihat. Jarak lokasi kamar dan kolam renang sangat dekat.
"Kau sudah pasti bisa menebaknya bos, tepat jam lima sore mereka menuju bandara."
Ivan tidak menyahut apa-apa lagi.
"Apakah kami perlu memesankan tiket ke Saint Petersbug juga?" sambung si anak buah berbaju serba hitam dengan goresan wajah di sebelah kiri bertanya dengan hati-hati, berinisiatif.
"Tidak perlu," Segera Ivan menolak dan memutar cepat arah kakinya menghadap anak buahnya yang sudah bekerja keras membantu. "Jika mereka sudah mengetahui kebenaran itu, salah satu dari mereka akan mendatangiku langsung."
"Untuk berjaga-jaga apakah aku harus menyiapkan beberapa gerombolan anak buah menjaga keamanan?"
Ivan melangkah dan menatap dengan senyum yang hanya dia sendiri tahu artinya apa. "Selama lima tahun aku masih bisa bernapas karena Alvarez sudah pasti memperhitungkan segalanya dan tahu betul akan semua kebenarannya. Dia tidak mau bertindak gegabah. Phoebe yang sudah kuberi tahu kebenarannya pun tidak bisa mendatangi rumah sakit itu, tidak mau menimbulkan perkara baru. Seberapa besar keinginan pria itu mau menghabisi nyawaku, Alvarez tidak bisa membunuhku begitu saja." ujarnya.
"Lalu apa yang akan kau lakukan bos?"
Ivan menepuk pundak si anak buah dua kali dengan senyum tipis. "Jonathan Saliba pasti akan menyampaikan sesuatu pada Phoebe sebagai ucapan terakhirnya, sebelum kakek tua bau tanah itu mati menghembuskan napas yang benar-benar terakhir kalinya. Kupastikan dia terkubur tanah atau melakukan dikremasi sebagai penghormatan terakhir setelah kebenaran itu dia ucapkan." Kemudian Ivan memasukkan kedua tangan ke saku, melangkah tanpa beban keluar dari apartemen siap menunggu kedatangan Alvarez atau Phoebe sebentar lagi.
Tidak mungkin keduanya. Hanya ada akan satu orang yang datang.
***
Sementara di kursi penumpang dalam jet pribadi, Phoebe sedari tadi hanya menatap dari balik kaca jendela yang diam di tempat, tapi melayang di atas awan dan langit-langit yang mulai menggelap.
Suara-suara halus terdengar, tapi ia mengabaikan awak kabin memberitahu seluruh penumpang memasang sabuk pengaman karena mengalami turbulensi untuk yang kedua kalinya setelah dua jam mengudara.
"Dengarkan pramugari dan pakai sabuk pengamanmu."
Phoebe sedang malas menanggapi dan Alvarez melihat istrinya diam seperti patung segera mencondongkan tubuh ke depan, segera memakaikan sabuk pengaman untuk istrinya.
"Maafkan aku tapi kau harus bertemu dengan Jonathan Saliba. Mungkin ini pertemuan kalian yang terakhir mengingat kondisi beliau juga sakit parah. Dia ingin bertemu dengan cucunya untuk terakhir kalinya." Alvarez mengusap lembut wajah istrinya yang pucat pasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDDEN PASSION
RomanceCERITA INI MENGANDUNG UNSUR ADEGAN DEWASA, KEKERASAAN DAN KATA-KATA KASAR. BIJAKLAH DALAM MEMBACA! DARK ROMANCE 21+ | Beberapa orang memiliki rahasia demi menutupi kisah masa lalu. Phoebe seorang pengacara muda cantik jelita menutupi identitas aslin...