Chapter 37

14.1K 1.5K 231
                                    

15.45

Di tepi jalan Seleste menunggu suaminya. Ia sudah menunggu sekitar sepuluh menit dengan ditemani oleh seorang teman dari jurusan lain.

Kata Alfred dia akan sampai tidak lama lagi, begitu isi pesannya barusan yang tidak lagi Seleste balas karena asyik mengobrol dengan teman di sebelah.

Lima menit kemudian, dari jarak seratus meter Seleste lantas melihat Rolls-Royce La Rose Noire Droptail suaminya nan mendekat.

Senyum tipis-tipis Seleste tercipta di bibir. "Aku duluan," kata Seleste kepada perempuan di sebelah. Temannya itu pun sedang menunggu jemputan dari sang kekasih.

Seleste berdiri begitu mobil Alfred menepi di depan mereka. Dari dalam Alfred langsung membukakan istrinya pintu.

"Hai." Alfred menyapa.

Istrinya terkekeh sembari menutup pintu. Belum juga Seleste duduk dengan benar, Alfred langsung menyosor pipi wanita itu. Dia peluk seolah begitu rindu, seakan-akan mereka cukup lama tak berjumpa. Seleste terkekeh lagi dan membalas pelukkan suaminya.

"Sudah makan?" tanya wanita itu. Dia rapikan rambut Alfred memakai kelima jari. Setelahnya memberi satu ciuman ke kening Alfred.

"Um. Jam satu tadi aku makan bersama Valdos." Alfred kembali ke posisinya yang benar. Mulai mengemudikan Rolls-Royce miliknya meninggalkan daerah kampus.

Alfred tak perlu bertanya lagi mereka mau pulang atau singgah ke mana. Istrinya masih mempunyai kesibukkan lain, dan ia tahu harus mengantar Seleste ke studio. Selama perjalanan menuju ke sana, suami istri ini hanya berbincang seadanya. Perbincangan ringan tanpa mengulik pembahasan-pembahasan berat apa pun itu. Mentok hanya di pekerjaan masing-masing.

Namun di satu titik, ketika mereka berhenti di lampu merah menunggu lampu hijau bersama deretan-deretan kendaraan lainnya, mata Seleste melihat kepada layar raksasa di atas gedung sana melalui jendela mobil.

Dalam layar raksasa itu menampilkan seorang pria. Seseorang yang amat tidak asing, seseorang yang tadi sempat bertemu dengannya bersama Regina di restaurant, seseorang yang tidak begitu suaminya senangi.

Menyadari Seleste berlama-lama menatap ke sana, Alfred kemudian berkata, "Kulihat-lihat pesonanya memang selalu berhasil membuatmu terpaku, Nyonya."

Mendengar itu Seleste lantas memutar bola matanya. Ia melihat Alfred di sebelah. "Kau selalu menilaiku dari sudut negatif, sialan." Seleste pukul bahu Alfred memakai tasnya.

Alfred menyengir. "Lalu apa? Hanya orang yang telah terbius oleh pesona yang mampu menatap lama-lama seperti kau barusan."

Seleste membuat ekspresi julid dan ketusnya. Bagaimanapun itu tak dapat diubah, sebab begitulah pembawaan Seleste sedari ia lahir. "Kau tahu apa yang kupikirkan hingga berlama-lama menatap layar besar berisikan sosok Miguel itu?" Jari Seleste menunjuk ke atas gedung di sana.

"Aku sedang berpikir bagaimana Miguel bisa tampil di sana. Jika dia bisa, aku juga pasti bisa. Aku juga ingin tampil di sana untuk mengiklankan nama brand terbaruku. Itu promosi yang keren, semua manusia di São Paulo dapat melihatnya, siang dan malam, sampai beberapa waktu yang ditentukan." Seleste menjelaskan isi kepalanya.

Alfred tidak sebodoh itu hingga ia tak mengerti. Bahkan sebelum Miguel tampil di sana belakangan ini untuk mempromosikan bisnis terbarunya, Valdos dan Alfred sudah lebih dulu terpampang seperti itu selama seminggu penuh. Itu sekitar tujuh atau delapan tahun silam, mereka tampil di sana dalam bentuk klip video sebagai Yordanov bersaudara yang berhasil meraup keuntungan bisnis tertinggi pada tahun tersebut, sekaligus memperkenalkan daerah-daerah kawasan kompleks perumahan mewah mereka kepada manusia-manusia di São Paulo.

OLD MAN : HIS WIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang