"Aku ngga ada urusan sama kalian." Fara menabrakan bahunya pada bahu Echi yang sudah menghalangi jalannya.
"Eeeh anjing ya, kamu!" Mia berteriak kesal. Menarik kuat rambut Fara hingga gadis itu jatuh berlutut di hadapan mereka.
"Asu tenan, Cok!" Kesal Echi.
"Udah dari dulu aku bilang, jangan pernah deketin papi lagi. Kuping kuali ya kamu." Mia rasanya benar-benar ingin menguliti Fara. Bagaimana bisa ia hidup dengan wajah setebal itu? Mia tidak habis pikir.
"Pengen gua garuk-garukin muka lu, sialan!" Gumam Echi serata mengikat rambutnya menjadi satu simpul rapi.
"Garuk aja Chi, garuk!" Exu mengompori. Akan aneh jadinya jika Exu yang melakukan itu bukan? Jadi lebih baik Echi saja.
Menatap bergantian empat manusia yang berdiri di depannya, Fara menatap nyalang pada mereka semua. "Yang salah bukan cuma aku, ngga usah menghakimi aku."
"Awas, Dek." Mengambil alih jambakan Fara, Echi menarik kuat rambut Fara hingga kepala itu terdongak untuk menatap dirinya.
Dengan decakan kesal, Echi menatap perempuan tidak tahu malu itu. "Denger ya, Njing. Gua ngga peduli mau lu cewe juga kek gua, kalau bukan gegara lu yang ngga tau malu, pernikahan papi gua ngga bakal kenapa-napa. Mau gua garuk beneran lu?"
Echi sadar jika yang salah memang bukan hanya Fara, tapi untuk saat ini biarkan Echi menyelesaikan rasa kesalnya pada wanita ini. Arion bisa ia urus nanti.
"Kenapa? Kalian iri sama aku karna kalian ngga bisa dapetin Arion? Makanya kalian kek gini?" Tantang Fara, hanya ada rasa bangga yang terpancar dari wajah sialan itu.
Tertawa kencang, Selia menggeleng tidak percaya. Lucu. Memang benar-benar lucu sekali wanita ini. "Buat apa iri sama pelacur? Tanpa jadi pacar Arion kita juga udah ada dalam list prioritas Arion."
"Sesibuk apapun, semalem apapun, Arion ngga pernah bolak buat nganter kita kemanapun. Lihat keadaan lu sekarang, diusir. Udah kek sampah aja, abis dipake langsung dibuang. Ngga bisa didaur ulang lagi, udah bekas banget." Terkekeh singkat, Selia mengibaskan rambut tanpa peduli dengan kata-kata kotornya barusan. Selagi tidak ada Harris, tidak masalah.
Menggertakan rahangnya, senyum Fara mengembang tipis. Kekehan singkat terdengar dari sela bibirnya, "seenggaknya aku udah tidur sama Arion."
Sesaat setelah Fara menyelesaikan kalimatnya, suara nyaring langsung terdengar di sana. Tamparan Echi benar-benar membuat jejak telapak tangan pada pipi putih itu.
"Entah kenapa ada manusia yang bangga sama hal menjijikan itu. Emang bener-bener murah, mau aja tidur sama yang bukan suami. Untung istri Arion bukan gua, kalau gua udah habis lu." Melepaskan jambakan Fara begitu saja, Echi melemparkan tubuh itu ke atas tanah. Menepuk-nepuk tangannya untuk membersihkan sisa kotoran karena menyentuh Fara. Echi berbalik begitu saja.
"Kalau gua ketemu lu lagi, bakal gua bikin lu lebih malu dari ini. Langsung gua telanjangin lu di depan umum sambil gua teriakan pelakor. Kalau lu pikir ini cuma ancaman, lu bisa nyoba kata-kata gua."
**
Baru saja akan menaiki anak tangga kembali, Echi dan yang lain sudah mendengar suara langkah kaki ribut yang menuruni anak tangga.
"Apa? Kenapa?" Tanya Selia.
"Rumi masuk rumah sakit. Operasi keknya. Ayo, cepet."
Jantung Exu sudah tidak karuan, ia tidak diperbolehkan menemui Rumi selama tiga bulan ini. Hanya percakapan melalui telepon dan apa ini? Rumah sakit? Exu takut sesuatu yang buruk akan terjadi.
"Exu di mobil kita aja, ayo." Mengajak Exu karena Harris tahu sedekat apa adik Arion ini dengan iparnya. Mengendarai mobil sendiri hanya memancing malaikat maut mendekat kepada mereka rasanya.
"Iya."
**
"Gimana ceritanya bisa sampai kaya gini, Bel?" Edlyn mendudukan diri di sebelah Abel yang tengah menunggu Rumi selesai ditangani.
Tangan itu bergetar dengan bekas darah yang masih terlihat jelas di sana. Jujur, Edlyn juga khawatir.
"Tadi itu Rumi ribut sama mama." Bisik Abel.
__
Bersidekap dada, Indri bersandar pada tembok di depan anak tangga lantai dua. Menatap Rumi yang baru saja keluar dari kamarnya.
"Enak ya, keluar kamar kalau mau makan doang." Ujar Indri. Menatap Rumi dengan perutnya yang sudag mulai terlihat membesar.
"Ck, apa banget. Ribut." Sinis Rumi. Tidak menghiraukan celotehan Indri yang sepertinya memang sengaja selalu mencari masalah dengannya.
"Itu beneran anak Arion? Apa jangan-jangan Arion mulangin kamu ke sini karna itu bukan anak dia? Ibu sama anak sama ya," ujar Indri. Berjalan mendekati Rumi yang masih berdiri santai di depannya. "Sama-sama tukang selingkuh." Bisik Indri.
"Ngaca, Sialan! Ngaca. Berhasil ngerebut suami orang bukan berarti berhasil menguasi dunia. Power ranger situ?" Rumi akui emosinya sudah naik hingga ubun-ubun. Bundanya sudah menjadi tulang di dalam tanah sana dan wanita gila ini masih terus mengungkit bundanya?
Sejak kembali memasuki rumah ini, tidak ada lagi Rumi yang akan menangis terisak karena mereka asingkan. Rumi yang lama sudah mati.
"Yang sopan ya kamu, saya orang tua kamu di sini." Mata Indri menyalang kesal. Menatap Rumi penuh dendam dengan urat-urat leher yang sudah tercetak jelas pada kulitnya
"Halah, anjing." Bisik Rumi. Mengatur pernafasan agar segumpal daging di dalam perutnya ini tidak tiba-tiba meluncur begitu saja dari dalam rahimnya.
"Kenapa sibuk banget ngurusin aku? Emang anak yang lagi aku kandung sekarang ada hubungannya sama situ? Yang penting ini anak bukan dari hasil ngerusakin keluarga orang lain." Ujar Rumi. Sekarang ia sadar, ia saat ini tengah berada di posisi Clara dulu. Dan Rumi tidak ingin berakhir sia-sia seperti bundanya.
"Kenapa? Panas ya? Udah berhasil ngerebut suami orang sampai nikah, tapi ngga bisa hamil-hamil?" Sinis Rumi. Menatap Indri dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan tatapan mencemooh.
"Kasihan." Bisik Rumi.
Suara pecahan kaca langsung memenuhi satu rumah, pelakunya tidak lain dan tidak bukan adalah Indri. Menghempas begitu saja guci kesayangan Devin yang selama ini tidak pernah sekali pun Devin geser.
"Kurang ajar kamu ya." Nafas Indri memburu penuh emosi. Memegang erat kedua bahu Rumi dengan mata memerah menahan amarah.
"Ini baru sedikit balasan dari semua yang udah kamu lakuin ke bunda dan aku. Aku bahkan ngerasain lebih sakit dari ini. Kenapa? Ngga tahan ya?" Olok Rumi. Menghempas begitu saja tangan Indri yang masih menatap penuh benci padanya.
"Jadi perempuan kok gampangan banget." Berlalu meninggalkan Indri dan berjalan menuju anak tangga, Rumi ingin sesuatu untuk bayinya.
"Aku ngga bakal biarin kamu ngerasa bangga setelah nginjak-nginjak aku." Bisik Indri. Berjalan menyusul Rumi dan mendorong begitu saja tubuh yang tengah berbadan dua itu.
"Kalau aku ngga bisa, berarti kamu juga ngga bisa."
__
"Aku telat." Mata Abel mulai berkaca-kaca, masih terasa begitu jelas di tangannya tubuh bergetar Rumi yang menahan sakit.
"Aku telat, Mi." Isak Abel.
__
Ahahaha
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way Love Grows
FanfictionTidak pernah terpikir oleh Arion bahwa ia harus menikah diumur yang baru menginjak dua puluh tujuh tahun ini. Hidupnya selama ini baik-baik saja seorang diri. Bekerja dan membahas berbagai hal bersama dengan teman-teman solasinya. Bermain game, pus...