Ch. 18

228 30 1
                                    

"Ini kita ngumpul semua ini?" Arion memperhatikan sekeliling dan mulai berhitung. Menunjuk satu demi satu kepala yang ia rasa adalah anak-anaknya.

"Udah lah, lu ngga liat kita udah kek mau tawuran ini?" Krow menunjuk semua sudut. Cafe Souta sebagian besar sudah diisi dengan mereka.

"Ketuanya Souta, wakilnya Harris." Tawa Gin yang bersahut-sahutan langsung menyeruak membelah keheningan.

"Souta pake ilmu kebal ya." Key menimpali seadanya. Memang agak lain bocah kematian satu itu, rajin sekali ikut tawuran. "Temen-temennya udah pada masuk rumah sakit dia doang yang pulang dengan selamat tanpa lecet."

"Engga, anjer. Itu Souta gabung rombongan udah telat. Makanya gitu." Bukan ilmu kebal, informasinya saja yang Souta sudah ketinggalan.

"AHAHAHA." Tawa menggelegar dari Krow dan Gin langsung mendominasi suasana. Memang agak-agak kumpulan mereka ini.

"Pak." Panggil Key.

"Nape?"

"Gimana?" Tanya Key, menaik-turunkan alisnya bermaksud untuk menggoda Arion yang saat ini tengah meminum kopinya.

"Apanya?"

"Aman ngga sama istri? Udah mulai ada rasa belum?" Semua anggota mereka tahu mengenai Arion yang dinikahkan tanpa adanya perasaan, jadi wajar jika mereka penasaran kan?

Exu langsung menatap kakaknya dengan telinga yang sudah diatur sedemikian rupa, Exu penasaran. Selama ini tidak pernah ada yang berniat menanyakan bagaimana perasaan Arion pada Rumi.

"Udah belum?" Tanya Garin.

"Belum."

"Udah belum?"

"Belum."

"Udah belum?"

"Belum."

Udah belum?"

"Udah."

"Udah belum?"

"Udah."

"Udah belum?"

"Belum. Kau tanya sekali lagi, aku tinggal beli susu kau ya." Jengah Arion.

"JANGAAAN!" Krow dan Riji berteriak paling kencang. Lain betul si ungu ini.

"Jadi udah atau belum?" Tanya Exu. Duduk semakin menempel pada Arion untuk mencari informasi yang sudah pasti akan ia simpan sendiri. "Duh, kenapa aku yang berdegub ya?"

"Belum." Jawab Arion, memutar malas bola matanya saat semua orang benar-benar menatap penuh atensi padanya.

"Yaaah." Desah mereka bersamaan.

"Kecewa penonton."

**

Menatap bergantian antara pergelangan tangan dan juga lantai di bawah sana, Rumi masih memproses apa saja yang sudah terjadi.

Dengan langkah pelan, ia mulai berjalan menuju meja rias. Mengambil pack tisu dan kembali berjalan tertatih menuju ceceran darah yang menggenang di atas lantai.

"Kalau Mas Rion beneran tau, dia jijik ngga ya sama aku?" Gumam Rumi. Menempelkan beberapa lembar tisu untuk menahan aliran darah yang keluar dari lengannya.

Menghela nafas dengan berat, kedua hidungnya sudah tersumbat karena menangis sedari tadi.

**

Membuka pintu utama, Arion mendapati rumah yang benar-benar sepi. Apa Rumi sudah naik ke lantai dua?

"Dek?" Panggil Arion. Berjalan menuju dapur, tidak ada siapapun di sana. Berbalik menuju ruang tamu, Rumi juga tidak ada di sana.

The Way Love GrowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang