Logika memang sangat diperlukan—terlebih ketika akan memutuskan sesuatu.
Dapat dikatakan, Seleste merupakan salah satu dari segelintir wanita yang selalu memakai logikanya. Jika ia bodoh tak bermain logika, ia takkan menjadi dirinya yang seperti saat ini. Jika ia lebih condong menggunakan perasaannya, dan mengikuti getaran nuansa hatinya, mungkin sudah dari lama ia menjadi seorang istri.
Istri dari Alfred Conor Yordanov, pria dewasa nan mapan, tampan, dan tentunya memiliki segudang harta berlimpah.
Andai kata Seleste tak memiliki pendirian teguh, mungkin dapat dengan mudah Alfred menikahinya.
Perjalanan menuju rumah rasanya sangat lama dengan segala bayang-bayang yang kembali teringat jelas di kepala Seleste. Menyetir sembari mengingat sesuatu tentang Alfred rupanya begitu tak menyenangkan.
Semua orang memiliki masa lalu, Seleste memahami itu. Namun, masa lalu Alfred terasa sulit untuk Seleste terima. Cerita tentang pria itu, dan beberapa momen yang Seleste tangkap secara langsung, semuanya begitu meragukan.
Jika ia menerima Alfred dalam kehidupannya, ini tak ubahnya dari ibarat membangun ruma di tepi jurang. Kapan pun dapat terjadi longsor, dan kapan pun dapat hancur hanya dengan sedikit terjangan angin disertai hujan lebat.
"Aku sudah berada di studiomu. Kita dapat mengobrol dan langsung melakukan pemotretan."
Seleste membaca pesan dari sang model yang ia ajak kerja sama. Teman sekolah Seleste saat di bangku highschool dulu yang telah berkecimpung dalam dunia fashion dan model sedari usia belasan tahun.
"Bersantailah dulu. Aku akan sampai sekitar lima belas menit," balas Seleste dengan pesan suara.
Pertemuan bersama model itu bukan hanya untuk urusan kerja semata. Ada beberapa hal lainnya yang ingin Seleste bincangkan dengan perempuan itu, perempuan yang memiliki banyak informasi, bahkan cerita tentang Alfred. Sepenggal kisah lalu mengenai Alfred yang amat perempuan itu ketahui dan akan Seleste cungkil kian dalam sebelum mengambil keputusan besar bagi kehidupannya.
****
20.35
Keheningan menyelimuti Seleste beserta wanita di depannya. Di ruang rias mereka duduk bersama, bercerita secara intim hingga melupakan waktu yang telah berlalu.
Mereka melupakan pemotretan, mereka melupakan tujuan utama bertemunya mereka malam ini. Dua jam lamanya berbincang, hati Seleste dipenuhi oleh kabut tebal menyesesakkan dada. Rasa panas memenuhi mata Seleste, rasa nyeri merayap sampai ke ulu hatinya, dan ia berkali-kali berupaya melonggarkan ikatan tak kasat mata yang seolah melilit dadanya.
Percakapan penuh kisah lalu itu berakhir dengan Seleste yang memaksakan senyum.
"Dia pria baik. Tapi seperti kataku, menerima cintanya adalah sesuatu yang harus kau pikirkan berkali-kali," kata teman Seleste. Matanya teduh, ia menatap Seleste tenang.
"Cerita ini memang sempat kudengar dari beberapa mulut. Aku ingin kejujurannya, namun sekeras apa pun aku memberinya sarkas, dia tak pernah memiliki niat untuk menceritakanya padaku." Seleste menghela napas.
"Mungkin itu terlalu sakit baginya, tapi bila ... dia ingin mengajak orang baru untuk hidup bersamanya, bukankah seharusnya diawali dengan segala kejujuran?" Seleste meminta pendapat kepada temannya.
Perempuan itu mengangguk, ia pun ikut menghela napas. "Pilihan ada padamu, Seleste. Jika kau tulus padanya, dan bisa memberinya kenyamanan, aku yakin dia akan berkata jujur padamu meski entah kapan."
"Kurasa dia hanya membutuhkan teman untuk melanjutkan hidup. Cintanya telah habis bagi masa lalu," ucap Seleste pelan. Ia membayangkan wajah Alfred.
"Kita tidak pernah tahu isi hati seseorang. Jika kau ingin tahu kebenarannya, baiknya kau mencoba. Bukan maksudku untuk menakut-nakutimu, tapi di setiap percobaan, pasti akan ada sedikit kegagalan. Persiapkan dirimu untuk itu."

KAMU SEDANG MEMBACA
OLD MAN : HIS WIFE
RomanceFollow untuk membuka bab-bab yang dikunci melalui web ! Mature (18+) ‼️ Dia yang pernah menjalin asmara selama 9 tahun bersama sang mantan, lantas menikahi wanita yang kini telah menjadi istrinya hanya demi mendapat pengakuan. Cintanya telah habis u...