"Lumayan. Tidak mengecewakan." Lamban dan anggun Seleste mengunyah. Ia manggut-manggut kecil mengakui cita rasa makanan di restaurant yang baru pertama kali ia kunjungi ini.
Alfred menyeka bibirnya dengan tissue dan meneguk air mineral di botol. Ia kurang suka meminum yang manis-manis usai makan. Bila semua pria sangat menyukai kopi, berbeda dengan Alfred yang juga tak begitu menyukai minuman tersebut.
"Um? Kau sudah selesai?" Seleste berhenti mengunyah. Lingkar matanya sedikit melebar melihat Alfred tak menghabiskan makanannya sendiri.
Dengan anggukan kecil Alfred menjawab. Tadi ia bingung harus memesan menu apa, dan mengatakan bila menunya disamakan saja dengan menu pesanan Seleste. Ia yang tak begitu suka memakan sayuran, alhasil menunya tak bisa ia habiskan. Tapi tak mungkin ia mengatakan itu pada Seleste.
Seleste menyipit menatap Alfred di depan. "Kau tak suka menunya?"
"Suka. Hanya saja aku tidak begitu lapar," jawab Alfred cepat. Ia bahkan bingung, kenapa juga ia harus merasa malu hanya perkara tebakan Seleste benar.
"Kau tak suka menunya." Seleste kembali mengunyah. Ia tahu dan ia yakin Alfred tak menyukai menu pesanan mereka.
Sembari menunggu Seleste selesai, Alfred mencari kesibukan pada ponselnya. Di saat-saat seperti itulah semua pesan lama yang masuk langsung saja Alfred baca.
"Di mana kasirnya?" Seleste selesai. Ia menengok mencari-cari posisi kasir.
"Biar aku."
"Maksudnya kau mentraktirku?"
Mata mereka bertemu, jeda singkat, dan akhirnya Alfred mengangguk. "Aku yang mengajakmu, jadi aku yang membayar," kata pria itu.
"Tapi aku tidak terbiasa dibayarkan. Aku lebih suka mentraktir daripada ditraktir," jelas Seleste dan ia serius.
Alfred mengulas senyum tipis. Bergegas ia berdiri meninggalkan meja mereka dan pergi menuju kasir. Di sana ia membayar sementara Seleste masih duduk menunggu dengan perasaan canggung. Perempuan itu bertanya-tanya seorang diri, baiknya ia langsung berdiri dan berjalan keluar, atau tetap duduk sampai Alfred datang nanti.
"Kuantar kembali ke toko?"
Spontan Seleste menengadah. Ia temukan Alfred telah berdiri di sampingnya seraya memandangnya juga di bawah.
Samar-samar Seleste mengangguk. Ia lampirkan tasnya pada bahu kiri kemudian berdiri. Dan ketika itu, barulah Seleste menyadari bila beberapa pengunjung memperhatikan mereka—mengamati ia dan Alfred. Bahkan, mata Seleste sempat menangkap bila ada dari beberapa pengunjung yang saling memberi kode untuk melihat ke arah mereka.
"Tidak ada yang salah denganmu. Mereka memperhatikan kita karena kau sedang ramai dibicarakan, namun ternyata siang ini kau sudah pergi makan siang dengan pria lain," ujar Alfred. Ia langsung memahami ketidaknyamanan Seleste.
Tak merespon, buru-buru Seleste melangkah lebih dulu, dan Alfred susul dengan langkah gontai santai dari belakang. Pria itu juga tersenyum melihat Seleste yang kemudian membuka pintu mobilnya, masuk lalu bersembunyi diri di dalam.
"Kau memang bisa bersembunyi, tapi kau tak bisa menghindar dari penilaian mereka," lontar Alfred begitu ia masuk dan duduk di kursi kemudi.
"Aku tidak suka dinilai."
"Tapi kau tak bisa mencegah itu, Sely. Otak manusia dirancang untuk menilai segala sesuatunya."
Diam. Seleste lirik Alfred di sebelah, singkat memutar bola mata dan kembali melihat ke depan—tatkala Alfred mulai mengemudi meninggalkan wilayah restaurant.
KAMU SEDANG MEMBACA
OLD MAN : HIS WIFE
RomanceFollow untuk membuka bab-bab yang dikunci melalui web ! Mature (18+) ‼️ Dia yang pernah menjalin asmara selama 9 tahun bersama sang mantan, lantas menikahi wanita yang kini telah menjadi istrinya hanya demi mendapat pengakuan. Cintanya telah habis u...