Ch. 36

249 31 14
                                    

"Aaa, nanti adek tidur sendiri." Keluh Rumi. Memeluk perut Arion dengan dagu yang bertumpu pada dada suaminya.

Kekehan lembut keluar dari pria bersurai ungu gelap, melepaskan pegangan pada koper hitam dalam genggamannya. Arion menaikan Rumi dalam gendongan koalanya.

"Paling lama tiga hari, tunggu bentar ya." Memeluk lembut punggung kecil itu yang ini sudah menggantung di depannya.

"Lama, nanti ngga ada yang bisa adek peluk. Guling adek udah mas buang." Setelah gulingnya berakhir di tempat sampah, kini pria besar yang tidak bertanggung jawab ini malah meninggalkannya sendiri? Memang boleh seperti itu?

Tertawa kencang, Arion mencuri satu kecupan pada hidung Rumi. "Nanti peluk Anyon dulu." Menawarkan bantal terong besarnya sebagai pengganti dan bentuk pertanggung jawaban Arion.

"Vitaminnya jangan lupa diminum, udah adek masukin ke koper." Ujar Rumi.

"Iya, Sayang."

"Hati-hati."

"Kesayangan mas juga hati-hati ya, kalau ada apa-apa langsung kabarin mas. Kalau mau pergi-pergi bilang Exu aja, udah mas bilangin kok tadi ke Exu. Jangan belajar bawa motor lagi, kecuali kalau adek mau mas hukum lagi." Menangkup pipi Rumi, Arion tersenyum. Ingin rasanya ia menggigit bulatan bakpao pada wajah istrinya ini.

Rumi dan otaknya yang sudah hampir kadaluarsa menyahut dengan tidak tahu malu, "kenapa ngga hukum sekarang aja?"

"Eh? Nantangin? Uang mas banyak, beli tiket satu lagi ngga bakal bikin mas jatuh miskin. Yakin?" Bersiap melepas jaketnya, Arion mudah saja. Rumi jual, Arion beli.

Menelan salivanya, Rumi tertawa hambar. "Becanda, adek ngga serius." Menahan tangan besar yang selama beberapa bulan ini memeluk hangat tubuhnya, ngeri-ngeri sedap juga jika Rumi bayangkan memang ya.

"Hati-hati di rumah, kalau takut tidur tempat mami aja." Bisik Arion. Kembali menarik tubuh Rumi untuk ia peluk sebelum ia benar-benar pergi memasuki mobil.

"Iya."

"Nanti nyampe sana mas kabarin."

**

Menatap langit-langit kamarnya, Rumi jujur saja tidak tahu harus melakukan apa. Memeluk Anyon di depan dadanya, aroma Arion masih tertinggal sangat nyata di sini.

"Mau ngapain lagi ya?" Bisik Rumi, memutar tubuhnya menghadap jendela. Rumi menghela nafas lelah, ini belum sehari dan Rumi sudah benar-benar merindukan Arion.

"Mas lagi ngapain ya? Adek kangen." Rengek Rumi.

Sial, ia sudah mulai sangat terbiasa dengan Arion di sisinya. Dan ini adalah kali pertama Rumi ditinggal dalam hitungan hari.

"Lama banget tiga hariii."

**

"Selamat datang."

Membuka pintu hotel, tangan Fara terbentang lebar untuk bersiap menyambut pelukan kekasihnya.

"Gimana perjalanannya?" Melingkarkan tangannya pada pinggang Arion, kepala Fara sedikit terdongak untuk menatap pada wajah tegas itu.

"Lancar sejauh ini. Kamu gimana?" Kecupan singkat mendarat di dahi Fara, membalas pelukan dari wanita yang hingga saat ini masih menjarah hatinya.

"Aku juga lancar. Kamu tau ngga, aku dari semalam ngga sabar banget nungguin kamu." Menarik tangan Arion untuk menuju living room.

"Sekarang gimana? Aku udah di sini." Mengacak pelan surai Fara yang mendudukan diri di pangkuannya.

The Way Love GrowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang