Arion tidak paham dengan apa yang sekarang terjadi padanya, perasaannya saat mulai dari bangun tidur, berangkat bekerja, dan kembali pulang ke rumah, Arion tidak melakukan kesalahan apapun.
Ia menjalani semua hari-hari dengan tenang dan seperti hari-hari biasanya, tidak ada hal aneh yang ia lakukan.
"Apa ini mimpi ya? Tapi kok ya lama banget gitu? Ngga bangun-bangun? Mati kali ini aku?" Arion mencubit lengan kirinya, sakit.
Terdiam beberapa saat, mencerna informasi yang ia dapatkan dari respon tubuhnya.
Sakit?
"Nyata ini. Wah, harus ke kamar ini. Mati aku ini, mati!" Segera berlalu menaiki anak tangga, Arion harus melihat secara langsung bahwa tubuhnya masih harus ada di atas ranjang. Gila sekali mimpinya hari ini.
"Mi? Sehat itu?" Menunjuk ke arah anak tangga dengan wajah khawatir, Exu takut jika kakaknya tiba-tiba menjadi aneh seperti ini.
"Sehat, panik dikit ngaruh banyak." Mengangguk yakin, Edlyn mengibaskan tangannya pelan. Masih berdiri di tempat awalnya dengan kaki yang mengetuk-ngetuk lantai marmer berkilau itu. "Sebentar lagi juga turun kok."
Dan benar saja, tak berselang berapa lama Arion kembali turun dengan langkah yang terburu-buru, "mi? Aku ngga mimpi. Ini nyata. Keknya mami yang mimpi deh ini."
"Nyata ini nyata, duduk dulu duduk. Tenang. Tarik nafas, tahan." Membawa Arion untuk duduk di atas sofa, Edlyn menepuk pelan kedua lutut anaknya itu. Mengulum senyum, Edlyn yakin ini adalah pilihan yang tepat.
"Dengerin mami dulu."
"Aku masih nahan napas, Mi. Mati aku ini, mati." Arion menunjuk dadanya yang tengah berdetak kencang. Banyak faktor yang membuat jantungnya bekerja dengan tidak normal dan kepalanya yang berdenyut sakit.
"Oh iya, lupa. Maaf. Tarik nafas, tahan, buang. Yok, ulangi. Tarik nafas, tahan, buang. Udah tenang?" Edlyn mengusap kedua bahu Arion, memaksa anak sulungnya itu untuk menatap wajahnya.
Mengangguk, Arion menepuk pelan dada kirinya. Memastikan bahwa jantungnya masih berada di sana dan masih berdetak seperti sedia kala. "Oke, aku masih hidup."
"Dengerin mami dulu. Cuma kamu yang bisa bantuin mami." Menggenggam kedua tangan Arion, Edlyn membawa tangan anak sulungnya ke depan dada.
"Mi? Mika masih kecil?" Arion menggeleng tak percaya. Parah betul memang ibu negaranya ini. Menatap ke sekeliling rumah, Arion mencari keberadaan pria paling dewasa di sana. Siapa lagi jika bukan sang kepala keluarga.
"Giliran lagi dibutuhin aja malah ilang ni kakek-kakek." Arion membathin kesal.
"Mami mohon, tolongin mami ya? Sekali ini aja." Wajah Edlyn berkerut sedih dengan mata berkaca-kaca. Ini jurus terakhir, mustahil Arion akan menolak permintaannya. Jika ini masih tidak mempan dan Arion masih bersikeras untuk menolak, Edlyn akan mengancam untuk bunuh diri saja nantinya.
"Mika belum siap?" Masih menggeleng, Aron ingin menangis, sungguh. Siapa yang mengutuk hidupnya ini, Tuhan?
"Aman ajaaa."
"Aman gimana? Aku baru pulang kerja tiba-tiba disuruh nikah? Bisa gitu?" Heran Arion, menatap mata cantik berwarna coklat keemasan di depannya ini untuk memastikan bahwa wanita cantiknya ini tidak sedang bercanda.
Tapi Arion tidak menemukan adanya gurat candaan di sana. Damn, Bro.
"Mami ngga mungkin minta Exu, Sayang. Exu masih sekolah." Menunjuk Exu yang tengah mengintip dari balik dinding dapur dan langsung membuang muka saat ia sudah katahuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way Love Grows
FanfictionTidak pernah terpikir oleh Arion bahwa ia harus menikah diumur yang baru menginjak dua puluh tujuh tahun ini. Hidupnya selama ini baik-baik saja seorang diri. Bekerja dan membahas berbagai hal bersama dengan teman-teman solasinya. Bermain game, pus...