43. Tea Party

89 13 8
                                    

***



***



***

Dengan berat hati Vivienne menghadiri acara pesta teh siang ini, setelah pagi hari penuh insiden tadi. Perasaan dan pikirannya masih campur aduk seperginya Grand Duke muda Rosier dari diskusi mereka di halaman belakang paviliun yang terabaikan.

Sekarang, kebun bunga Permaisuri Eleanor dihias dan dipangkas penuh detail untuk pantas menjadi acara teh spesial. Berbagai kudapan yang akan cocok untuk menemani seduhan teh daun-daun premium telah dipilih dan dihidangkan di beberapa meja panjang yang didekor dengan renda manis. Ditambah lagi dengan tambahan bunga warna-warni yang didatangkan secara khusus ke istana karena musim panas telah menerpa semi bunga di kebun Permaisuri Eleanor.

Vivienne berpikir untuk hadir sedikit terlambat, malah dirinya masih tetap saja yang termasuk datang lebih awal. Hanya ada Permaisuri dan dua dayangnya bersama Putri Ciara begitu ia sampai. Dengan seadanya ia berusaha menanggapi basa-basi mereka dan bergegas mengambil tempat duduk di samping Countess Trezel yang ia lebih kenal.

Jujur, Vivienne tak suka acara perkumpulan. Dan jika dipikir-pikir, sepertinya baru kali ini ia menghadiri acara dengan suasana lebih intim semacam ini, duduk berhadapan, berdampingan dengan orang, terlebih orang asing, serta perlu menjaga etika bersosialisasi setia saat. Sedangkan di acara semacam pesta dansa kemarin ia masih bisa berdiri di pojok ruang atau hanya mengikuti para dayang Permaisuri Eleanor di belakang.

Vivienne berharap para wanita bangsawan yang hadir akan mengabaikannya sampai acara berakhir. Bahkan baru lima orang yang datang sekarang, ia bisa merasakan tatapan mata mengamati diikuti sapaan dengan basa-basi panjang. Otaknya dengan cepat mencoba memikirkan berbagai hal agar balasan mulutnya tak terdengar seperti omong-kosong, meskipun berakhir dengan masa bodoh dan membiarkan mereka berpikir si Saintess kurang menghibur.

Skala acara minum hari ini dengan sebelum-sebelumnya tentu sangat berbeda. Jika minggu kemarin Vivienne cuma perlu berhadapan dengan empat dayang Permaisuri, sekarang ia bersama berpuluh-puluh wanita bangsawan yang memenuhi undangan. Sebagian besar Vivienne kenali latar belakangnya yang kebanyakan dari fraksi kanan. Tapi ada beberapa juga perwakilan fraksi kiri dan sisanya lebih condong ke netral tak berpihak.

Berpikir mengenai para keluarga bangsawan besar membuatnya teringat akan gadis pirang Lyre yang seingatnya tak pernah muncul ke publik lagi akhir-akhir ini semenjak perayaan kesembuhan Putra Mahkota silam. Dan terakhir Vivienne tahu kabarnya dari surat yang ia temukan di perapian minggu lalu yang isinya panjang lebar menceritakan kegiatan putri bungsu Lyre selama masa pemulihan berminggu-minggu di Dukedom-nya dan penantiannya untuk dipanggil kembali ke istana sebagai dayang.

"Apa Duchess Lyre dan putrinya tak hadir lagi?" tanya Vivienne pelan ke orang di sampingnya, Isolde.

"Anda belum tahu, Saintess?"

Vivienne menggeleng kecil.

"Lady Elayne baru saja kecelakaan jatuh dari kudanya tiga hari yang lalu saat acara menunggang kuda di kediaman keluarga Countess Vigier, begitu malangnya."

Vivienne diam terperanjat dengan berita yang baru saja didengarnya. Countess muda itu meneruskan dengan berbisik seraya menepuk lembut perut buncitnya.

"Iya, orang-orang tak membicarakannya karena kita tak ingin mendapat hal buruk juga. Anda tahu 'kan, itu sebuah pertanda buruk bagi siapapun."

Vivienne mengangguk pelan paham. Entah kenapa insiden jatuh dari kuda Lady Elayne terdengar aneh bagi telinganya, tapi kecelakaan seperti itu memang bisa terjadi begitu saja tanpa aba-aba.

The Saintess' EscapeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang