Ch. 12

230 27 1
                                    

"Kak Sou! Itu yang biasa duduk di kursi Exu siapa?" Bisik Exu. Kembali mendatangi Souta yang tengah duduk tenang dengan ponsel di tangannya.

Mengalihkan pandangannya, Souta menatap tepat pada arah yang Exu tunjuk. Memang benar ada yang duduk di sana.

Perempuan, rambut panjang, bergaun putih.

"Gaun putih? Kunti bukan itu?!" Mengeryitkan dahinya tak percaya, Souta menatap Exu meminta kepastian.

"Orang itu, liat. Kakinya napak satu. Tapi Exu keknya pernah liat dia deh. Tapi di mana ya?" Menggaruk telinganya, kembali meninggalkan Souta dan berjalan kembali menuju meja di sampingnya. Untuk hari ini tak apa, akan Exu ikhlaskan kursi kesayangannya itu.

"Eh? Exu ya?"

Baru saja akan mendudukan pantatnya, Exu menoleh pada arah kanan. Menunjuk dirinya sendiri seraya tersenyum canggung pada gadis yang tadi ia gosipkan bersama Souta.

"Ya?"

"Aku adeknya Rumi."

Dengan kepala yang sudah berputar mencari seluk-beluk memorinya, akhirnya Exu ingat. Gadis ini memang benar adiknya Rumi. "Cherry bukan?" Sapa Exu.

"Iya, kebetulan banget ya. Kita ketemu di sini." Cherry tersenyum ramah, mengangkat pantatnya dan mendudukan diri di depan Exu.

Exu sebenarnya bukan orang yang pendiam atau pemalu ya, hanya saja jika ia di dekati tanpa ijin seperti ini jujur saja membuat Exu sedikit risih. "Haha, iya."

"Kak Rumi gimana? Ngga ngerepotin kan?" Tanya Cherry. Menatap penuh atensi pada Exu yang saat ini sudah mulai mengeluarkan barang-barang untuk tugasnya.

Mendengar kata 'merepotkan' itu membuat Exu sedikit terganggu, merepotkan? "Kenapa gitu? Emang selama ini Kak Rumi ngerepotin?"

"Yaa gimana ya."

**

"Mas pulang." Arion memasuki rumah dengan langkah lebar dan jas kerja yang sudah ia sampirkan di lengan kanannya.

Berjalan mendekati Arion, Rumi mulai meraih jas yang dibawa Arion dan berjalan berdampingan menuju dapur. "Mas, mau makan sekarang?"

"Iya, sekarang aja. Kamu yang masak sendiri?" Tanya Arion. Menatap hidangan di atas meja dengan mata berbinar-binar.

"Iya, tadi aku nanya sama mami. Mas sukanya makan apa, trus mami ngasih tau dua menu ini. Aku ngga tau rasanya bakal sama atau ngga, tapi semoga mas suka." Menyerahkan sepiring nasi ke hadapan Arion dan membiarkan pria dewasa itu mengambil apapun yang ia mau.

"Oiya, sebentar. Tadi aku ada goreng kerupuk udang sama kerupuk emping? Aku lupa namanya." Berjalan menuju lemari di atas kompor, Rumi lupa jika ia meletakan dua cemilan itu di dalam sana.

"Tangan kamu ngga ada yang luka kan?" Memperhatikan kedua tangan Rumi, Arion meraih pergelengan ringkih itu untuk ia bolak-balik memastikan keadaannya.

"Engga, tangan aku baik-baik aja." Ujar Rumi.

"Kamu ngga makan juga?" Melirik Rumi yang hanya duduk tenang dengan tangan yang mulai mengambil beberapa buah.

"Aku masih kenyang, Mas. Aku kupasin buah ya."

"Kenyang? Kamu udah makan?"

"Udah tadi sarapan."

Alis Rion terangkat tak paham, ini sudah setengah satu dan gadis ini masih kenyang? Lambungnya sekecil itu kah?

Meraih mangkok nasi, Arion menambahkan beberapa sendok nasi ke piringnya, dan menarik kursi Rumi untuk mendekat kepadanya. "Ya udah, aku suapin aja. Kemarin juga makan kamu sedikit. Sarapan yang aku bikin tadi pagi juga sedikit." Mengapit kedua kaki Rumi diantara kakinya, Arion tidak membiarkan gadis itu untuk beranjak sedikit pun.

"Makan aku emang sedikit, Mas. Mas makan dulu aja, nanti aku makan abis mas selesai." Rumi menolak halus, ia hanya tidak ingin mengganggu ketenangan Arion untuk makan.

"Kenapa ngga makan bareng mas? Mas makan ngga berantakan kok." Sejauh ia hidup, Arion sangat yakin dengan kerapian selama ia makan. Ia juga tidak pernah mendapatkan protesan mengenai cara makannya.

"Aku cuma masih kenyang." Bisik Rumi, sedikit merasa bersalah dengan respon yang Arion berikan padanya.

"Kamu ngga mau makan semeja sama aku?" Bahu Arion langsung turun karena merasa sedih. Pura-pura sebenarnya.

Menggeleng panik, Rumi tidak bermaksud begitu. Sungguh, "engga gitu mas. Serius."

"Ya udah makan bareng mas."

"Iya."

Arion menyuap untuk dirinya sendiri, dengan mata tertutup dan senyum yang mengembang lebar. Arion mengangguk semangat, "enak banget, tolong. Astaga. Ayam woku emang ngga pernah gagal." Komentar Arion.

Kembali menyendok untuk Rumi, Arion menunggu Rumi untuk membuka mulutnya, "aaa."

Dengan wajah yang mulai memerah malu, Rumi membuka mulut menerima suapan Arion. Dengan kaki yang terjepit seperti ini, apa yang bisa Rumi lakukan?

"Gimana tadi harinya? Cape ngga?" Tanya Arion, menyelipkan rambut Rumi ke belakang telinga dan kembali menyuap untuk dirinya sendiri. Seminggu penuh disuguhi ayam woku juga tidak akan bosan Arion ini.

"Engga, aku bangun tidur tadi langsung makan trus siap-siap buat masak. Mas gimana kerjanya? Meetingnya lancar?" Memperhatikan Arion yang duduk sedekat ini dengannya, membuat jantung Rumi berdetak tidak tenang. Dengan lengan kemeja yang tergulung hingga siku dan rambut yang tertata rapi memperlihatkan dahi, Arion benar-benar terlihat seperti dewa.

Mengangguk santai, Arion membersihkan sudut bibir Rumi dengan jempolnya, "lancar. Aslinya aku juga ngga terlalu dibutuhin di sana. Gin sama Harris udah cukup itu."

Kembali meraih pisau buahnya, Rumi memilih untuk menyiapkan buah. Sedikit bingung juga Rumi jika ia hanya duduk tenang menunggu suapan Arion.

"Kamu ngga ngerasa gerah make baju panjang?" Tanya Arion, rumahnya memang tidak panas, hanya saja apa istrinya ini tidak merasa kepanasan?

Menggeleng dengan pipi yang membulat menampung makanan, Rumi menyilangkan tangan di depan dada, "engga, aku udah biasa."

Arion mengangguk paham, tak begitu mempermasalahkan pakaian Rumi yang ia kenakan. Selagi gadis itu nyaman, maka tak masalah. Arion baik-baik saja.

"Oiya, Mas. Nanti aku mau ijin ke rumah mami boleh? Aku mau ngasih masakan aku ke mami." Menyelesaikan potongan buahnya, Rumi menatap penuh atensi pada Arion yang masih sibuk menyuap nasi.

"Boleh, nanti mas anterin." Anggap saja ini penebusan dosa karena Arion sudah berbohong tadi pagi.

"Aku pergi sendiri aja, mas bisa istirahat abis makan." Tolak Rumi, masih dengan kaki yang terapit kuat, Rumi tersenyum lebar untuk meyakinkan Arion.

"Gapapa, nanti mas istirahat di rumah mami. Lagian emang kamu bisa bawa motor atau mobil?" Seingat Arion, motor pun yang ada di rumahnya ini ya motor sport. Satu-satunya yang memiliki motor matic ya hanya maminya.

"Ada ojol?" Walau tidak pernah menggunakan aplikasi sejenis itu, Rumi bisa belajar dengan cepat. Tenang saja.

"Kenapa harus pakai ojol? Selama ada mas, mas yang bakal antar-jemput kamu." Tekan Arion, papinya saja jika tidak bisa mengatar jemput sang mami, pasti akan langsung meminta Arion atau Exu, jika tidak ada satu pun yang bisa, sopir pribadi adalah pilihan terakhir mereka. Jatuh sekali harga diri Arion di depan papinya jika ia tahu Rumi ke rumah utama dengan ojek online.

"Ak-"

"Mas ngga ngerasa direpotin, jadi santai aja."

__

The Way Love GrowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang