Chapter 30

18.1K 2K 408
                                    

Dari pagi buta Alfred menghubungi temannya yang seorang Dokter. Tapi baru pukul sembilan nomor temannya itu aktif.

"Aku baru sampai di klinik dan akan ke rumah sakit pukul satu nanti. Ada apa?"

"Sepuluh menit lagi aku sampai. Ada obat yang ingin kutanyakan padamu."

"Obat? Untuk sakit apa?"

"Nanti kuberitahu. Tunggu aku."

Alfred tarik penuh setang gas trail Husky-nya nan bersuara garang. Hanya memakai celana training, singlet putih juga jaket kulit hitam ia pergi meninggalkan rumah untuk segera menemui temannya yang seorang Dokter.

Dari malam Alfred menahan panik sampai ia pucat. Obrolan intensnya bersama Seleste berakhir menjadi penyatuan mendalam mereka. Seleste memberi diri kepada suaminya, menyerahkan raganya untuk Alfred jamah hingga mereka menangis bersama dalam ledakan hebat semalam.

Akan tetapi, usai ledakan hebat itu, Seleste lalu pingsan tak sadarkan diri.

"Pagi."

"Pagi— hey, pucat sekali wajahmu. Sakit apa kau ini?" Teman Alfred bertanya sembari membersihkan tangan memakai tissue basah.

Alfred baru sampai. Matanya tampak dalam, sampai subuh ia terjaga menunggu istrinya bangun namun Seleste tak bangun-bangun. Terhitung baru dua jam ia tidur, hari sudah pagi dan Seleste terbangun. Istrinya menangis dalam dekapnya dan mengadu sakit, mengeluh bersama rintihan lemah kesakitan.

"Bisa kau beri aku obat atau... resep obat untuk menghilangkan rasa sakit?" tanya Alfred. Suaranya serak.

Mereka masuk ke ruangan si Dokter setelah berjabat tangan singkat. Di kursi pasien Alfred duduk.

"Rasa sakit apa? Maksudnya— kau sakit apa?" Mimik sang Dokter serius. Ia mengira Alfred-lah yang sakit karena memang wajah pria itu terlihat pucat.

Alfred bersandar di kursi. Sekilas barusan dia meraup wajah. Dia malu mengatakannya.

"Bukan aku, istriku."

"Istrimu? Dia sakit apa?"

Teman Alfred menunggu jawaban.

Sejenak Alfred menarik napas, memejam singkat serta menekan pangkal hidung lalu ia kembali duduk dengan tegak. Ia pandang lurus mata si Dokter.

"Kewanitaannya robek. Dia sampai pingsan menahan rasa sakit."

Hening membungkus. Teman Alfred berkedip, tangannya bergerak dan seolah akan berucap sesuatu namun batal, mulutnya terkatup kembali. Tercengang. Hampir sepuluh tahun ia menjadi Dokter, baru hari ini ada seorang pria datang dan meminta obat untuk kewanitaan istrinya yang robek.

Muka Alfred hampir memerah.

"Robek, oke." Si Dokter manggut-manggut sembari membuka buku tebal berisi penuh catatan dengan tulisan melingkar tak jelas.

"Kau terlalu kasar. Kewanitaan seorang perempuan itu elastis, tidak akan sampai robek atau terluka apabila kau tidak kasar," jelas teman Alfred.

Alfred malu. Telinganya panas terasa tebal. "Aku tidak kasar. Ini kali pertama kami melakukannya dan dia masih— kau tahu maksudku."

Sambil manggut-manggut lagi si Dokter membuka lembaran-lembaran buku. Sedetik mengulum bibir menahan senyuman.

"Pembukaan," celetuk teman Alfred. "Jadi, apa bengkak?"

"Um."

"Oke, bengkak."

Setelahnya Alfred menunduk malu dan pundak teman Alfred bergejolak menahan tawanya.

OLD MAN : HIS WIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang