Mention kalau ada typo.
Happy reading.****
Cela yang telah renggang kini menjadi lebih renggang lagi. Tembok yang tinggi itu pun kini dibangun lebih tinggi lagi dari sebelumnya.
Perdebatan Alfred dan Seleste semalam berakhir dengan Seleste yang entah pergi ke mana. Tidak lagi Alfred cegah setelah perempuan itu bahkan sampai menyebut nama Tuhan dalam kalimat penyesalannya. Benar-benar mengakui, sungguh-sungguh mengatakan jika ia sangat menyesal pada pernikahan mereka, menyesal telah memberi Alfred kesempatan untuk menikahinya. Demi Tuhan.
Suhu dingin yang selama tiga bulan ini selalu memenuhi meja makan, pagi ini rasa dinginnya semakin menjadi-jadi setelah perdebatan singkat semalam.
Bertemu di meja makan, sarapan di meja serta dengan menu yang sama, para pelayan dibuat sedih lagi melihat tuan dan nyonya mereka yang menjadi begitu bisu. Kemarin-kemarin mereka masih saling menyapa, bercakap sepatah dua kata, dan saling memberi senyum kendati hanya setipis benang.
Namun pagi ini, mereka sama sekali tak berucap apa pun. Alfred diam dan Seleste lebih diam, benar-benar bungkam, benar-benar ia tak berniat melirik suaminya meski hanya sekilas. Seleste buta, ia memasang mata buta untuk Alfred.
"Nanti masak saja secukupnya untuk kalian dan Tuan makan malam. Malam ini aku tidak pulang," pesan Seleste kepada pelayannya lalu mereka mengangguk.
Seleste lampirkan tasnya ke bahu, memegang macbook juga kunci mobil, bersiap-siap ke kampus dan siangnya ia kan ke studio. Hari libur sudah selesai, waktunya perempuan itu kembali pada kesibukannya nan padat.
"Kenapa tidak pulang? Kau mau ke mana?" timpal Alfred. Tak tahan untuk tidak bertanya sebab bagaimanapun, Seleste adalah istrinya. Serenggang apa pun hubungan mereka, tidak seharusnya Seleste pergi dan tak memberitahunya, pikir Alfred.
Tak ada respon. Seleste pergi tanpa menjawab Alfred, berlalu dan sama sekali tak menengok meski hanya sekadar menatap mata Alfred sejenak.
Alfred menghela napas pelan. Ia lepas garpu di piring, lenyap sudah rasa laparnya. "Setidaknya beritahu kau mau ke mana. Jangan buat aku khawatir," lontar Alfred. Suaranya ia buat lebih keras.
Masih tidak ada respon, dan Seleste sudah benar-benar menghilang di balik dinding. Tak peduli.
****
"Hey."
"Oh? Hay."
"Kau mau makan siang?"
"Sepertinya tidak. Aku akan langsung ke studioku, banyak pekerjaan sedang menunggu." Senyum Seleste merekah manis untuk teman kelasnya. Perempuan itu tiba-tiba menghampiri Seleste, lantas melangkah bersama menelusuri koridor kampus. Kuliah hari ini sudah selesai. Sekarang pukul dua dan Seleste akan segera pergi ke studio.
"Kau benar-benar wanita yang sibuk, Mrs. Yordanov," puji teman Seleste. Perempuan Italia dengan rambut yang curly pun mata bulat indah.
Seleste terkekeh, kekehan ramah yang palsu. "Menjadi seorang istri bukan berarti kita harus mengubur mimpi-mimpi kita, kan?"
"Itu benar. Tapi kau sangat hebat, kau bisa mengatur waktumu sebaik mungkin antara menjadi mahasiswi, bussines woman, dan seorang istri. Bahagia sekali jika memiliki pasangan semendukung suamimu. Tidak rewel dan justru terus menopangmu." Perempuan itu membayangkan, betapa bahagianya menjadi Seleste.
KAMU SEDANG MEMBACA
OLD MAN : HIS WIFE
RomanceFollow untuk membuka bab-bab yang dikunci melalui web ! Mature (18+) ‼️ Dia yang pernah menjalin asmara selama 9 tahun bersama sang mantan, lantas menikahi wanita yang kini telah menjadi istrinya hanya demi mendapat pengakuan. Cintanya telah habis u...