Chapter 10

20K 1.6K 341
                                    

Langsung mention bila menemukan typo. Sekalian membantu revisi.

****

Selasa malam Alfred mengantar Seleste pulang ke rumah orang tuanya, sesuatu yang amat mengejutkan Gero dan Delta, pukulan kuat bagi mereka hingga Delta menangis secara tiba-tiba ketika ia melihat putrinya diantar dengan membawa semua koper-koper besar pakaian.

Mereka bertanya-tanya kepada Alfred, kepada menantu mereka, ada apa? Apa yang putri mereka lakukan? Kesalahan apa yang istrinya perbuat sampai pria itu memulangkannya?

Dengan lembut, secara halus Alfred menjawab mertuanya, menjelaskan seada-adanya, memberitahu bila ia dan Seleste membutuhkan waktu. Mereka membutuhkan lebih banyak waktu dan jarak untuk membenahi diri mereka, perasaan mereka, bahkan pernikahan mereka.

Alfred jelaskan bahwasannya ia suami yang buruk, belum pantas dikasihi, terlebih dicintai dan menjadi seorang pemimpin dalam rumah tangga. Alfred katakan pada mereka kalau ia belum sanggup memberi kebahagiaan untuk Seleste, dan justru memberi kekecewaan pada istrinya.

Ia juga bilang kalau ... ia bersalah dengan menikahi Seleste hanya untuk menjadi sebuah alat pembuktian. Pernikahan mereka diawali dengan kebohongan juga kesalahan, fondasi paling fatal yang seharusnya tak pernah dilakukan antara dua orang yang hendak membina hidup bersama.

Mereka tidak bercerai, usia pernikahan mereka akan terus berlanjut, namun baiknya berpisah rumah dan saling menjauh dari jarak pandang untuk mengoreksi diri.

Seleste masih akan tetap menjadi istrinya, dan Alfred masih akan tetap menjadi suami perempuan itu. Mereka tetaplah suami istri, hanya saja berpisah sejenak guna menyelesaikan segala sesuatunya yang belum tuntas—perasaan-perasaan Alfred, juga kepercayaan Seleste yang sama sekali tak dapat tumbuh untuk suaminya.

Seperti kepada mertuanya, kepada Matilda, Valdos dan Lily pun Alfred memberitahu hal yang sama. Pria itu, Alfred Conor Yordanov, ia mulai berani menceritakan kisah lalunya. Asmaranya yang dulu amat indah, panas dan menggebu-gebu, tetapi kandas begitu saja hingga ia amat terluka. Benar-benar terluka, merasa dunia telah berakhir, dan hidup tanpa warna selama bertahun-tahun.

Alfred menceritakan segalanya dan semua itu mengagetkan seluruh keluarganya. Akan tetapi yang paling sakit ialah Lily. Ia kecewa kepada Alfred, ia kecewa pada iparnya, dan ia menangis. Perempuan hamil itu menangis untuk sahabatnya yang ternyata benar, Alfred melukainya secara tidak langsung.

"Aku tidak menyangka kau menikahinya hanya untuk menjadi alat pembuktianmu, Alfred. Lalu apa artinya semua aksi pengejaranmu selama ini? Kau mengejarnya seolah-olah kau amat mencintainya, kau bertindak seakan-akan kau sangat menginginkannya, rupanya kau hanya melihat potensinya yang jauh melebihi mantanmu dan kau merasa bila dengan menikahinya, kau menjadi menang?" Lily menahan senggukan.

"Di depan Seleste aku membanggakanmu. Kukatakan padanya bila kau pria yang hangat, kau penuh kasih, tapi apa? Kau mengajaknya terluka bersama-sama denganmu." Lily menunjuk ke samping, tertuju untuk Seleste.

"Bodohnya aku, Alfred. Bodohnya aku yang tak memahami alasan Seleste mengapa dia terus menolakmu." Kini Lily menunjuk-nunjuk dadanya sendiri. Mengakui kebodohan dan kebutaannya, penyesalannya. "Aku bodoh karena tidak menanyakan secara jelas alasan penolakannya selama ini."

Valdos memegang tangan Lily, ia peluk istrinya di dada dan perempuan itu menangis panjang. Membayangkan rasa sakit Seleste dan ia menjadi lebih sakit lagi. Valdos kecup kening istrinya, ia usap-usap punggung Lily sembari menatap Alfred yang berdiri mematung dengan mata memerah.

"Kesalahanmu adalah dengan menikahi perempuan sebaik itu hanya untuk kau jadikan alat pembuktian. Itu tidak pantas dan kau sama sekali tak bisa diberi cinta, Alfred. Kau berbagi luka masa lalu dengannya yang sebenarnya mengharapkan masa depan bersamamu," ucap Valdos tenang. Di titik ini, Valdos merasa adiknya sangatlah tidak bisa disebut seorang pria sejati.

OLD MAN : HIS WIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang