Ch. 28

243 34 13
                                    

"Sini ih, deketan. Jauh banget."

"Ini udah deket."

"Mana ada, jauh itu. Ngga bisa mas peluk."

"Segini aja."

"Ngga mau."

Menggeser tubuhnya sedikit demi sedikit, jantung Rumi sudah berdetak tidak karuan karena gugup.

"Ih adek mah, lama." Gemas dengan pergerakan Rumi yang sangat lambat itu, Arion memilih untuk menarik tangan kanan Rumi dan langsung mendekapnya hingga tak berjarak. "Dah, tidur."

"Mas." Panggil Rumi. Menusuk lengan Arion dengan telunjuknya.

"Dalem, Sayang?"

"Pake dulu bajunya." Pinta Rumi.

"Gerah. Udah gini aja, enak." Makin mengeratkan pelukannya, sesekali Arion akan mencuri satu ciuman pada puncak kepala Rumi.

"Mas, ya ampun. Jantung adek ngga tenang." Rumi yakin juga pasti Arion dapat merasakan getaran aneh pada dadanya, jantungnya saja berdetak sekencang ini.

"Loh? Cuma mas peluk doang masa ngga tenang? Kalau mas apa-apain pasti udah meledak itu ya?" Menatap wajah Rumi yang sudah memerah padam bahkan hingga telinganya. Arion suka saja melihat wajah kecil itu memerah seperti ini.

Lucu

"Ya Tuhan."

"Dek, kenapa pake baju lengan panjang terus? Ngga gerah?" Kali ini Arion yang bertanya penasaran. Sepertinya Arion tidak pernah melihat Rumi mengenakan lengan pendek.

"Adek udah biasa, jadi ngga gerah." Membawa tubuhnya makin dekat dengan Arion karena ya, percuma juga mendebat pria besar ini.

"Trus nanti kalau kita ngapa-ngapain masa iya dipake juga?" Menunduk untuk menatap wajah Rumi yang saat ini juga tengah menengadah menatapnya.

"Mas!" Pekik Rumi. Sedikit malu, selebihnya malu sekali.

"Mandi bareng maksudnya sayang. Pikirannya ih." Mencubit gemas pipi Rumi, Arion tertawa kencang seraya kembali memeluk erat tubuh istrinya.

"Adek mikirin apa hayooo?" Masih berlanjut untuk menggoda Rumi, Arion menaik-turunkan alisnya. Selama belum menangis, tak apa. Gas saja.

"Adek mau pindah ke kamar adek yang lama aja ah." Mendorong dada Arion menjauh, memang pilihan yang salah Rumi setuju dengan paksaan Arion kemarin. Bisa mati karena malu ia lama-lama jika seperti ini.

"Jangan. Nanti mas ngga bisa tidur." Mendekap Rumi dengan seluruh anggota tubuhnya, bagaimana jadinya kualitas tidur Arion jika tanpa guling hidupnya ini.

"Tidur mas, besok kerja." Menepuk pelan pundak Arion, Rumi sesak jujur saja. Kuat sekali cengkraman pria ini.

"Adek udah ngantuk?" Mengusap alis Rumi, Arion memberikan satu kecupan kupu-kupu pada kedua kelopak mata itu.

Menggeleng, Rumi masih jauh dari kata mengantuk. Ia biasa akan tidur pukul dua belas malam ke atas, itu juga terkadang setelah dibantu dengan obat tidur.

"Mau pillow talk?" Tawar Arion. Memperbaiki posisi kepala Rumi di atas lengannya, satu tangan Arion terpatri rapi di atas pinggang Rumi.

"Boleh." Meletakan satu tangannya di atas dada Arion, dengan spontan Rumi langsung saja menepuk lembut sandaran ternyamannya itu.

"Jadi, gimana tadi hari kesayangannya mas? Ada masalah kah?" Entah kenapa, sulit sekali bagi Arion untuk menjauhkan pandangan matanya dari Rumi. Walau tidak mengatakan apapun, wajah Rumi terlihat begitu menenangkan.

The Way Love GrowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang