Chapter 35

23.7K 2K 372
                                    

Dari 20 menit lalu tawa berat Valdos dan Miguel terus saja berhasil mencuri perhatian wanita-wanita di sekitar mereka. Tawa mereka terdengar seksi, dan yang paling penting, itu ciri khas tawa pria-pria dewasa berdompet tebal. Tawa yang memiliki aura serta wibawa.

Kedua pria itu tak sengaja berjumpa di restaurant saat jam makan siang. Mereka yang awalnya duduk terpisah, setelah saling menyapa mereka lalu duduk di meja yang sama. Mereka juga ditemani oleh masing-masing manajer, namun menajer mereka duduk bersama di meja sebelahnya.

Bermenit-menit sudah berlalu, dan akhirnya Miguel baru sempat menanyakan Alfred.

"Pernikahan mereka memang sudah menginjak enam bulan, tapi keduanya baru saja menjalani kehidupan suami istri yang sesungguhnya. Kumaklumi jika sekarang dia mendadak hanya ingin di rumah bersama Seleste." Valdos menjelaskan. Tadi dia menelepon Alfred, dan Alfred bilang ia tak bisa menemani Valdos bertemu klien.

Miguel terkekeh. "Aku senang mereka sudah dapat saling terbuka. Dalam tanda kutip," balas Miguel lalu Valdos tergelak berat.

"Itu juga berkat campur tanganmu." Valdos meneguk minuman dinginnya. Sejenak ia menatap gelas minumannya, melihat irisan tipis lemon di dalam minuman bening bersoda itu.

Suami Lily ini kemudian melanjutkan, "Ternyata semua pria itu sama saja. Harus benar-benar dibuat cemburu dulu baru mau mengaku."

"Ck. Itu hanya adikmu. Andai dia tahu kau memberiku sepetak tanah untuk membuatnya terbakar habis-habisan seperti itu, kurasa dia akan membunuhmu. Tenaganya itu benar-benar gila. Pukulannya bahkan seolah masih terasa di rahangku ini," tutur Miguel sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Valdos tertawa lagi sampai dia mendongak. Tawanya itu terdengar sangat puas. "Kau saja yang bermain peran terlalu berlebihan. Bersyukur rahangmu itu masih pada tempatnya. Kurasa dia masih bisa lebih gila dari waktu itu."

Miguel mendesah kasar sembari tersenyum. "Tapi tidak apa. Karena bayarannya adalah lokasi tanah di tengah kota, rahang geser pun tidak masalah." Miguel ikut tertawa. Ia lalu menyeruput kopi di gelas.

"Tapi ngomong-ngomong, aku jadi penasaran dengan teman Seleste yang model itu." Miguel sedang mengingat-ingat nama Regina.

"Yang mana? Seleste mempunyai banyak teman model." Valdos menyipit.

"Adik perempuan Florence, siapa namanya? Aku lupa."

"Ah." Valdos menjentikkan jarinya. "Regina."

"Benar. Itu." Senyum Miguel merekah. Ia benarkan posisi duduknya. "Manis sekali perempuan itu. Aku ingin bertanya mengenai Regina kepada Seleste, tapi itu membahayakan permainan kita. Aku masih harus bermain peran untuk terus memperkuat hubungan Alfred dan Seleste, jadi aku tak boleh gegabah. Yeah. Setidaknya sampai beberapa saat lagi."

Valdos merasa lucu, ia tergelak melihat betapa seriusnya Miguel dalam bermain peran. Miguel benar-benar tipe pria perfeksionis, ia bahkan masih ingin terus berpura-pura mencintai Seleste demi membuat Alfred selalu takut akan kehilangan. Tidak heran jika Miguel memiliki banyak rekan, dia tahu caranya menggenggam kepercayaan penuh.

"Kau menyukainya?" tanya Valdos to the point.

"Sedikit tertarik karena dia sangat manis," jawab Miguel santai. Saat ini kepalanya sedang mengingat wajah Regina. "Tapi lupakan. Apa kata Alfred nanti jika dia tahu aku tertarik pada mantan adik iparnya. Bisa-bisa dia mengataiku pria gatal."

"Padahal dia yang gatal. Gatalnya itulah yang membuatnya terus nekat mengejar Seleste. Andai aku jadi dia, aku pasti malu karena sudah terus tertolak. Dasarnya memang dia gatal pada Seleste, makanya terus dia kejar dan perjuangkan."

OLD MAN : HIS WIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang