Chapter 33

15.7K 1.9K 568
                                    

Langsung tag kalau menemukan typo. Ini updatenya buru-buru karena sedang mengikuti kegiatan, tidak sempat revisi lagi.

****

Keesokkan harinya, tepatnya di minggu siang sekitar pukul dua, Seleste bilang dia ingin ikut dengan para pelayan berbelanja. Biasanya hanya para pelayan yang pergi berbelanja dan Seleste tinggal memberikan uang.

Tapi siang ini, Seleste putuskan dia pun ingin ikut dengan semua pelayannya. Kebetulan juga ini hari minggu yang santai, Seleste tak memiliki jadwal apa pun di luar rumah.

Karena Alfred juga hanya di rumah, sekalian saja pria itu menemani istrinya berbelanja. Seperti kata mereka, mereka ingin menjadi suami istri sungguhan. Dalam arti melakukan semua hal layaknya suami istri pada umumnya, termasuk pergi belanja bersama-sama.

"Jamur apa ini? Sepertinya kalian tak pernah memasak jamur di rumah." Seleste mengernyit. Saat di rak sayur, ia mengambil sebungkus jamur dan memperhatikannya. Setelah diingat-ingat, Seleste rasa dia memang belum pernah memakan jamur tersebut.

Dua pelayan yang ikut berbelanja saling melirik, mereka dengan kompak melihat kepada Alfred kemudian berpindah ke Seleste.

"Kalau Nyonya tanya mengapa kami tak pernah menghidangkan menu jamur, itu karena Tuan Alfred tak bisa memakan tumbuhan tersebut. Mau apa pun jenis jamurnya, mau dimasak bagaimanapun, Tuan Alfred pasti akan langsung muntah. Bahkan, hanya mencium aroma jamur saja dia langsung muntah," jelas salah satu pelayan.

Seleste berkedip. Dia lalu mendongak, melihat Alfred yang berdiri di sampingnya. Pria itu hanya diam sembari sedikit tersenyum.

"Tapi aku ingin makan jamur," celetuk Seleste. Matanya seolah meminta izin agar jamur-jamur itu bisa ia masukkan ke dalam troli lalu membawa mereka pulang ke rumah.

"Aku tidak melarangmu memakan jamur, Nyonya. Ambil saja," kata Alfred lembut.

Itu hanya jamur. Jangan sampai cuma perkara jamur, Seleste menjadi marah padanya. Perempuan itu pendendam bahkan hanya untuk hal-hal kecil.

"Terima kasih." Seleste menyengir singkat, dia isi beberapa bungkus jamur ke dalam troli dengan senang hati. Soal Alfred yang nanti muntah-muntah, itu urusannya, bukan urusan Seleste. Siapa suruh dia membenci jamur.

Masing-masing kedua pelayan mendorong troli. Mereka mulai berpencar untuk mencari apa saja yang akan dibeli.

Walau cukup banyak yang memperhatikan suami istri itu, Alfred dan Seleste tetap santai. Mereka tak ambil pusing diperhatikan, lagi pula mata memang diciptakan untuk melihat.

Selama menemani istrinya berbelanja, sesekali Alfred merekam Seleste secara diam-diam dari belakang. Mungkin ini hal biasa bagi orang lain, tapi bagi Alfred, ini benar-benar momen yang menghangatkan. Setelah berbulan-bulan bersama, akhirnya mereka bisa sampai di tahap ini, di momen ini layaknya suami istri sungguhan.

"Maaf. Bisa kau tunggu sebentar di sini?" Saat Seleste berbalik badan, Alfred berakting seolah tengah membaca pesan. Jangan sampai Seleste tahu dirinya sedang direkam.

"Mau ke mana?" Alfred simpan ponselnya ke saku celana.

"Aku mau ke toilet. Tidak apa? Hanya sebentar." Tidak mungkin Seleste bilang jika tali bra-nya terlepas. Itu memalukan.

Alfred menyenggut. "Telepon aku jika ada sesuatu."

Sekilas otak Seleste berpikir, sesuatu macam apa yang Alfred maksudkan? Apa sejenis penculikan? Seleste lalu terkekeh atas pemikirannya sendiri.

Perempuan itu kemudian berlalu, melenggang buru-buru menuju toilet Mall.

Setelah dari kamar mandi membenarkan bra-nya, Seleste berniat merapikan juga riasan wajahnya dan menyemprot sedikit parfum.

OLD MAN : HIS WIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang