Ch. 2

583 29 0
                                    

Suara pintu yang terbuka diiringi dengan satu gaun yang dilemparkan ke atas ranjang mengalihkan atensi gadis perempuan berambut panjang yang tengah duduk di sebelah jendela kamar.

"Siap-siap, kita makan malam di luar, sekalian ketemu sama calon suami kamu. Jangan buat malu keluarga sama penampilan gembel kamu." Wanita dewasa berdiri di depan ranjang dengan tangan yang bersidekap di depan dada, dengan dagu terangkat tinggi, dan senyum sinis yang mengembang angkuh.

"Calon suami aku?"

"Ya. Ngga usah banyak protes, kamu ngga ada hak suara di sini."

"Papa ngga ada bilang apapun sama aku. Kenapa tiba-tiba? Aku ngga siap."

"Siap ngga siap, kamu tetap harus nikah. Udah deh ah, lakuin aja apa salahnya? Ngga bakal mati juga kamu."

"Aku ngga tau dia orangnya gimana, tolong kasih aku waktu. Aku juga butuh gambaran."

"Ngga ada. Saya bilang kamu ngga ada hak suara di sini. Lakuin aja apa yang saya suruh."

"Aku ngg-"

Suara langkah kaki terdengar mendekat, tak lama kemudian pria dewasa sudah memasuki kamar dengan pakaian semi formalnya. "Kenapa ini ribut-ribut? Kamu belum siap-siap?"

"Vina ngga mau, Mas. Dia bilang aku ngga berhak buat nentuin ini karena aku bukan siapa-siapa."

"Lancang kamu ya? Ini mama kamu, kenapa kamu bisa bilang gitu? Kamu makin kurang ajar papa lihat belakangan ini."

"Aku ngga bilang gitu, Pa. Aku cuma minta waktu, aku ngga ada dapat gambaran apapun soal kejadian ini."

Devin langsung menatap tajam pada anak tengahnya ini, berjalan cepat menuju Vina yang masih berdiri di dekat jendela. "Ngga ada gambaran apapun, sekarang siap-siap. Jam enam kita berangkat."

"Pa, tolong. Ngga bisa gitu, Pa. Ini mendadak banget, papa ngga pernah bilang apapun soal perjodohan ini. Seenggaknya kasih tau aku dulu, yang bakal ngejalanin ini juga aku sendiri."

"PAPA BILANG NGGA ADA BERARTI NGGA ADA!" Dengan wajah memerah menahan emosi, Devin menarik tangan Vina dan menyeret kuat tubuh kecil itu mendekati ranjang.

Meringis pelan, Vina terduduk di atas ranjang tepat di sebelah gaun yang tadi Indri lemparkan. "Sakit."

"Papa ngga mau tau, jam enam pokoknya kamu udah harus selesai. Jangan sampai telat." Menunjuk wajah Vina, Devin berlalu begitu saja setelah merangkul mesra pundak Indri.

Sepeninggalan kedua orang tuanya, Vina menghela nafas lelah dengan tangan yang mengepal kuat.

**

"Bro?" Exu melirik Arion yang masih bersandar lesu pada kursi penumpang. Tangan kiri Arion memijit pelan pelipisnya yang berdenyut-denyut.

"The fuck, Man? I'm going to be a husband to a girl I've never met before? Damn it." Kutuk Arion dengan sepenuh hati.

Exu tidak tahu harus merespon bagaimana, pandangannya kembali menatap jalanan dengan mata yang menyipit menahan tawa. Jujur saja Exu ingin tertawa, bukan menertawakan nasib Arion, akan tetapi menertawakan penampilan kakaknya ini.

"Kenapa ngga nolak permintaannya mami?" Tanya Exu, jika seandainya Arion menolak dengan alasan yang kuat, bukan tidak mungkin pernikahan ini bisa mereka batalkan.

"Gimana bisa? Kalau mami beneran berlutut gimana? Itu katana yang di dekat ruang tamu bisa beneran papi ambil buat motong ini kepala." Tunjuk Arion pada kepalanya. Menatap jalanan yang penuh dengan kemacetan ini, Arion berpikir. Apa hidupnya akan baik-baik saja setelah ini?

Arion percaya jika maminya tidak akan memilihkan wanita sembarangan, hanya saja bukan masalah besar juga jika Arion khawatir bukan?

"Kak, walau ini cuma perjodohan dadakan. Kakak ngga bakal jadi bajingan kan?" Mengetukan jemari telunjuknya pada kemudi, Exu melirik Arion yang juga tengah menatapnya.

"Ngga lah, aku dibesarin bener-bener sama mami-papi, ngga mungkin aku biarin mereka gagal jadi orang tua cuma gegara masalah ini." Arion begitu mencintai dua manusia itu, bagaimana bisa Rion membiarkan mereka kecewa?

"Pokoknya aku ngga mau punya kakak seorang bajingan, kalau emang bener-bener ngga bisa. Selesein baik-baik, ya?" Pinta Exu, mengulurkan tangan kirinya yang sudah mengepal, Exu menunggu sambutan tangan Arion.

"Aku bisa mastiin kalau kamu ngga bakal pernah malu punya kakak kek aku." Menyatukan kedua buku jari mereka, Arion tersenyum sombong. Jatuh kali harga diri Arion jika seperti itu.

"Kita bentar lagi sampai, you ready?"

"Literally, i am not."

"Take a breath then, i can wait for it." Memelankan laju mobilnya, Exu membiarkan mobil kedua orang tua mereka berjalan lebih dulu. Sebenarnya bisa saja Exu meminta untuk ikut dengan mobil papinya, tapi Exu juga sadar bahwa kakaknya juga masih butuh waktu.

**

"Tarik nafas, tahan, buang. Ulangi, tarik nafas, tahan, buang. Bagus, pinter." Edlyn menepuk-nepuk punggung tangan Arion yang ia genggam di atas meja. Keluarga calon besan mereka belum datang, jadi Edlyn masih memiliki waktu untuk menenangkan anak bungsunya ini.

"Aku ngga gugup loh, Mi. Santai aja aku ini." Ujar Arion, melirik pria tua bangka yang duduk di sebelah wanita cantiknya ini.

"Udah, udah, itu calon besan kita udah mau dateng. Duduk yang bagus atuh." Alden mulai bersiap merapikan jasnya, bangkit berdiri untuk menyambut satu rombongan keluarga yang akan mendekati meja mereka.

"Pi, ntar kita pulang beli seafood ya." Bisik Exu.

"Amaan." Balas Alden berbisik pelan.

"Aduh maaf ya, kita agak telat keluar, jadinya kebagian macet paling belakang." Devin mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Alden.

Mengangguk paham, Alden juga paham. Mereka juga sempat merasakan desakan macet tadi. "Ga masalah, kita juga baru nyampe kok. Ayo, duduk aja."

Arion dan Exu tersenyum profesional. Saling menyenggol di bawah meja untuk memastikan calon istri Arion yang mana. Ada dua perempuan dan satu laki-laki. Yang laki-laki tidak mungkin, Arion masih lurus dan akan seterusnya begitu.

Pilihan Arion hanya dua, gadis dengan gaun putih ini atau gadis dengan gaun merah muda.

"Oh iya, kenalin ini anak sulung saya, Mikazuki Arion. Yang di sebelahnya anak bungsu saya, Exu Wolfenshire." Edlyn mengusap kedua bahu anaknya diiringi dengan senyum lembut penuh kebangaan.

Ya, dua bersaudara ini duduk berbatasan dengan Edlyn yang berada di tengah-tengah mereka, dan Arion yang berada di tengah kedua orang tuanya.

"Selamat malam, Saya Mikazuki Arion. Senang bertemu dengan Anda." Menunduk singkat, Arion tersenyum tipis.

"Selamat malam, Saya Exu. Senang bertemu dengan Anda." Sadar dengan nama belakangnya yang tidak mudah untuk sebagian orang, Exu hanya menyebut nama panggungnya saja. Kasihan.

"Wah, tampan-tampan ya." Puji Indri. Dengan senyum menawan, Indri mulai memperkenalkan anak-anaknya, "yang duduk di ujung anak sulung saya, Abel Adipati Pramana, yang di sebelah kanan saya Harumi Davina, yang di sebelah kiri anak bungsu saya, Cherry Noverta Anandhaya."

Arion dan Exu hanya tersenyum seperti biasa, tidak ingin banyak bicara karena ini pertemuan pertama mereka.

"Dan yang akan menjadi istrinya Arion nanti adalah anak tengah saya, Vina." Mengusap pelan bagian belakang kepala Vina, Indri masih mempertahankan senyummya.

"Selamat malam, perkenalkan saya Harumi Davina. Senang bertemu dengan Anda."

____

Aku bakal up langsung 5 ch buat tanggal anniv dan 1 ch bonus buat peringatan 1 tahunnyaa

Btw... enakan manggil papi aga ges, Rion? Apa Arion?

The Way Love GrowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang