"Kami pulang. Ajak suamimu ke rumah Ayah dan Ibu, Sayang. Kami selalu menunggu kalian berdua."
Seleste mengangguk, membalas pelukan ibunya. "Minggu depan kami datang. Aku janji," kata Seleste. Dia berjanji akan mengajak Alfred ke rumah orang tuanya di minggu depan nanti. Mereka memang sangat jarang ke rumah Gero dan Delta. Kesibukan alasannya, dan itu memang benar. Mereka pasangan yang sibuk, sama-sama pekerja gigih.
Hanya memiliki seorang anak, hal itu tentu membuat kedua orang tua Seleste kesepian semenjak putri mereka menikah. Bahkan, Seleste tak pernah diizinkan tinggal jauh dari mereka meskipun usianya telah legal dan beranjak dewasa. Padahal di dalam budaya mereka, itu merupakan hal yang biasa. Anak yang telah berusia legal bahkan dipersilakan untuk mencari kehidupan mereka sendiri, tetapi tidak dengan Seleste.
Seleste putri yang sempurna di mata kedua orang tuanya. Putri yang penurut saat dinasihati, yang selalu mengikuti arahan baik orang tuanya, dan tak pernah membantah meski barang sekali semenjak ia dewasa. Ia putri yang terhormat dan tak pernah menciptakan aib memalukan bagi keluarganya.
"Kami merasa sangat sunyi semenjak kau ikut dengan suamimu. Kami sampai berniat mengadopsi beberapa ekor anak anjing agar menjadi teman bermain di rumah." Dengan nada suara yang hangat ayah Seleste berucap.
Alfred yang mendengar pun lantas melirik istrinya. Sekilas mereka saling melempar pandang. Sejujurnya, tak ada niat ayah Seleste untuk menyinggung soal keturunan. Namun, Alfred dan Seleste yang pada dasarnya memang mulai sensitif jika membahas mengenai anak, mereka lalu memasang senyum canggung sebab mengira ayah Seleste berniat menyinggung mengenai keturunan.
"Maaf," celetuk Seleste.
"Maaf? Untuk apa?" Setelah mengatakan itu, ayah Seleste yang mulai paham lantas terkekeh serta menggeleng. "Jangan salah paham. Ayah tidak berniat seperti itu. Nikmati hari-hari pernikahan kalian. Tidak perlu terburu-buru," katanya.
"Semua harus direncanakan. Keluarga yang bahagia adalah keluarga yang berencana," sambung ibu Seleste. Dia peluk kembali putrinya, mengusap bahu Seleste kemudian mengajak suaminya masuk ke dalam mobil usai pamit kepada sang menantu.
"Hati-hati. Minggu depan kami akan datang," timpal Alfred seraya mengangkat satu tangan.
Di teras rumah Alfred dan Seleste berdiri, mereka perhatikan mobil kedua orang tua Seleste yang menjauh, keluar dari gerbang kemudian menghilang dibalik tembok pagar nan tinggi.
"Haruskah kita memiliki anak?" Tanpa aba-aba Seleste bertanya demikian. Tentu mengejutkan Alfred hingga pria itu melengos menatap istrinya di sebelah.
Alfred berdeham pelan. "Tidak ada tuntutan dari siapa pun agar kita segera memiliki anak. Seperti kata Ayah tadi, tidak perlu terburu-buru."
"Menurutmu begitu?" Seleste menghadap suaminya. "Apa karena aku belum siap jadi kau pun berkata demikian?"
"Apa perkataanku salah? Kurasa pernikahan yang sempurna bukan dilihat dari sebanyak apa anak yang dimiliki. Aku memang ingin mempunyai anak, tapi jika istriku belum siap untuk itu, aku takkan memaksa. Menjadi seorang ibu tidaklah mudah, terlalu banyak pengorbanan di dalamnya, dan aku bukan orang yang tak bisa berpikir sampai ke situ. Jadi, mari nikmati saja hari-hari pernikahan kita dengan santai, seperti kata Ayah tadi," tutur Alfred yang kemudian ditutup dengan senyuman.
Dia merangkul bahu istrinya, mengecup pelipis Seleste dengan lembut. "Tidak perlu kau pikirkan," ucapnya. "Ngomong-ngomong, kau sangat cantik dengan gaun ini. Apa kau memesan secara online?"
Seleste yang hampir overthinking pun dapat kembali tersenyum. Dia amati penampilannya sendiri, mendongak dan melihat wajah Alfred.
"Um. Kau suka aku memakai gaun ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
OLD MAN : HIS WIFE
RomanceFollow untuk membuka bab-bab yang dikunci melalui web ! Mature (18+) ‼️ Dia yang pernah menjalin asmara selama 9 tahun bersama sang mantan, lantas menikahi wanita yang kini telah menjadi istrinya hanya demi mendapat pengakuan. Cintanya telah habis u...