Chapter 3

24.8K 2K 204
                                    

"Terima kasih."

Seleste turun dari mobil Alfred. Ia pikir Alfred akan langsung pergi, tapi nyatanya pria itu justru ikut keluar kemudian berdiri kini di hadapannya.

"Ini hampir jam sembilan. Apa kau masih akan keluar dengan orang entah siapa itu?" tanya Alfred santai. Ia membakar sebatang rokok lalu bersandar di body mobil. Mengamati kediaman mewah orang tua Seleste.

Seleste membenarkan rambut serta pakaiannya. Ia khawatir orang tuanya akan berpikir macam-macam.

"Ini urusan penting dan aku pasti akan pergi lagi setelah ini," jawab Seleste.

Tinggi ke udara Alfred mengembuskan asap rokoknya. "Kira-kira jam berapa kau kembali?"

Melirik Alfred, satu alis Seleste pun terangkat kecil memandang pria itu. "Haruskah kuberitahu sampai sedetail itu? Kau bukan suamiku, Mr. Yordanov. Orang tuaku bahkan tak pernah ikut campur pada urusan-urusanku. Mereka tahu aku sibuk."

Lamban Alfred manggut-manggut. Tersenyum pada sudut bibir dan ikut melirik Seleste di samping. "Kau perempuan, Sely. Kau pantas diberi rasa khawatir."

"Seleste, not Sely."

"Seleste for everyone, Sely for me."

Seleste sadar, ia sadar dirinya terkekeh. "Terserah kau," katanya. "Pulanglah, aku pun akan pergi tidak lama lagi."

Dari tadi Seleste sudah melihat ke depan, tetapi Alfred masih memandang perempuan itu dari samping. Paparan cahaya lampu membuat wajah cantik Seleste tampak terang, surai bergoyang kecil akibat terjangan angin malam, dan bulu mata lentik yang melengkung ke atas.

Alfred melupakan rokoknya. Ingin rasanya ia bawa jemari ke situ, ke wajah Seleste, menyentuh pipinya nan lembut, atau hidungnya yang menanjak. Menyadari keinginannya, segera Alfred berkedip, memalingkan muka perlahan dan menyesap rokoknya hambar.

"Aku masuk. Kau bisa—"

"Bersiap-siaplah. Kuantar kau menemui orang penting itu."

Kening Seleste berkerut. Belum sempat Seleste memprotes, Alfred menyela, "Kau tahu aku sayang padamu. Setidaknya jangan buat aku berpikir buruk tentangmu."

Tidak habis pikir. Mulut Seleste terbuka namun terkatup kembali. Sulit baginya untuk berkata-kata, Alfred terlalu suka memaksa dan itu menyebalkan.

"Alfred—"

"Masuklah, bersiap-siap. Kutunggu di sini."

"Kau ini apa-apaan? Ini urusan penting dan mencakup privasi." Seleste ikuti langkah Alfred dari belakang yang akan ke samping dan masuk ke dalam mobil.

"Aku akan lama. Kau tidak perlu menunggu, aku bisa pergi bersama sopir atau—"

"Berapa lama?"

Seketika Alfred berbalik badan, menilik mata Seleste yang spontan melebar. Perempuan itu kaget, refleks ia tinju bahu Alfred cukup kuat.

"Pulang." Tangan Seleste menunjuk ke samping, mengusir Alfred pulang.

"Kenapa kau kesal sekali karena akan kuantar?" Alfred menyipit. "Ingin bertemu siapa sebenarnya?"

Seleste mengernyit dalam. "Apa itu penting bagimu?"

"Tentu saja. Kenapa? Kau tidak suka?"

"Kau waras? Kau bukan kekasihku, bukan juga suamiku."

"Memang bukan." Mata memesona Alfred menyorot Seleste dengan senyuman. Seleste dongkol dan perempuan itu menjadi lucu. Mimik ketusnya benar-benar menunjukkan bila ia jengkel.

Alfred maju selangkah. "Mau bertemu siapa, um?"

"Bukan urusanmu," jawab Seleste sembari ia dorong dada Alfred.

OLD MAN : HIS WIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang