Chapter 34

26.1K 2.2K 1K
                                    

Kalau dirasa-rasa, Alfred memang masih cukup tercengang. Ini sudah tiga jam berlalu, tapi ia masih bertanya-tanya mengapa ia tidak muntah saat memakan jamur tadi. Antara karena Seleste memasaknya dengan benar, dan atau karena yang memasak adalah Seleste, Alfred tidak tahu. Intinya, jamur itu enak.

Tidak lama lagi Seleste akan segera tidur. Tetapi saat ini ia masih duduk bersandar di kepala ranjang. Dua kakinya ia selonjorkan lalu meletakkan bantal kemudian macbook di atasnya.

Bukan sibuk, Seleste hanya sedang melihat-lihat hasil rancangan tim designnya untuk kemasan baru brand kosmetik mereka.

Lalu di sebelah Seleste, Alfred merebah santai sambil mengutak-atik ponselnya. Tadi Seleste sempat melirik, melihat suaminya yang ternyata sedang memeriksa sederetan email.

"Kau apakan jamur itu? Kenapa dia tidak bau sama sekali?"

"Uh?" Seleste menengok. Otomatis dia tersenyum dari mimik awalnya yang begitu serius.

Alfred tinggalkan ponselnya pada nakas terdekat. Ia lalu berbalik badan kepada istrinya sembari menopang kepala memakai satu tangan.

"Itu enak, Sely. Aku belum pernah memakan jamur seenak itu. Jamurnya tidak bau, itulah yang membuatku bisa memakannya."

Seleste tahu. Alfred bukan tidak bisa memakan jamur, dia hanya benci dengan aroma jamurnya saja. Itulah mengapa Seleste mencampurnya dengan baby jagung dan juga brokoli. Bahkan sebelum dimasak, Seleste pun sudah merendamnya sepuluh menit dengan air panas hingga aroma khas jamurnya meredup.

"Artinya sekarang kau sudah menyukai jamur?" tanya Seleste. Macbooknya lantas dia tutup.

"Hanya kalau kau yang memasaknya," jawab Alfred setelah mengangguk kecil. Pria itu memakai singlet putih berkain tipis dan dingin. Kepalanya yang ia topang membuat otot bahunya otomatis mengencang dari tadi.

Beginilah mereka sekarang; sudah berani saling menatap lama-lama seraya tersenyum, sudah berani mengobrol santai di atas ranjang tiap kali akan tidur, dan sudah berani sesekali saling memeluk tiap kali pagi akan datang. Walaupun sebenarnya, adegan pelukkan itu sangat menyiksa Alfred.

Seleste turun dari ranjang. Dia menuju meja dan meletakkan macbooknya di situ. Setelahnya ia kembali naik ke kasur.

"Selamat malam. Terima kasih sudah menemaniku berbelanja," kata Seleste. Menarik selimut lalu baring memunggungi suaminya. Tiba-tiba ia teringat lagi pada cerita Florence siang tadi ketika di toilet.

Itu aneh. Bisa-bisanya Alfred curhat kepada sang mantan kekasih tentang perempuan yang sangat ingin didapatkannya.

"Terima kasih juga untuk jamurnya, Nyonya."

Senyum Seleste merekah padahal ia hanya menatap lurus ke depan, ke arah dinding juga meja.

Ternyata suaminya ini lucu. Perkara jamur sampai-sampai ia bisa tercengang. Mungkin ada enam kali Alfred mengatakan terima kasih, terima kasih, dan terima kasih. Nanti akan Seleste sampaikan ucapan terima kasih Alfred melalui kolom komentar video resep memasak jamur yang ditontonnya.

Alfred masih dengan posisi awal. Tapi matanya terus memandang punggung Seleste. Usai keheningan beberapa menit, pria itu lantas memberanikan diri untuk bergeser lebih dekat kepada Seleste.

Sampai ketika Seleste merasakan lengan kekar Alfred yang tiba-tiba memeluk perutnya, sejenak napas Seleste tertahan di hidung.

"Bolehkah aku tahu apa saja yang kau dan Florence bicarakan saat di toilet?"

Mendengar itu, Seleste lalu berbalik berbadan hingga otomatis wajah mereka kini saling berhadapan. Bahkan, Alfred pun telah meletakkan kepala di bantal yang sama dengan istrinya.

OLD MAN : HIS WIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang