Chapter 26

20.5K 2K 392
                                    

"Sely. Sely buka. Buka pintunya. Sely."

"Sely. Kumohon jangan membuka koper itu lagi. Sely!"

"Sely tolong! Tolong jangan buka koper itu lagi! Sely tolong dengar aku."

Di depan pintu Alfred bertingkah seperti orang gila. Dia tendang-tendang pintu kamar mereka, dia gebrak-gebrak, berteriak-teriak memanggil Seleste padahal istrinya tidak ada di dalam.

Saking takutnya Seleste membuka lagi koper silver itu lalu melihat segalanya hingga perempuan itu akan semakin sakit, pada akhirnya Alfred dobrak pintu kamar mereka. Penuh tenaga, sekuat-kuatnya dia dobrak, berkali-kali dan boom. Pintu tinggi bercat putih itu lantas rubuh menghantam lantai. Kontan terlepas dari semua engselnya.

Alfred mendelik bersama dada kembang kempis. "Sely!" Dia berteriak, mencari-cari istrinya yang tak ada di kamar. Saat ia lirik kepada koper silver di ujung, benda itu masih berada pada tempatnya. Seleste tak menyentuhnya lagi.

Kunci-kunci mobil, macbook, iPad, ponsel, semua benda milik Seleste masih terpatri tenang di atas meja. Tatkala Alfred lirik kepada lemari koleksi-koleksi tas Seleste di ujung kanan dekat dengan lemari kaca koleksi-koleksi parfumnya, tidak ada juga satu pun tas Seleste yang hilang dari raknya.

Istrinya pergi tapi tak membawa apa pun. Dan Alfred yakin, pasti salah satu pekerja yang membantu Seleste turun dari lantai dua kamar mereka memakai tangga. Ada tangga super panjang di rumah mereka. Tidak salah lagi, pasti salah satu pekerja yang membantu Seleste. Karena tadi Alfred benar-benar melihat istrinya masuk ke dalam kamar.

Alfred sinting, ia mengerang dengan mata memerah, menendang meja kerjanya sampai bergeser miring.

"Di mana Nyonya kalian? Di mana!" Alfred membentak tinggi. Bertanya kepada seluruh pelayan begitu ia turun ke bawah.

Semua pelayan terkesiap. Singkat memejam namun menundukkan kepala, tak berani melihat tuan mereka.

"Kami tidak tahu, Tuan. Dari tadi kami hanya di dapur," jawab salah satu pelayan. Matanya sampai berkaca-kaca, ini pertama kali mereka dibentak oleh Alfred.

Rasa-rasanya Alfred ingin menangis. Ia kacau, ia tempel kepalan tangannya ke bibir, berlari keluar rumah, membuka gerbang lalu melihat-lihat ke seluruh penjuru jalur komplek perumahan mewah tersebut.

Istrinya ke mana? Sely-nya pergi ke mana? Alfred bertanya-tanya di dalam hati, panik, khawatir, kalut, semua jadi satu. Dia ingat Seleste tak memakai sandal, dia ingat Seleste hanya memakai gaun rumahan, dan istrinya tidak membawa ponsel.

Bagaimana jika kakinya terluka? Bagaimana jika kaki kecilnya sakit? Bagaimana jika dia kepanasan? Bagaimana jika dia terus menangis dan tak bisa berhenti? Banyak, banyak yang Alfred pikirkan. Dia takut sesuatu terjadi sebab tadi Seleste pergi dalam keadaan menangis, benar-benar sesenggukan, menangis layaknya orang depresi.

****

18.20

Berjam-jam sudah Alfred pergi mencari keberadaan Seleste. Menghubungi semua orang yang kiranya akrab dengan istrinya, bahkan sampai menelepon Regina melalui instagram namun Regina pun tak tahu mengenai Seleste.

Valdos dan Lily juga sudah ia hubungi, tapi informasi yang ia dapat tetap sama. Beberapa pekerja Seleste pun sudah pria itu telepon, tapi lagi-lagi mereka memberi jawaban yang persis sama.

Terlintas nama Miguel di kepala Alfred, namun rasanya tak mungkin Seleste pergi menemui pria itu. Seleste pasti tahu konsekuensinya.

OLD MAN : HIS WIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang