"Bertele-tele banget alurnya."
Darling, bukan bertele-tele. Tapi beginilah genre SLOWBURN ROMANCE. Alurnya santai tapi tetap menguras emosi.
Happy reading.
****
Dengan sekali tarikan napas Seleste berkata, "Aku menghadiri pesta pertunangan temanku. Di lantai tiga gedung itu, di situ pestanya diadakan. Seperti katamu, kebetulan kita berjumpa di sana dan lebih kebetulan lagi, Miguel muncul di belakangku lalu Florence dari belakangmu." Tenang Seleste menjelaskan.
"Dan mengenai surat perceraian kita, aku belum sempat mengurusnya. Aku belum memiliki banyak waktu untuk mengurus itu, jadwalku benar-benar padat. Malam ini pun aku harus melakukan zoom meeting bersama para tim kreatif," jelas Seleste kembali.
"Kau bisa memeriksa cctv di lantai tiga gedung bangunan itu dan bertanya juga kepada stafnya. Untuk lebih jelasnya, kau bisa bertanya langsung kepada temanku yang bertunangan itu." Sama seperti Alfred, Seleste pun ada bukti-bukti kebenaran dari setiap ucapannya ini.
Lagi pula semarah apa pun Seleste, sekecewa apa pun ia kepada Alfred, ia takkan mungkin sampai berani melakukan hal tidak senonoh itu bersama Miguel. Ia pernah ingin memilih Miguel, tapi itu bukan berarti ia gatal terhadap pria tersebut. Dan bagaimana bisa ia menolak Alfred, pria yang jelas-jelas ia cintai serta adalah suaminya, lalu menerima Miguel di atas tubuhnya? Itu konyol.
Semakin lama Alfred menggenggam tangan Seleste semakin tak ingin ia lepaskan. Andai bisa, akan ia tahan perempuan itu agar tetap berdiri serta mengobrol dengannya di sini sampai pagi nanti. Sampai bulan bergeser digantikan posisinya oleh sang tuan matahari.
"Gerimis lagi. Mari masuk," celetuk Seleste menyadarkan suaminya.
Alfred seolah tak bisa berkedip. Ia lalu bertanya, "Kuharap marahmu telah usai."
Senyum tipis tercipta pada bibir Seleste. "Lupakan saja."
"Kuharap kau masih sayang padaku." Alfred bergerak membuat keduanya berhadapan.
Dia ambil satu lagi tangan Seleste hingga buket bunga pemberiannya terjatuh ke atas rerumputan.
"Aku sayang, aku cinta, dan aku rindu padamu," ungkap Alfred beruntun. Ia tak bisa menahan lidahnya. Tak bisa lagi.
"Gerimis... gerimisnya semakin banyak." Seleste tak mau menggubris itu. Ia mulai merona sebab Alfred benar-benar tak berkedip, terus menatapnya seperti seorang penggali yang telah berhasil menemukan sebongkah berlian.
Dan memang, Seleste memang seindah itu. Di dalam hati, Alfred selalu mengakuinya. Florence sangat cantik, tetapi sang istri tak ada duanya.
"Padahal aku jelek. Tapi Tuhan memberiku istri secantik dirimu." Dia terkekeh rendah lalu singkat mengedikkan pundak.
Ingin rasanya Seleste katakan, kau tak sejelek itu. Suamiku juga tampan, dia gagah juga keren. Dia selalu wangi di sepanjang hari, dia selalu rapi di setiap harinya, dan matanya cantik.
Apa daya, penilaian itu hanya dapat Seleste simpan untuknya seorang diri.
"Izinkan aku memelukmu." Alfred memejam. "Aku rindu, demi Tuhan."
Membuka mata dan melihat Seleste menunduk, Alfred lantas maju kemudian ia bawa kedua tangan Seleste ke pinggangnya. Ia impitkan tubuh mereka, mendekap kini kepala Seleste di dadanya, memeluk istrinya dan mereka kompak menutup mata.
Seperti es rindu hebat mereka mencair, dan seperti diburu dada mereka berdebar.
Seleste tak melepaskan diri. Dekapan Alfred senyaman pelukan ayahnya, terasa hangat juga tulus. Ini murni sebuah pelukan rindu, rindu yang mendalam, rindu yang selalu tertahan. Rindu yang selalu sulit terucap.
KAMU SEDANG MEMBACA
OLD MAN : HIS WIFE
RomanceFollow untuk membuka bab-bab yang dikunci melalui web ! Mature (18+) ‼️ Dia yang pernah menjalin asmara selama 9 tahun bersama sang mantan, lantas menikahi wanita yang kini telah menjadi istrinya hanya demi mendapat pengakuan. Cintanya telah habis u...