Tidak semua orang yang terlihat sangat sibuk hingga lupa beristirahat adalah untuk mengejar kekayaan. Ada beberapa orang seperti itu yang mungkin, sebenarnya mereka menyibukkan diri demi menyembuhkan luka, demi mengalihkan pikiran dari segala hal berat yang mereka rasakan.
Seperti Alfred. Sebelas hari ia berada di luar kota, menyibukkan diri dengan segala pekerjaan demi mengalihkan pikirannya tentang sang istri. Tentang Seleste yang mungkin telah mengurus surat perceraian mereka. Mengurus kepentingan berpisah mereka.
Melepas itu berat, sakit bahkan sulit. Akan tetapi, tak seorang pun sanggup bertahan di atas duri. Alfred tak ingin melihat Seleste terus bersedih, menangis hingga kehilangan jati dirinya sendiri yang dulu; yang ceria, riang, tegas dan ringan.
Telah Alfred saksikan bagaimana Seleste mulai kehilangan dirinya sendiri. Pernikahan mereka hanya memberi ikatan kesakitan dan bukan kebahagiaan. Sekali lagi, Alfred merasa gagal sebagai seorang pria.
"Aku baru sampai. Di sini hujan."
"Mereka sudah menunggu. Langsung saja ke kamar nomor lima belas."
"Um." Alfred memutus panggilan sepihak.
Di halaman parkir hotel Alfred berteduh bersama motor trail Husky miliknya. Belum lama, Alfred pun baru sampai di bandara satu jam lalu namun belum sempat pulang. Valdos memintanya ke sebuah hotel, meminta Alfred menggantikannya untuk bertemu dengan rekan bisnis mereka. Lily sudah hamil besar, Valdos tak bisa meninggalkan istrinya lama-lama karena Lily sedang sakit dan istrinya sering mengaduh pegal, keram dan semacamnya.
Dari pagi langit São Paulo memang dipenuhi oleh awan gelap. Tadinya hanya rintik-rintik gerimis, namun sekarang telah berubah menjadi serbuan hujan deras.
Alfred mengeluarkan bungkus rokok. Ia bakar satu batang dan menyesapnya di parkiran. Sembari merokok ibu jarinya sibuk menggulir layar ponsel dan matanya secara cepat membaca satu email panjang yang masuk.
Konfliknya bersama Seleste membuat pria itu sulit fokus juga sulit tidur. Alfred sudah berhenti merokok, namun empat hari belakangan, ia kembali merokok dengan lacar hingga nafsu makannya berkurang lagi.
"Sir? Ada yang bisa kami bantu?" Dua orang penjaga keamanan hotel datang. Mereka hampiri Alfred di parkiran karena pria itu berlama-lama di situ.
Ke saku celana Alfred menyisipkan ponselnya. Dia menggeleng usai menyesap rokok. "Tidak. Aku akan mengunjungi kamar nomor lima belas di lantai dua untuk bertemu rekan," jelasnya.
"Oh? Silakan, Sir. Mari."
Segera Alfred meninggalkan daerah parkir. Belum sampai ia memasuki pintu utama hotel, langkah gontainya sontak melamban dan langsung terjeda.
Ada Seleste di depan, keluar dari arah dalam hotel.
Mata mereka bertemu di udara.
Sebelas hari tanpa kabar dan tanpa komunikasi apa pun, hari ini untuk yang pertama kalinya setelah sebelas hari, mereka bertemu tanpa disengaja. Benar-benar tanpa disengaja.
Langkah kaki Seleste pun melamban. Sekilas matanya melirik ke tangan kiri Alfred, ke jari tengah dan jari telunjuk suaminya yang menjepit rokok.
Alfred menyadari itu hingga langsung ia lempar rokoknya ke dalam tempat sampah di bagian samping. Seleste tak suka dirinya merokok tapi ia masih melanggar itu bahkan sudah empat hari belakangan.
Mendapati wujud istrinya nan cantik dalam setelan formal wanita, kerinduan Alfred pada wanita itu tak terbendung lagi. Sorot matanya sayu bahkan teduh seketika, ingin sekali ia memberitahu Seleste bila ia rindu. Ia ingin memberitahu istrinya jika ia akan pulang dan akan mengajak Seleste makan malam bersama di rumah, nanti dia yang memasak dan Seleste duduk manis saja di kursi. Sayang, lidahnya bahkan tak sanggup mengucapkan sekalimat pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
OLD MAN : HIS WIFE
عاطفيةFollow untuk membuka bab-bab yang dikunci melalui web ! Mature (18+) ‼️ Dia yang pernah menjalin asmara selama 9 tahun bersama sang mantan, lantas menikahi wanita yang kini telah menjadi istrinya hanya demi mendapat pengakuan. Cintanya telah habis u...